Jakarta (ANTARA) - Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto menyampaikan bahwa sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) berperan penting dan strategis di era transisi energi Indonesia yang sedang lakukan saat ini.
“Peran industri hulu migas sangat besar dalam pemenuhan energi nasional selama masa transisi energi," kata Deendarlianto di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, industri hulu migas menjadi modal dasar dalam pembangunan nasional.
Energi berbasis migas banyak dipakai sebagai bahan baku utama industri, manufaktur, serta penunjang sektor transportasi dan logistik.
Misalnya, pada sektor transportasi, menuju Net Zero Emission 2060 pemanfaatan kendaraan listrik masih terkendala karena belum totalitas.
Menurut dia, pada masa-masa itu peran migas untuk sektor transportasi masih sangat kuat.
Oleh karenanya, pemimpin mendatang tidak boleh melupakan hulu migas dan harus terus mendorong sektor ini agar terus berkembang dengan menyelesaikan berbagai aturan dan kebijakan insentif investasi hulu migas.
Menurut mantan Kepala Pusat Studi Energi UGM itu, migas digunakan sebagai bahan baku utama metanol dan produk-produk turunannya seperti plastik dan petrokimia.
“Itu peran terbesar di industri hulu migas menuju era industrialisasi Indonesia ke depan terutama selama proses migrasi energi ke energi baru terbarukan,” ujar Deendarlianto.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, kebutuhan energi Indonesia mencapai 2,9 miliar setara barel minyak (SBM) pada 2050. Angka ini meningkat dari proyeksi 2040 yang sebanyak 2,1 miliar SBM.
Proyeksi peningkatan kebutuhan energi tersebut sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan pemerintah.
Menurut sektornya, kebutuhan energi akan didominasi oleh sektor industri dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata 3,9 persen per tahun.
Kemudian, sektor komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya juga terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk.
Adapun, laju pertumbuhan sektor transportasi diperkirakan lebih rendah dari sektor industri, yaitu 3,2 persen per tahun.
Menurut jenisnya, kebutuhan energi akhir masih didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM) dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,8 persen per tahun.
Ini terjadi karena penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien daripada peralatan energi lain.
Deendarlianto menjelaskan, Indonesia memiliki beberapa kebijakan yang memperkuat peran industri hulu migas, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Dalam peraturan pemerintah tersebut, target program energi nasional kita jelas untuk 2025-2050 itu ada baurannya berapa migas, batu bara, energi baru terbarukan,” kata dia.
Pemerintah telah menetapkan target bauran energi nasional untuk tahun 2025 yang terdiri dari bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen, gas bumi 22 persen, minyak bumi 25 persen, dan batubara 30 persen.
Menko Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan pada Oktober lalu juga menegaskan, sektor migas memiliki peran sangat penting dan strategis di semua negara.
Energi selalu menjadi motor penggerak bagi investasi dan industri baru yang pada ujungnya akan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Luhut mengajak semua pihak untuk memperkuat kolaborasi, kerja sama, dan inovasi demi mendukung keberlanjutan investasi di sektor hulu migas Indonesia dalam rangka mencapai target 1 juta BOPD minyak bumi dan 12 BSCFD gas pada 2030.
Oleh karenanya, dalam waktu dekat pemerintah akan merilis regulasi berupa Peraturan Presiden (Perpres).
"Tujuan perpres baru itu akan mengatur percepatan perizinan pengusahaan industri hulu migas. Finalisasi beberapa ketentuan dalam beleid anyar itu terus dilakukan," ujarnya.