Pontianak (ANTARA Kalbar) - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menyatakan, pemerintah tidak sepantasnya "mengkambinghitamkan" penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, menjadi penyebab kelebihan kuota BBM tersebut.
"Karena dari data yang ada persentase penyelewengan BBM bersubsidi hanya sekitar 0,04 persen per empat bulan terakhir, sehingga apakah pantas penyelewengan BBM itu berpengaruh signifikan atas melonjaknya kuota BBM bersubsidi," kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria saat dihubungi dari Pontianak, Rabu.
Sofyano menjelaskan, temuan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) atas Penyelewengan BBM bersubsidi dari Januari hingga April 2012, dengan total sekitar 644.700 LSP (liter setara premium) atau senilai Rp6,25 miliar, apabila dikaitkan dengan kuota bbm bersubsdi 2012 sekitar 40 juta kiloliter, maka bisa diasumsikan rata-rata penyaluran bbm bersubsidi setiap bulannya sekitar 3.3 miliar LSP (40 juta KL : 12 bulan) atau sebesar 13,2 miliar LSP per empat bulan atau sekitar 0,04 persen.
"Menurut saya temuan tersebut tidaklah sesuatu yang mengejutkan," ungkapnya.
Pada temuan lainnya, terkait BBM jenis MFO (marine fuel oil) senilai Rp105,04 miliar atau setara dengan 250,1 juta liter, tetapi temuan itu bagi publik bukanlah sesuatu yang mengejutkan, mengingat MFO adalah jenis BBM yang diperjualkan belikan dengan harga ke-ekonomian dan bukan jenis BBM bersubsidi.
"Yang menjadi pertanyaan kami, apakah temuan penyelewengan MFO berpengaruh pada anggaran subsidi dan terhadap kepentingan pemerintah dan negara," ujarnya.
Menurut dia, semuanya masyarakat pastinya mendukung upaya pemberantasan penyelewengan BBM bersubsidi. "Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah penyebab dominan membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi karena penyelewengan BBM bersubsidi," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Puskepi juga mempertanyakan aturan terkait larangan bagi kendaraan angkutan tertentu, seperti angkutan semen, batu bara, hasil tambang yang tidak dibenarkan membeli BBM bersubsidi.
Sebenarnya ketentuan tentang peruntukan penggunaan BBM bersubsidi, sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 55/2005 kemudian direvisi kembali lewat Perpres No. 9/2006, direvisi kembali lewat Perpres No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM tertentu.
"Ternyata dari semua Perpres tersebut tidak satupun terdapat pasal yang melarang kendaraan angkutan umum, pengangkut barang seperti semen, batu bara ataupun hasil tambang lainnya, untuk tidak boleh membeli BBM bersubsidi baik jenis premium ataupun solar pada SPBU," ungkapnya.
Dia menambahkan, pemerintah harusnya membuat aturan yang lebih tegas agar tidak membuat bingung masyarakat dan para operator di SPBU.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Karena dari data yang ada persentase penyelewengan BBM bersubsidi hanya sekitar 0,04 persen per empat bulan terakhir, sehingga apakah pantas penyelewengan BBM itu berpengaruh signifikan atas melonjaknya kuota BBM bersubsidi," kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria saat dihubungi dari Pontianak, Rabu.
Sofyano menjelaskan, temuan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) atas Penyelewengan BBM bersubsidi dari Januari hingga April 2012, dengan total sekitar 644.700 LSP (liter setara premium) atau senilai Rp6,25 miliar, apabila dikaitkan dengan kuota bbm bersubsdi 2012 sekitar 40 juta kiloliter, maka bisa diasumsikan rata-rata penyaluran bbm bersubsidi setiap bulannya sekitar 3.3 miliar LSP (40 juta KL : 12 bulan) atau sebesar 13,2 miliar LSP per empat bulan atau sekitar 0,04 persen.
"Menurut saya temuan tersebut tidaklah sesuatu yang mengejutkan," ungkapnya.
Pada temuan lainnya, terkait BBM jenis MFO (marine fuel oil) senilai Rp105,04 miliar atau setara dengan 250,1 juta liter, tetapi temuan itu bagi publik bukanlah sesuatu yang mengejutkan, mengingat MFO adalah jenis BBM yang diperjualkan belikan dengan harga ke-ekonomian dan bukan jenis BBM bersubsidi.
"Yang menjadi pertanyaan kami, apakah temuan penyelewengan MFO berpengaruh pada anggaran subsidi dan terhadap kepentingan pemerintah dan negara," ujarnya.
Menurut dia, semuanya masyarakat pastinya mendukung upaya pemberantasan penyelewengan BBM bersubsidi. "Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah penyebab dominan membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi karena penyelewengan BBM bersubsidi," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Puskepi juga mempertanyakan aturan terkait larangan bagi kendaraan angkutan tertentu, seperti angkutan semen, batu bara, hasil tambang yang tidak dibenarkan membeli BBM bersubsidi.
Sebenarnya ketentuan tentang peruntukan penggunaan BBM bersubsidi, sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 55/2005 kemudian direvisi kembali lewat Perpres No. 9/2006, direvisi kembali lewat Perpres No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM tertentu.
"Ternyata dari semua Perpres tersebut tidak satupun terdapat pasal yang melarang kendaraan angkutan umum, pengangkut barang seperti semen, batu bara ataupun hasil tambang lainnya, untuk tidak boleh membeli BBM bersubsidi baik jenis premium ataupun solar pada SPBU," ungkapnya.
Dia menambahkan, pemerintah harusnya membuat aturan yang lebih tegas agar tidak membuat bingung masyarakat dan para operator di SPBU.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012