PBB, New York (ANTARA Kalbar) - Para pemimpin Muslim serentak di PBB pekan ini menyatakan Barat bersembunyi di belakang pembelaannya mengenai kebebasan berbicara dan tak mempedulikan kepekaan budaya terkait dengan cercaan anti-Islam yang telah mencuatkan kekhawatiran mengenai meluasnya perpecahan budaya Timur-Barat.
Rekaman video yang dibuat di California dan menghujat Nabi Muhammad SAW sebagai "orang bodoh" memicu penyerbuan terhadap Kedutaan Besar AS dan kedutaan besar lain Barat di banyak negara Islam serta pemboman bunuh diri di Afghanistan pada September. Krisis tersebut bertambah parah ketika satu majalah Prancis menerbitkan karikatur yang lagi-lagi menghina Nabi Muhammad SAW.
Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan sudah tiba waktunya untuk mengakhiri perlindungan bagi Islamfobia yang menyamar sebagai "kebebasan berbicara".
"Sayangnya, Islamfobia juga telah menjadi bentuk baru rasisme seperti anti-Semit. Itu tak lagi bisa ditolerir dengan kedok 'kebebasan berpendapat'. Kebebasan bukan berarti anarki," kata Davutoglu di Sidang Majelis Umum PBB, yang memiliki 193 negara anggota, Jumat (28/9), sebagaimana dikutip Reuters.
Presiden Mesir Mohamed Moursi, yang baru terpilih, menyuarakan sentimen serupa di dalam pidatonya pada Rabu (26/9).
"Mesir menghormati kebebasan berpendapat, kebebasan berpendapat yang tidak digunakan untuk menghasut kebencian terhadap siapa pun," katanya. "Kami mengharapkan dari pihak lain, sebagaimana mereka mengharapkan dari kami, bahwa mereka menghormati kekhususan budaya kami dan ajaran agama, dan tidak memaksakan konsep atau kebudayaan yang tak dapat diterima atas kami."
Negara Barat yang mendukung perlawanan telah mendesak semua negara itu agar secepatnya mendorong "bentuk demokrasi dan berpegang sekuat mungkin pada prinsip hak asasi manusia dan kebebasan dasar".
Mereka khawatir versi Islam yang lebih "membajak gerakan protes". Kebanyakan pembicara dari Barat di PBB membela kebebasan berbicara, tapi menjauh dari seruan oleh para pemimpin Muslim bagi larangan internasional atas segala bentuk penghujatan.
Saat mengulangi pengutukannya atas video itu, Presiden AS Barack Obama dengan tegas membela kebebasan berbicara, sehingga membuat gusa para pemimpin itu.
Benturan peradaban
Ketika berbicara setelah Obama, Presiden Asif Ali Zardari dari Pakistan --tempat lebih dari selusin orang tewas dalam protes terhadap film anti-Islam-- menuntut penghinaan agama dijadikan tindak kejahatan.
"Masyarakat internasional tak boleh menjadi pengamat yang bungkam dan mesti menjadikan sebagai kejahatan tindakan semacam itu yang merusak perdamaian dunia dan membahayakan keamanan dunia dengan menyelewengkan kebebasan berpendapat," katanya.
Sebanyak 150 pemrotes, yang menunjukkan kemarahan, menuntut "keadilan" dan meneriakkan "tak ada Tuhan selain Allah" di luar gedung PBB, Kamis (27/9). Satu spanduk bertuliskan, "Menghujat Nabi kami harus dijadikan kejahatan di PBB."
Menteri luar negeri dari 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) bertemu, Jumat. Film tersebut menjadi agenda utama.
"Kejadian ini memperlihatkan konsekuensi serius dari pelecehan terhadap prinsip kebebasan berpendapat di satu pihak dan kebebasan berdemonstrasi di pihak lain," kata Sekretaris Jenderal OIC Ekmeleddin Ihsanoglu kepada wartawan.
(Reuters/C003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Rekaman video yang dibuat di California dan menghujat Nabi Muhammad SAW sebagai "orang bodoh" memicu penyerbuan terhadap Kedutaan Besar AS dan kedutaan besar lain Barat di banyak negara Islam serta pemboman bunuh diri di Afghanistan pada September. Krisis tersebut bertambah parah ketika satu majalah Prancis menerbitkan karikatur yang lagi-lagi menghina Nabi Muhammad SAW.
Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan sudah tiba waktunya untuk mengakhiri perlindungan bagi Islamfobia yang menyamar sebagai "kebebasan berbicara".
"Sayangnya, Islamfobia juga telah menjadi bentuk baru rasisme seperti anti-Semit. Itu tak lagi bisa ditolerir dengan kedok 'kebebasan berpendapat'. Kebebasan bukan berarti anarki," kata Davutoglu di Sidang Majelis Umum PBB, yang memiliki 193 negara anggota, Jumat (28/9), sebagaimana dikutip Reuters.
Presiden Mesir Mohamed Moursi, yang baru terpilih, menyuarakan sentimen serupa di dalam pidatonya pada Rabu (26/9).
"Mesir menghormati kebebasan berpendapat, kebebasan berpendapat yang tidak digunakan untuk menghasut kebencian terhadap siapa pun," katanya. "Kami mengharapkan dari pihak lain, sebagaimana mereka mengharapkan dari kami, bahwa mereka menghormati kekhususan budaya kami dan ajaran agama, dan tidak memaksakan konsep atau kebudayaan yang tak dapat diterima atas kami."
Negara Barat yang mendukung perlawanan telah mendesak semua negara itu agar secepatnya mendorong "bentuk demokrasi dan berpegang sekuat mungkin pada prinsip hak asasi manusia dan kebebasan dasar".
Mereka khawatir versi Islam yang lebih "membajak gerakan protes". Kebanyakan pembicara dari Barat di PBB membela kebebasan berbicara, tapi menjauh dari seruan oleh para pemimpin Muslim bagi larangan internasional atas segala bentuk penghujatan.
Saat mengulangi pengutukannya atas video itu, Presiden AS Barack Obama dengan tegas membela kebebasan berbicara, sehingga membuat gusa para pemimpin itu.
Benturan peradaban
Ketika berbicara setelah Obama, Presiden Asif Ali Zardari dari Pakistan --tempat lebih dari selusin orang tewas dalam protes terhadap film anti-Islam-- menuntut penghinaan agama dijadikan tindak kejahatan.
"Masyarakat internasional tak boleh menjadi pengamat yang bungkam dan mesti menjadikan sebagai kejahatan tindakan semacam itu yang merusak perdamaian dunia dan membahayakan keamanan dunia dengan menyelewengkan kebebasan berpendapat," katanya.
Sebanyak 150 pemrotes, yang menunjukkan kemarahan, menuntut "keadilan" dan meneriakkan "tak ada Tuhan selain Allah" di luar gedung PBB, Kamis (27/9). Satu spanduk bertuliskan, "Menghujat Nabi kami harus dijadikan kejahatan di PBB."
Menteri luar negeri dari 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) bertemu, Jumat. Film tersebut menjadi agenda utama.
"Kejadian ini memperlihatkan konsekuensi serius dari pelecehan terhadap prinsip kebebasan berpendapat di satu pihak dan kebebasan berdemonstrasi di pihak lain," kata Sekretaris Jenderal OIC Ekmeleddin Ihsanoglu kepada wartawan.
(Reuters/C003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012