Solo (ANTARA Kalbar) - Produksi teh Indonesia terus merosot, sepuluh tahun yang lalu berada pada peringkat lima besar penghasil teh dunia, tetapi sekarang turun menjadi pada posisi tujuh besar dan kalah dengan produksi Negara Vietnam dan Turki.

Merosotnya produksi komoditas teh ini salah satunya disebabkan banyak perkebunan teh rakyat yang dibabat digantikan tanaman lain seperti sayur-sayuran, karet dan lain-lain, kata Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Rachmat Badruddin, Jumat.

Di sela-sela menghadiri acara Solo International Tea Festival (SITF) itu, Rachmat mengatakan, dalam sepuluh tahun terakhir kebun teh rakyat yang dibabat ada sekitar 30.000 hektare dan sekarang ini lahan kebun teh secara keseluruhan tinggal 120.000 hektare, tersebar di Pulau Jawa dan Sumatra, dengan produksi sekitar 130 ton/tahun.


"Kebun-kebun teh yang ada sekarang sebagian besar di kelola oleh badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta, sementara untuk kebun teh rakyat tinggal sedikit," katanya.

Perkebunan teh rakyat sekarang ini perlu kembali digalakkan, karena disamping menyerap tenaga kerja yang banyak, juga bisa menahan erosi. "Teh itu bisa hidup di dataran tinggi, kalau lahan itu tehnya dibabat habis jelas akan terjadi erosi dan banjir juga tidak bisa dielekkan. Anda bisa membayangkan sendiri kalau didataran tinggi itu semua ditanami sayur apa yang akan terjadi kalau pada musim penghujan banjir pasti itu," katanya.

Dikatakan untuk kembali membangkitkan semangat teh rakyat Dewan teh Indonesia juga telah mendapatkan bantuan dana dari WHO sebesar 1,2 juta dolar Amerika Serikat. Dana itu untuk mengembangkan tanaman teh rakyat seluas 800 hektare di daerah Jawa Barat.

"Kami juga sudah melaporkan kondisi teh Indonesia kepada kementerian terkait agar ada perhatian mengenai masalah teh rakyat itu. Ya kalau dari WHO saja perhatian ini masak untuk kita tidak ada perhatian sama sekali ini kan terlalu," katanya.

(J005)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012