Mataram (ANTARA) - Universitas Mataram (Unram) memberikan pendampingan hukum terhadap lima mahasiswanya yang turut menjadi tersangka dalam kasus perusakan gerbang Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat (DPRD NTB) saat aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada pada 23 Agustus 2024.
Joko Jumadi, Dosen Fakultas Hukum Unram di Mataram, Kamis, menyampaikan bahwa dirinya sudah mendapatkan amanah sebagai utusan kampus untuk memberikan pendampingan hukum dari adanya penetapan lima mahasiswanya sebagai tersangka di Polda NTB.
"Kami dari Biro Hukum Unram, sudah diminta untuk memberikan pendampingan hukum terhadap adik-adik mahasiswa yang menjadi tersangka di Polda NTB," kata Joko.
Terkait adanya agenda pemanggilan terhadap para tersangka untuk menjalani pemeriksaan penyidik di Polda NTB pada Jumat (18/10), Joko memastikan akan turut hadir.
Baca juga: Kapolresta Pontianak menduga pelaku perusakan kuburan alami gangguan jiwa
"Tetap kami akan dampingi. Masak kasus-kasus di luar (kampus) kami dampingi, sedangkan kasus-kasus di dalam (kampus) tidak kami dampingi. Jadi, aman lah itu, tetap kami dari Biro Hukum Unram akan lakukan pendampingan," ujarnya.
Dengan adanya dukungan dari pihak kampus, Joko memastikan kasus hukum yang menyeret lima mahasiswanya sebagai tersangka tidak akan mengganggu perkuliahan mereka dan mempengaruhi dalam penilaian akademis di kampus.
"Perkuliahan, akademis di kampus (Unram)? Aman, Insya Allah, artinya proses akademis tidak akan terganggu dengan status mereka menjadi tersangka. Mereka tetap bisa menjalani studi di kampus," ucap dia.
Joko turut menyampaikan bahwa pihak kampus menanggapi kasus ini dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.
"Karena ini masih statusnya tersangka, jadi kami tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah," katanya.
Lebih lanjut, Joko bersama tim dari Biro Hukum Unram menyampaikan bahwa pihaknya menghargai proses hukum yang sedang berjalan di tahap penyidikan kepolisian.
Baca juga: Danrem 121/Abw ancam tindak tegas perusak patok batas Republik Indonesia
"Kami tidak mau berandai-andai dahulu di kasus ini. Pada intinya, kewenangan semua ada di penyidik, tentu kami percaya penyidik sudah punya sedikitnya dua alat bukti dalam penetapan tersangka. Maka dari itu, ikuti saja proses hukumnya seperti apa, kami hadapi lah," ujar Joko yang juga aktif memberikan pendampingan hukum pada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
Penetapan tersangka dalam kasus ini sesuai dengan penerbitan surat Nomor: S.Tap/152-157/RES.1.10/2024/Ditreskrimum Polda NTB. Ada enam mahasiswa menjadi tersangka dengan lima di antaranya dari Unram.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat sebelumnya menjelaskan bahwa penetapan tersangka dalam kasus ini sudah mendasar pada hasil gelar perkara di tahap penyidikan yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti perbuatan pidana.
Adapun enam mahasiswa yang menjadi tersangka dalam kasus ini berinisial HF, MA, MAG, DI, KS, dan RR.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan yang dilakukan secara bersama-sama terhadap barang.
Baca juga: China gelar latihan militer besar-besaran di Laut Kuning