Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang menyusun rencana percepatan penurunan stunting yang tidak sekadar penanganan terhadap balita stunting atau intervensi intensif, namun juga berupaya mencegah melalui intervensi spesifik terhadap keluarga berisiko stunting.
"Sasaran yang akan diintervensi tahun depan itu (2025), adalah keluarga berisiko stunting atau kita sebut intervensi spesifik/hulu masalah stunting ini, untuk mencegah sebuah keluarga melahirkan balita stunting," Sekretaris Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes KB) Kota Singkawang, Mursalin, di Singkawang, Senin.
Pernyataan itu, ia sampaikan terkait adanya pendataan terhadap 15 ribu keluarga berisiko stunting di kota tersebut. Dimana menurut ia, dari data tersebut pihaknya akan melakukan verifikasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi keluarga tersebut untuk ditindaklanjuti oleh OPD/lembaga terkait.
"Data itu akan kita verifikasi lagi sesuai jenis permasalahan yang dihadapi, selanjutnya akan kita sampaikan ke pihak camat dan kelurahan dan OPD terkait sesuai tupoksi masing-masing," ujarnya.
Mursalin mengatakan, jika terdapat masalahnya itu di jamban atau sanitasi yang tidak layak, maka pihak PU yang menangani, jika masalah mereka air bersih itu urusannya PDAM.
Dia menjelaskan, keluarga berisiko stunting salah satunya terjadi pada Pasangan Usia Subur (PUS) antara usia 15-49 tahun. PUS itu berisiko stunting jika dalam keluarga tersebut terdapat istri terlalu muda, istri terlalu tua, terlalu banyak anak dan jarak kelahiran anak yang terlalu rapat.
"Keluarga berisiko stunting itu adalah mereka yang masuk pasangan usia subur (PUS) itu usianya 15-49 tahun," katanya.
Di keluarga tersebut ada namanya 4 Ter, yaitu dimana istri yang terlalu muda, istri terlalu tua, anak terlalu banyak dan usia kelahiran terlalu rapat. Selian itu ada faktor lain penyebab keluarga berisiko stunting itu adalah keluarga dengan masalah sanitasi yang buruk, masalah air bersih dan keluarga yang masuk peringkat kesejahteraan 1-4/berpenghasilan rendah.
"Ini sangat berisiko melahirkan anak stunting. Tidak hanya pasangan usia dini yang berisiko lahirkan anak stunting, keluarga dengan masalah sanitasi yang buruk, air bersih yang kurang memadai dan keluarga dengan peringkat kesejahteraan 1-4/berpenghasilan rendah, itu juga sangat berisiko melahirkan anak stunting,” katanya.
Kemudian untuk menurunkan stunting dinas juga fokus pada 11 program intervensi spesifik yang menyasar pada remaja putri dan ibu hamil saat sebelum dan setelah melahirkan.
11 program tersebut antara lain, konsumsi tablet tambah darah dan skrining anemia untuk remaja putri, pemeriksaan kehamilan dan konsumsi tablet tambah darah serta pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang, pemberian ASI eksklusif dan makanan tambahan protein hewani bagi balita, tatalaksana balita dengan masalah gizi, cakupannya mencakup imunisasi serta edukasi rutin remaja putri, ibu hamil dan keluarga balita.
Sementara itu, secara terpisah, Penjabat Wali Kota Singkawang Sumastro menuturkan, dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting memerlukan komitmen yang kuat dan kolaborasi berbagai pihak untuk memastikan konvergensi antar-program hingga ke tingkat kelurahan.
“Upaya-upaya kita harusnya juga menjadi bagian dari tanggung jawab bersama, terutama bagi keluarga yang berpotensi mengalami stunting,” katanya.
Sumastro menegaskan agar di tingkat kelurahan dan kecamatan dapat selalu gencar mulai dari memberikan edukasi kepada calon pengantin sejak memutuskan untuk memiliki anak, hingga membina masyarakat untuk lebih peduli dan menjaga gizi makan balitanya.
“Mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan untuk menghasilkan pangan bergizi tanpa harus membeli. Karena banyak orang tua yang takaran gizi anaknya tidak jelas, dan sering memberi makanan ringan pada anaknya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Sasaran yang akan diintervensi tahun depan itu (2025), adalah keluarga berisiko stunting atau kita sebut intervensi spesifik/hulu masalah stunting ini, untuk mencegah sebuah keluarga melahirkan balita stunting," Sekretaris Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes KB) Kota Singkawang, Mursalin, di Singkawang, Senin.
Pernyataan itu, ia sampaikan terkait adanya pendataan terhadap 15 ribu keluarga berisiko stunting di kota tersebut. Dimana menurut ia, dari data tersebut pihaknya akan melakukan verifikasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi keluarga tersebut untuk ditindaklanjuti oleh OPD/lembaga terkait.
"Data itu akan kita verifikasi lagi sesuai jenis permasalahan yang dihadapi, selanjutnya akan kita sampaikan ke pihak camat dan kelurahan dan OPD terkait sesuai tupoksi masing-masing," ujarnya.
Mursalin mengatakan, jika terdapat masalahnya itu di jamban atau sanitasi yang tidak layak, maka pihak PU yang menangani, jika masalah mereka air bersih itu urusannya PDAM.
Dia menjelaskan, keluarga berisiko stunting salah satunya terjadi pada Pasangan Usia Subur (PUS) antara usia 15-49 tahun. PUS itu berisiko stunting jika dalam keluarga tersebut terdapat istri terlalu muda, istri terlalu tua, terlalu banyak anak dan jarak kelahiran anak yang terlalu rapat.
"Keluarga berisiko stunting itu adalah mereka yang masuk pasangan usia subur (PUS) itu usianya 15-49 tahun," katanya.
Di keluarga tersebut ada namanya 4 Ter, yaitu dimana istri yang terlalu muda, istri terlalu tua, anak terlalu banyak dan usia kelahiran terlalu rapat. Selian itu ada faktor lain penyebab keluarga berisiko stunting itu adalah keluarga dengan masalah sanitasi yang buruk, masalah air bersih dan keluarga yang masuk peringkat kesejahteraan 1-4/berpenghasilan rendah.
"Ini sangat berisiko melahirkan anak stunting. Tidak hanya pasangan usia dini yang berisiko lahirkan anak stunting, keluarga dengan masalah sanitasi yang buruk, air bersih yang kurang memadai dan keluarga dengan peringkat kesejahteraan 1-4/berpenghasilan rendah, itu juga sangat berisiko melahirkan anak stunting,” katanya.
Kemudian untuk menurunkan stunting dinas juga fokus pada 11 program intervensi spesifik yang menyasar pada remaja putri dan ibu hamil saat sebelum dan setelah melahirkan.
11 program tersebut antara lain, konsumsi tablet tambah darah dan skrining anemia untuk remaja putri, pemeriksaan kehamilan dan konsumsi tablet tambah darah serta pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang, pemberian ASI eksklusif dan makanan tambahan protein hewani bagi balita, tatalaksana balita dengan masalah gizi, cakupannya mencakup imunisasi serta edukasi rutin remaja putri, ibu hamil dan keluarga balita.
Sementara itu, secara terpisah, Penjabat Wali Kota Singkawang Sumastro menuturkan, dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting memerlukan komitmen yang kuat dan kolaborasi berbagai pihak untuk memastikan konvergensi antar-program hingga ke tingkat kelurahan.
“Upaya-upaya kita harusnya juga menjadi bagian dari tanggung jawab bersama, terutama bagi keluarga yang berpotensi mengalami stunting,” katanya.
Sumastro menegaskan agar di tingkat kelurahan dan kecamatan dapat selalu gencar mulai dari memberikan edukasi kepada calon pengantin sejak memutuskan untuk memiliki anak, hingga membina masyarakat untuk lebih peduli dan menjaga gizi makan balitanya.
“Mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan untuk menghasilkan pangan bergizi tanpa harus membeli. Karena banyak orang tua yang takaran gizi anaknya tidak jelas, dan sering memberi makanan ringan pada anaknya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024