Accra (Antaranews Kalbar) - Ghana menghasilkan sebanyak 22.000 ton limbah plastik setiap tahun tapi negara itu mendaur-ulang hanya sebanyak dua persen.
Sisa limbah mengalir ke tempat pembuangan di darat, kubangan air dan tempat terbuka lain, sehingga menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup.
Satu perusahaan Ghana, yang ingin mengurangi dampak itu, telah tampil dengan cara inovatif mengenai pemanfaatan limbah plastik untuk memproduksi bata trotoar dan bahan bangunan lain.
Nelpast Ghana Limited menyatakan produksinya terbuat dari 60 persen plastik dan 40 persen pasir tanpa semen, yang dikatakan lebih kuat daripada bata trotoar pada umumnya.
Nelson Boateng, yang berada di belakang gagasan inovatif tersebut, mengatakan perubahaan itu memanfaatkan segala bentuk limbah produk poli kecuali pipa PVC, dan mencampurnya dengan pasir sungai untuk membuat bata keras trotoar.
"Produk tersebut, yang dihasilkan, seperti pasta. Kami menaruhnya di satu cetakan, kami menempanya di dalam tekana hidraulik lalu kami membentuk dan merancang bata yang kami ingini," kata Nelson kepada Xinhua.
Menurut Nelson, gagasan itu diperoleh setelah ancaman Pemerintah Ghana untuk melarang penggunaan tas plastik.
Bata produksi perusahaan tersebut dijual dengan harga satu dolar AS, yang lebih murah dibandingkan dengan harga rata-rata batako, 1,5 dolar AS.
Saat ini, bata itu telah digunakan untuk memperbaiki lubang di jalan di Ashaiman, kosmopolitan dan kota yang berpenduduk sangat padat tempat Nelson Boateng tumbuh.
"Untuk saat ini kami cuma berusaha membantu masyarakat. Barangkali, tempat dengan lubang yang mengganggu mobil ketika mereka mengemudi. Jadi, kami sekarang melakukannya secara gratis," kata Nelson, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.
Menurut dia, orang memang datang untuk memesan tapi karena perusahaan itu tidak memproduksi dalam jumlah banyak, perusahaan tersebut tak bisa memberi janji.
"Kami cuma menerima order dari rumah tangga kecil sebab sehari kami hanya membuat 200 bata, jumlah yang sangat sedikit. Kami tak bisa bersaing dengan produsen batako di luaran," katanya.
Karena menghadapi tantangan operasi, perusahaan Nelson hanya bisa mendaur-ulang 2.000 kilo limbah plastik setiap hari.
Tapi dengan dukungan negara dan diperolehnya peralatan modern, perusahaan tersebut berencana meningkatkan produksinya.
"Kami percaya dengan inovasi ini, perusahaan akan bisa mengolah lebih dari dua persen limbah yang dihasilkan negeri ini sebab saat ini, kami akan memanfaatkan semua plastik, sekalipun limbah yang ada di selokan, kami akan mengumpulkannya dan itu akan dimanfaatkan untuk pembuatan bata ini yang dapat bertahan seumur hidup. Ini lebih murah dan berumur panjang," katanya.