Jakarta (ANTARA) - Dalam momentum peringatan Hari Anak Sedunia (HAS), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama pihak terkait menguatkan komitmen perlindungan anak di ranah dalam jaringan (daring).
“Penggunaan teknologi informasi di satu sisi menjadi kebutuhan, tetapi di sisi lain kita juga harus memikirkan risiko yang menyertainya. Momentum HAS menjadi kesempatan untuk memperkuat kesadaran, perubahan perilaku, dan perubahan paradigma terkait perlindungan anak di dunia digital," ujar Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati.
Dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, Ratna menyebutkan bahwa penguatan komitmen ini juga tercermin pada penyusunan kerangka regulasi di tingkat nasional.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital Alexander Sabar menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak di Ranah Daring merupakan dua peraturan yang saling mengisi.“PP Tunas sebagai peraturan operasional, berfokus pada penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang produknya berpotensi diakses oleh anak. Sementara itu, Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring sebagai peraturan strategis, memastikan seluruh ekosistem, mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, PSE, dan komunitas untuk bergerak dalam satu arah yang sama,” kata Alex.
Chief Executive Officer Save the Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar menyebutkan, sejak 2024 pihaknya telah bekerja sama dengan KemenPPPA melalui program First Click yang berfokus pada pencegahan, penanganan, dan advokasi kebijakan perlindungan anak di ranah digital.
“Ini adalah aksi kolaborasi. Dalam momentum HAS, kami mengajak seluruh pihak, yaitu kementerian/lembaga, sektor swasta, orang tua, sekolah, hingga komunitas untuk bersama-sama memerangi risiko digital dan memastikan ruang digital yang aman bagi anak,” kata Dessy.
Selain itu, LEGO Group turut memperkuat ekosistem perlindungan anak di ranah digital. Senior Manager Government and Public Affairs LEGO Group, Ardi Hendharto mengatakan pihaknya berkomitmen memastikan keamanan anak dalam produk digital yang dikembangkan LEGO Group.
Dalam mengembangkan ekosistem digital, LEGO Group menerapkan dua strategi utama, yaitu membangun ekosistem digital ramah anak, antara lain perlunya Verified Parental Control (VPC), sehingga orang tua dapat mengetahui seluruh aktivitas digital anak di aplikasi tersebut; Pro-Moderated Content untuk meminimalisasi terpublikasikannya konten yang tidak ramah anak; serta memastikan seluruh konten yang ada di aplikasi tersebut tanpa promosi dan transaksi.
“Kami bekerja sama dengan UNICEF mengembangkan Responsible Innovation in Technology for Children yang kita terjemahkan dalam LEGO Digital Design Principles for Kids. Ada 5 prinsip, yaitu agency, autonomy, fun, creativity, dan social connection,” kata Ardi.
Pihaknya juga mendorong peningkatan literasi digital keluarga melalui pendekatan yang sederhana dan mudah diterapkan. Menurutnya, program LEGO Build and Talk dirancang untuk membantu orang tua berdialog dengan anak mengenai keamanan digital, termasuk isu cyber bullying.
Berdasarkan survei LEGO Play Well Report, katanya, terjadi kesenjangan pengetahuan antara orang tua dan anak terkait isu keamanan digital. Ardi menyebutkan, 41 persen orang tua di Indonesia tidak nyaman berbicara tentang keamanan digital dan 49 persen merasa tidak memiliki pengetahuan memadai.
Hal ini, kata dia, menyebabkan 67 persen anak mengetahui lebih banyak soal dunia digital dibanding orang tuanya.
Senada, Director of Trust and Safety Grab Indonesia, Radhi Juniantino juga menyatakan komitmen Grab Indonesia dalam menyediakan layanan yang aman, nyaman, dan inklusif, termasuk bagi perempuan dan anak.
Radhi menjelaskan bahwa Grab Indonesia mengembangkan berbagai fitur untuk memastikan perjalanan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak, misalnya verifikasi wajah mitra, perekaman suara atau audio protect, trip monitoring, dan family account.
“Kami meluncurkan fitur family account yang memungkinkan anak berusia 13–20 tahun melakukan pemesanan secara mandiri dan orang tua menjadi admin untuk memantau langsung perjalanan anaknya," katanya.
Selain itu, pihaknya juga memastikan konten yang ada di aplikasi Grab termoderasi sehingga hanya menampilkan konten yang ramah anak dan remaja. Orang tua juga dapat memantau kolom chat, guna memastikan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan anak-anak dan remaja.
