Pontianak (ANTARA Kalbar) – Perayaan Lebaran menjadi momen yang sangat membahagiakan bagi umat Muslim yang ada di seluruh dunia, karena hari Idul Fitri tersebut merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses ibadah selama bulan Ramadhan.
Muslim di Kalbar juga memanfaatkan Idul Fitri untuk saling mengunjungi, silaturahmi dan saling bermaaf-maafan di antara kerabat, sahabat, dan tetangga. Namun di sela saling mengunjungi, bagi Muslim di perbatasan, khususnya Entikong, makanan dan minuman yang terhidang untuk tamu-tamu sangat dominan produk yang berasal dari negeri Jiran, Malaysia. Mulai dari minuman kaleng, permen, kue-kue kering, hingga pernak-pernik rumah pun buatan Malaysia.
"Baju yang kita dan keluarga pakai, juga dibeli dari Malaysia," kata Indriyati, warga kecamatan Entikong, Sanggau.
Setiap tahun menjelang Lebaran, para warga perbatasan sudah berbelanja ke wilayah Sarawak. Atau membeli di warung-warung di kabupaten Sanggau, yang ternyata juga “kulakan†dari Malaysia. Dengan pagu maksimal 600 ringgit per bulannya -sesuai kesepakatan Sosek Malindo -, warga berbelanja apa saja untuk kebutuhan selama Ramadhan dan lebaran.
"Setiap tahun kita memang selalu membeli minuman kaleng yang berasal dari Malaysia. Justru minuman kaleng ini dominan dari sana karena banyak di jual di supermarket bahkan toko-toko kecil," kata Indriyati.
Nurhadiansyah, juga warga Entikong, mengungkapkan sulitnya untuk mendapatkan produk-produk dari Indonesia saat Lebaran. Bahkan untuk bahan pembuat kue seperti tepung, gula, telur, susu kental manis dan kebutuhan Lebaran lainnya seperti sirup, sangat terbatas ditemukan di Entikong.
"Kalaupun ada, harganya sangat mahal. Makanya masyarakat banyak yang membeli produk dari Malaysia," katanya.
Harga tinggi dan ketersediaan barang yang sedikit selalu menjadi alasan warga perbatasan tidak memilih produk asal Indonesia. Sebaliknya produk Malaysia mudah didapatkan dan harganya lebih murah, sehingga bagi warga perbatasan memudahkan keperluan hidupnya, baik di hari-hari biasa atau hari-hari keagamaan, seperti Lebaran ini.
Salah seorang tokoh masyarakat Sanggau, Nasri Alisan menyatakan, walau berlebaran menggunakan produk Malaysia, masyarakat Muslim di daerah perbatasan tetap merayakan dengan suka cita.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Sanggau itu mengungkapkan ketergantungan warga daerah perbatasan terhadap produk Malaysia sudah merupakan hal wajar, karena secara geografis lebih dekat ke Sarawak Malaysia, disamping infrastruktur jalan yang lebih baik ke negeri Jiran sehingga memudahkan untuk melintas antarnegara.
"Di perbatasan banyak desa lebih dekat dengan Malaysia, baik jalan darat maupun sungai, dari pada ke ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten.†Jadi wajarlah banyak produk Malaysia yang dikonsumsi warga perbatasan, terlebih di hari Lebaran ini," katanya.
Untuk pergi ke Sarawak, bagi warga perbatasan cukup mudah. "Kami bisa ke Malaysia cukup dengan menggunakan kartu lintas batas, makanya kita bisa mengunjungi keluarga atau sahabat yang berada di Malaysia," kata Indriyati.
Karena itu saat Lebaran, walau jumlah Muslim tidak mayoritas di perbatasan, suasananya tetap menyenangkan. Kerabat dari Sarawak juga hadir mengunjungi rumah mereka di Kalbar. Mereka berkunjung melalui jalan terdekat, baik jalan yang melalui pos pemeriksaan lintas batas atau pun jalan "tikus" (tak resmi).
Sebaliknya, seperti Nurhadiansyah, WNI yang usahanya mengelola rumah makan di Serian, Sarawak, juga melakukannya. Ia yang yang memiliki kerabat dan pelanggan di Sarawak, setiap tahun mentradisikan mengunjungi ke luar negeri di Idul Fitri.
"Kita berlebaran antarnegara," kata Nurhadiansyah tersenyum.
Sementara itu para teman dan tetangga yang non-Muslim, mereka memberikan selamat Idul Fitri dengan mengunjungi rumah warga Muslim. Seperti terjadi di desa-desa perbatasan, antara lain di Desa Palapasang, Suruh Tembawang dan desa lainnya yang memang didominasi masyarakat Dayak yang beragama Kristen, kegiatan warga Muslim tetap dilakukan suka cita.
Saat Lebaran, masyarakat non-Muslim akan bersilaturahim ke rumah masyarakat Muslim, sama halnya saat Natal, masyarakat Muslim akan datang ke rumah masyarakat yang merayakannya.
Kegiatan saling mengunjungi dalam merayakan hari besar keagamaan, seperti Lebaran ini tetap mengokohkan hubungan harmonis Muslim dan mayoritas non-Muslim."Hubungan dan kerukunan beragama di perbatasan tetap terjaga baik," kata Nasri.
(PSO-171)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Muslim di Kalbar juga memanfaatkan Idul Fitri untuk saling mengunjungi, silaturahmi dan saling bermaaf-maafan di antara kerabat, sahabat, dan tetangga. Namun di sela saling mengunjungi, bagi Muslim di perbatasan, khususnya Entikong, makanan dan minuman yang terhidang untuk tamu-tamu sangat dominan produk yang berasal dari negeri Jiran, Malaysia. Mulai dari minuman kaleng, permen, kue-kue kering, hingga pernak-pernik rumah pun buatan Malaysia.
"Baju yang kita dan keluarga pakai, juga dibeli dari Malaysia," kata Indriyati, warga kecamatan Entikong, Sanggau.
Setiap tahun menjelang Lebaran, para warga perbatasan sudah berbelanja ke wilayah Sarawak. Atau membeli di warung-warung di kabupaten Sanggau, yang ternyata juga “kulakan†dari Malaysia. Dengan pagu maksimal 600 ringgit per bulannya -sesuai kesepakatan Sosek Malindo -, warga berbelanja apa saja untuk kebutuhan selama Ramadhan dan lebaran.
"Setiap tahun kita memang selalu membeli minuman kaleng yang berasal dari Malaysia. Justru minuman kaleng ini dominan dari sana karena banyak di jual di supermarket bahkan toko-toko kecil," kata Indriyati.
Nurhadiansyah, juga warga Entikong, mengungkapkan sulitnya untuk mendapatkan produk-produk dari Indonesia saat Lebaran. Bahkan untuk bahan pembuat kue seperti tepung, gula, telur, susu kental manis dan kebutuhan Lebaran lainnya seperti sirup, sangat terbatas ditemukan di Entikong.
"Kalaupun ada, harganya sangat mahal. Makanya masyarakat banyak yang membeli produk dari Malaysia," katanya.
Harga tinggi dan ketersediaan barang yang sedikit selalu menjadi alasan warga perbatasan tidak memilih produk asal Indonesia. Sebaliknya produk Malaysia mudah didapatkan dan harganya lebih murah, sehingga bagi warga perbatasan memudahkan keperluan hidupnya, baik di hari-hari biasa atau hari-hari keagamaan, seperti Lebaran ini.
Salah seorang tokoh masyarakat Sanggau, Nasri Alisan menyatakan, walau berlebaran menggunakan produk Malaysia, masyarakat Muslim di daerah perbatasan tetap merayakan dengan suka cita.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Sanggau itu mengungkapkan ketergantungan warga daerah perbatasan terhadap produk Malaysia sudah merupakan hal wajar, karena secara geografis lebih dekat ke Sarawak Malaysia, disamping infrastruktur jalan yang lebih baik ke negeri Jiran sehingga memudahkan untuk melintas antarnegara.
"Di perbatasan banyak desa lebih dekat dengan Malaysia, baik jalan darat maupun sungai, dari pada ke ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten.†Jadi wajarlah banyak produk Malaysia yang dikonsumsi warga perbatasan, terlebih di hari Lebaran ini," katanya.
Untuk pergi ke Sarawak, bagi warga perbatasan cukup mudah. "Kami bisa ke Malaysia cukup dengan menggunakan kartu lintas batas, makanya kita bisa mengunjungi keluarga atau sahabat yang berada di Malaysia," kata Indriyati.
Karena itu saat Lebaran, walau jumlah Muslim tidak mayoritas di perbatasan, suasananya tetap menyenangkan. Kerabat dari Sarawak juga hadir mengunjungi rumah mereka di Kalbar. Mereka berkunjung melalui jalan terdekat, baik jalan yang melalui pos pemeriksaan lintas batas atau pun jalan "tikus" (tak resmi).
Sebaliknya, seperti Nurhadiansyah, WNI yang usahanya mengelola rumah makan di Serian, Sarawak, juga melakukannya. Ia yang yang memiliki kerabat dan pelanggan di Sarawak, setiap tahun mentradisikan mengunjungi ke luar negeri di Idul Fitri.
"Kita berlebaran antarnegara," kata Nurhadiansyah tersenyum.
Sementara itu para teman dan tetangga yang non-Muslim, mereka memberikan selamat Idul Fitri dengan mengunjungi rumah warga Muslim. Seperti terjadi di desa-desa perbatasan, antara lain di Desa Palapasang, Suruh Tembawang dan desa lainnya yang memang didominasi masyarakat Dayak yang beragama Kristen, kegiatan warga Muslim tetap dilakukan suka cita.
Saat Lebaran, masyarakat non-Muslim akan bersilaturahim ke rumah masyarakat Muslim, sama halnya saat Natal, masyarakat Muslim akan datang ke rumah masyarakat yang merayakannya.
Kegiatan saling mengunjungi dalam merayakan hari besar keagamaan, seperti Lebaran ini tetap mengokohkan hubungan harmonis Muslim dan mayoritas non-Muslim."Hubungan dan kerukunan beragama di perbatasan tetap terjaga baik," kata Nasri.
(PSO-171)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012