Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan seluruh negara di dunia harus bersiap dan siaga dalam menghadapi virus corona baru COVID-19.
Tedros dalam keterangan pada media Kamis (27/2) petang waktu setempat, sebagaimana dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Jumat, mengingatkan seluruh negara di dunia untuk mempersiapkan segala hal yang harus dilakukan apabila terjadi kasus pertama COVID-19 di negaranya.
"Tidak boleh ada negara yang beranggapan negaranya tidak akan terjadi kasus. Itu akan menjadi kesalahan yang fatal, secara harfiah," kata Tedros.
Tedros menekankan bahwa virus ini tidak menghormati batas-batas negara, tidak membedakan ras dan etnis, tidak mempedulikan PDB atau tingkat pembangunan suatu negara. Dia mengingatkan setiap negara bukan hanya fokus agar tidak ada kasus di negaranya, tapi bagaimana dan apa yang akan dilakukan apabila suatu negara memiliki kasus COVID-19 pertamanya.
"Tapi kita tidak berputus asa. Kita bukannya tidak berdaya. Ada hal-hal yang dapat dilakukan setiap negara dan setiap orang," tegas dia.
Tedros menegaskan setiap negara harus siap untuk mendeteksi kasus secara dini, mengisolasi pasien, melacak riwayat kontak, menyediakan perawatan klinis yang berkualitas, mencegah terjadi wabah di rumah sakit, dan mencegah penularan terjadi di masyarakat.
Dirjen WHO menerangkan beberapa pertanyaan penting yang harus dipersiapkan oleh setiap negara untuk melawan virus COVID-19.
Yaitu apakah suatu negara siap jika terjadi kasus pertama, apa yang akan dilakukan jika saat itu tiba, apakah memiliki unit isolasi yang siap digunakan, apakah memiliki oksigen medis yang cukup, ventilator, dan peralatan vital lainnya, bagaimana agar mengetahui jika terjadi kasus di daerah lain pada suatu negara.
Selain itu Tedros juga mempertanyakan mengenai kesiapan apakah terdapat sistem pelaporan di setiap fasilitas kesehatan dan cara meningkatkan kewaspadaan jika terjadi kekhawatiran, apakah petugas kesehatan memiliki pelatihan dan peralatan yang dibutuhkan dan aman, apakah tenaga kesehatan tahu cara mengambil sampel dengan benar, bagaimana pengecekan kesehatan di bandara dan perbatasan terhadap orang yang sakit, apakah laboratorium memiliki bahan kimia tepat untuk menguji sampel, apakah setiap masyarakat punya informasi yang benar dan tahu bagaimana penyakit tersebut, apakah kita siap menepis rumor dan informasi hoaks lalu melawannya dengan pesan informasi yang benar dan mudah dipahami orang, apakah suatu negara memiliki orang-orang di pihak yang sama dalam melawan wabah ini.
"Ini adalah pertanyaan yang harus siap dijawab oleh setiap Menteri Kesehatan sekarang. Ini adalah pertanyaan yang akan menjadi perbedaan antara satu kasus dan 100 kasus dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Jika jawaban untuk semua pertanyaan ini adalah tidak, negara Anda memiliki celah yang akan dieksploitasi oleh virus ini," tegas Tedros.
Bahkan, lanjut dia, negara-negara maju pun bisa saja terkejut akan keganasan yang bisa dilakukan oleh virus ini bila tidak siap dalam menghadapinya. Dia menegaskan bahwa epidemi yang terjadi di Korea Selatan, Italia, dan Iran menunjukkan kemampuan sebenarnya virus ini.
Tedros mengatakan bahwa WHO selalu menginformasikan virus COVID-19 berpotensi untuk menjadi pandemi pihaknya telah menyediakan alat untuk membantu setiap negara mempersiapkannya.
WHO telah mengirimkan alat uji laboratorium untuk 57 negara dan peralatan pelindung diri ke 85 negara yang membutuhkannya. WHO juga telah melatih 80 ribu petugas kesehatan melalui kursus dalam jaringan (daring) dalam berbagai bahasa.
WHO juga membuat panduan dengan aksi nyata yang bisa dilakukan setiap negara untuk mencegah, mendeteksi, dan mengelola kasus. Panduan tersebut juga mencakup indikator kinerja utama, perkiraan sumber daya yang diperlukan untuk persiapan menghadapi hingga 100 kasus.
"WHO siap mendukung setiap negara untuk mengembangkan rencana nasionalnya," kata Tedros.
Tedros menekankan bahwa virus COVID-19 ini sangat mungkin untuk dikendalikan. Informasi terbaru dari China menyebutkan bahwa virus ini tidak bisa menyebar secara langsung dalam komunitas masyarakat yang luas.
Di Guangdong, kata Tedros, para ilmuwan menguji lebih dari 320.000 sampel dari masyarakat dan hanya 0,14 persen yang positif COVID-19.
Selain itu dia juga mencontohkan negara yang terjadi kasus namun belum melaporkan kasus lagi selama lebih dari dua minggu yaitu Belgia, Kamboja, India, Nepal, Filipina, Rusia, Sri Lanka, dan Vietnam.
Menurut dia, virus COVID-19 bisa dikendalikan di negara tersebut karena masing-masing negara melakukan langkah-langkah awal yang agresif untuk mencegah penularan sebelum virus itu dapat berkembang.
"Sekali lagi, ini bukan waktunya untuk takut. Ini adalah waktu untuk mengambil tindakan sekarang, untuk mencegah infeksi dan menyelamatkan nyawa. Ketakutan dan kepanikan tidak membantu. Orang dapat memiliki masalah, dan memang demikian. Orang bisa khawatir, dan memang begitu. Yang paling penting adalah untuk tenang dan melakukan hal yang benar untuk melawan virus yang sangat berbahaya ini," kata Dirjen WHO itu..
Baca juga: WHO ungkap kasus COVID-19 bertambah ke sembilan negara
Baca juga: Melihat Pulau Sebaru, dari narkotika ke corona
Baca juga: WHO sebarkan optimisme COVID-19 dapat dikendalikan