Denpasar (ANTARA Kalbar) - Penampahan Galungan, sehari menjelang Hari Raya Galungan, hari raya besar umat Hindu dalam memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) di Bali memotong ribuan ekor babi secara massal.

Pemotongan babi secara serentak pada Selasa pagi (28/8) dilakukan warga masyarakat di berbagai pelosok pedesaan maupun perkotaan.

Pemotongan babi dilakukan secara patungan, satu ekor dengan berat lebih dari 100 kilogram dibagi 10-15 kepala keluarga (KK) yang dibagi secara merata. Bahkan masyarakat yang mampu dalam bidang ekonomi memotong seekor babi, sebagian dagingnya diberikan kepada keluarga dekat.

Masyarakat Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sekitar 25 km barat daya Denpasar, misalnya, melakukan pemotongan babi secara bersama-sama itu pada pagi hari, meskipun diguyur hujan, sehingga menjelang matahari terbit pemotongan itu sudah selesai.

Masing-masing kepala keluarga memperoleh bagian enam sampai tujuh kilogram daging, untuk selanjutnya bersama anggota keluarga diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali.

Sementara kelompok sekaa gong juga melakukan pemotongan yang sama, demikian pula KK lainnya sehingga sekitar 256 KK di banjar Ole dan banjar-banjar lainnya di Bali melakukan hal yang sama.

Meskipun Bali melakukan pemotongan babi secara massal dalam jumlah  ribuan ekor pada hari Penampahan Galungan itu, tidak sampai mendatangkan babi dari luar Bali, seperti yang pernah dialami beberapa tahun lalu, karena daerah ini telah memiliki persediaan babi yang siap panen dalam jumlah memadai.

Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Putu Sumantra, ternak babi dengan berat lebih dari 100 kg per ekor maupun stok daging babi tersedia dalam jumlah kebutuhan konsumsi masyarakat menyambut Hari Raya Galungan.

Dinas peternakan di delapan kabupaten dan satu kota di Bali sedikitnya mempunyai persediaan 200.000 ekor babi yang siap potong untuk kepentingan Galungan. Dari jumlah yang tersedia itu yang dikonsumsi maksimal 100.000 ekor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan.

Sedangkan masyarakat pedesaan jauh sebelumnya sudah menyiapkan babi piaraannya untuk dipotong pada penampahan Galungan, sehingga pemotongan babi secara massal itu tidak menjadi masalah.

Umat Hindu dalam menyiapkan perayaan Galungan juga memotong ayam untuk kelengkapan ritual maupun konsumsi. Hal itupun telah diantisipasi dengan mempunyai persediaan 36 juta ekor ayam.

Persediaan itu jauh dari memadai, karena Bali pada hari-hari normal hanya mengkonsumsi 90 ekor -100.000 ekor/hari, sehingga diharapkan tidak terjadi lonjakan harga, baik daging ayam maupun daging babi.

Meskipun tersedia persediaan dalam jumlah memadai, kenaikan harga daging babi maupun ayam tetap terjadi, karena masyarakat banyak membutuhkan dalam waktu yang bersamaan.

Menjelang Hari Raya Galungan harga daging babi di Bali sekitar Rp38.000/kg, naik Rp2.000-hingga Rp3.000 dari hari-hari biasanya.

Kenaikan harga daging selama ini, baik daging babi maupun daging ayam akibat naiknya biaya jasa pemotongan, tutur  Putu Sumatra.

Berbagai Menu
Masing-masing keluarga pada hari penampahan Galungan mengolah daging babi dalam berbagai jenis menu makanan khas Bali. Ada yang diolah menjadi lawar dan "be balung" untuk makan hari ini dan besok.

Sementara sebagian lainnya diolah menjadi "be urutan" yang dikeringkan di bawah terik matahari, sehingga tahan hingga Hari Raya Kuningan, rangkaian hari raya Galungan yang jatuh sepuluh hari berikutnya.

Hampir setiap KK mengolah daging babi itu menjadi menu lawar,  "be urutan" dan "be balung", termasuk daging yang dimasak dipadukan dengan ares (batang pohon pisang).

Pan Angga (45), salah seorang warga Banjar Ole yang lokasinya bersebelahan dengan Taman Pahlawan Pujaan Bangsa Margarana,  mejelaskan, masing-masing masyarakat mempunyai selera tersendiri dalam mengolah daging babi tersebut.

Masyarakat memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengolah menu makanan tersebut, sehingga tidak mengherankan dalam memasak untuk warga desa adat dalam satu kegiatan ritual, dalam meracik menu lawar, terlebih dulu dicicipi oleh beberapa orang.

Kuncinya ada pada campuran bumbu-bumbuan saat menghidangkan makanan, apakah ingin rasa pedas atau biasa. Hal itu sangat tergantung pada selera. Hal itu jauh lebih mudah meracik lawar untuk konsumsi satu keluarga yang umumnya mempunyai selera yang sama.

Masing-masing keluarga pada hari penampahan Galungan itu menyajikan aneka jenis makanan khas tradisional Bali sehingga mengundang kegairahan untuk menikmatinya.

Dalam proses pengolahan menu makanan tersebut tetap memerlukan seni dan keterampilan, sehingga menu Galungan tampak indah, bersih, sedap dipandang dan enak dinikmati.

 (I006)

Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012