Beirut (ANTARA) - Fatima Abdullah, bocah perempuan berusia delapan tahun, dengan penuh semangat mengulang pelajaran setelah hari pertamanya di sekolah di desa Saraain El Faouqa, Lembah Bekaa, Lebanon.
Meskipun negaranya tengah dilanda konflik, ia menyimpan harapan besar untuk tetap mengikuti sekolah di tahun ajaran baru.
Namun, sayangnya, suasana kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Penyeranta (pager) milik ayahnya meledak saat sedang dipegangnya, merenggut nyawa Fatima yang masih muda serta menghancurkan mimpi-mimpi bahagianya.
Fatima adalah salah satu dari 12 korban yang kehilangan nyawa pada Selasa (18/9) akibat ledakan langka dan dahsyat yang melibatkan ribuan perangkat komunikasi nirkabel yang dikenal sebagai pager, mengguncang Lebanon di tengah ketegangan yang disebabkan oleh serangan artileri dan drone Israel setiap hari, serta ancaman invasi.
Teman dan keluarganya mengenang Fatima dengan duka mendalam, menggambarkannya sebagai anak yang cerdas dan dicintai, dengan cita-cita besar untuk masa depan.
Bibinya yang juga bernama Fatima (48) menceritakan kepada Anadolu detik-detik terakhir kehidupan keponakannya yang memilukan.
Ia menjelaskan bahwa Fatima sedang belajar sendirian di dapur sementara saudara dan orang tuanya berada di luar rumah saat ledakan terjadi.
Dengan air mata yang mengalir di pipinya, ia berkata, “Fatima baru saja pulang dari hari pertama sekolahnya dengan penuh antusiasme. Dia adalah siswa teladan dan dicintai oleh semua orang.”
Teman Fatima, Ali Abdullah, yang berusia sembilan tahun, juga mengingat kejadian tragis tersebut.
“Fatima sedang duduk di sofa dan belajar ketika pager berbunyi. Dia mengambilnya untuk memberikannya kepada ayahnya yang sedang berada di luar, tetapi pager itu meledak di tangannya,” ujarnya kepada Anadolu.
Fatima kini menjadi simbol penderitaan Lebanon, dengan pengguna media sosial yang membagikan nama dan fotonya secara luas, menjadikannya wajah yang paling dikenal di antara para korban ledakan tersebut.
Warga Desa Saraain El Faouqa mengantarkan kepergian Fatima dalam sebuah upacara peringatan yang mengharukan pada Rabu.
Menteri Kesehatan Lebanon, Firas Alabiad, mengumumkan bahwa Mohammad Bilal King, anak berusia 11 tahun, juga termasuk di antara korban ledakan pager.
Sebelumnya pada Rabu, Hizbullah mengumumkan bahwa Mohammad dan tiga anggota partai lainnya, termasuk putra dari anggota parlemen Hizbullah Ali Ammar, akan dimakamkan di daerah Ghobeiry, Beirut selatan.
Pemerintah Lebanon dan Hizbullah menuduh Israel bertanggung jawab atas ledakan ribuan perangkat pager tersebut, bersumpah akan melakukan pembalasan atas kematian 12 orang, termasuk dua anak, serta melukai sekitar 2.800 lainnya.
Pada Rabu sore, gelombang baru ledakan perangkat komunikasi nirkabel di Lebanon menewaskan sedikitnya 14 orang lagi dan melukai lebih dari 450 lainnya.
Dalam dua hari kejadian ini, 26 orang tewas dan lebih dari 3.200 terluka.
Kantor Berita Nasional Lebanon melaporkan bahwa radio nirkabel juga meledak di tangan para pengguna di kota selatan Lebanon, Tyre.
Berbeda dengan pager, ledakan juga terjadi pada Rabu yang melibatkan perangkat "ICOM" yang secara eksklusif digunakan untuk operasi medis darurat di Lebanon selatan, yang menewaskan sembilan orang dan melukai lebih dari 300 orang.
Pager adalah perangkat kecil bertenaga baterai yang menerima pesan teks, audio, dan sinyal visual.
Perangkat ini biasanya digunakan untuk komunikasi oleh warga sipil dan pekerja kesehatan.
Penjabat Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, kemudian meyakinkan publik bahwa gelombang kedua ledakan perangkat nirkabel di Lebanon telah berakhir dan tidak ada korban baru yang dirawat di rumah sakit.
Israel tetap bungkam, dengan Kantor Perdana Menteri menjauhkan diri dari sebuah unggahan di media sosial yang kini telah dihapus oleh mantan ajudan dan juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Topaz Luk, yang mengisyaratkan bahwa Israel bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Gelombang baru ledakan ini terjadi di tengah serangan lintas batas antara Hizbullah dan Israel, dengan latar belakang serbuan brutal Israel di Jalur Gaza.
Serbuan itu telah menewaskan hampir 41.300 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, setelah serangan lintas batas ke Israel oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober tahun lalu.
Sumber: Anadolu