Gunung Kidul (ANTARA Kalbar) - Makanan tradisional asal Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, "gatot" menjadi makanan favorit masyarakat setempat karena rasanya yang lezat, manis, dan gurih.
"Kami melakukan modifikasi makanan dari rasa dan pengolahan supaya menjadi camilan yang dapat dimakan setiap saat. Dulunya, gatot merupakan makanan pokok masyarakat Gunung Kidul, tapi seiring perkembangan zaman, gatot kami modifikasi sebagai makanan camilan," kata pemilik toko makanan tradisional "Yu Tum", Slamet Riyadi di Wonosari, Minggu.
Ia mengatakan, setelah dimodifikasi gatot disukai semua lapisan masyarakat, baik kaum muda, orang tua dari kalangan bawah hingga kalangan atas.
Slamet mengatakan, makanan yang terbuat dari ketela ini terus dilakukan modifikasi dan inovasi. Proses pembuatan gatot cukup panjang yakni ketela terlebih dahulu difermentasi sehingga timbul jamur, kemudian direndam dua malam sampai kenyal. Setelah itu ditiriskan, dicuci, dan diambil kulit arinya, dipotong-potong kecil-kecil kemudian kembali direndam satu malam.
"Dengan proses panjang tersebut, kemudian dikukus selama dua jam. Kalau suka manis, sebelum dimasak terlebih dulu dikasih gula merah. Tapi kalau mengingingkan rasanya gurih, setalah dikukus dicampur dengan garam dan parutan kelapa," kata Slamet.
Lebih lanjut, ia mengatakan, gatot merupakan makanan pokok masyarakat Gunung Kidul yang dimakan dengan sayuran sebagai pengganti nasi. Tapi seiring sejahteranya masyarakat Gunung Kidul gatot berubah menjadi makanan caminal sehari-hari.
"Memang masih ada masyarakat Gunung Kidul yang masih kurang mampu, tapi ketersedian beras, masyarakat menjadikan nasi sebagai makanan pokok bukan lagi gatot," kata dia.
Terkait, omzet penjualan di tokonya, ia mengatakan, tiap harinya ia mampu mengolah gatot hingga satu kuintal per harinya. Tapi Ramadhan ini, omzet penjualannya turun hingga 50 persen. Harga yang ditawarkannya antara Rp8.000 hingga Rp16.000 per paketnya.
"Omzet gatot turun, tapi kami optimistis omzet akan kembali naik saat Lebaran nanti," kata dia.
(KR-STR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Kami melakukan modifikasi makanan dari rasa dan pengolahan supaya menjadi camilan yang dapat dimakan setiap saat. Dulunya, gatot merupakan makanan pokok masyarakat Gunung Kidul, tapi seiring perkembangan zaman, gatot kami modifikasi sebagai makanan camilan," kata pemilik toko makanan tradisional "Yu Tum", Slamet Riyadi di Wonosari, Minggu.
Ia mengatakan, setelah dimodifikasi gatot disukai semua lapisan masyarakat, baik kaum muda, orang tua dari kalangan bawah hingga kalangan atas.
Slamet mengatakan, makanan yang terbuat dari ketela ini terus dilakukan modifikasi dan inovasi. Proses pembuatan gatot cukup panjang yakni ketela terlebih dahulu difermentasi sehingga timbul jamur, kemudian direndam dua malam sampai kenyal. Setelah itu ditiriskan, dicuci, dan diambil kulit arinya, dipotong-potong kecil-kecil kemudian kembali direndam satu malam.
"Dengan proses panjang tersebut, kemudian dikukus selama dua jam. Kalau suka manis, sebelum dimasak terlebih dulu dikasih gula merah. Tapi kalau mengingingkan rasanya gurih, setalah dikukus dicampur dengan garam dan parutan kelapa," kata Slamet.
Lebih lanjut, ia mengatakan, gatot merupakan makanan pokok masyarakat Gunung Kidul yang dimakan dengan sayuran sebagai pengganti nasi. Tapi seiring sejahteranya masyarakat Gunung Kidul gatot berubah menjadi makanan caminal sehari-hari.
"Memang masih ada masyarakat Gunung Kidul yang masih kurang mampu, tapi ketersedian beras, masyarakat menjadikan nasi sebagai makanan pokok bukan lagi gatot," kata dia.
Terkait, omzet penjualan di tokonya, ia mengatakan, tiap harinya ia mampu mengolah gatot hingga satu kuintal per harinya. Tapi Ramadhan ini, omzet penjualannya turun hingga 50 persen. Harga yang ditawarkannya antara Rp8.000 hingga Rp16.000 per paketnya.
"Omzet gatot turun, tapi kami optimistis omzet akan kembali naik saat Lebaran nanti," kata dia.
(KR-STR)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012