Jakarta (ANTARA Kalbar) - Kantor Berita Antara mengecam keras tindak kekerasan yang dialami Rian FB Anggoro, pewarta Antara Biro Riau, dan sejumlah wartawan lain, oleh oknum TNI saat meliput insiden jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU.

Pesawat Hawk 200 jatuh di sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Selasa.

"Kami mengutuk kekerasan terhadap wartawan Antara dan mendesak pimpinan TNI-AU dan Polisi Militer TNI untuk menindak tegas para pelaku penganiayaan bahkan memproses secara hukum melalui peradilan militer," kata Wakil Pemimpin Redaksi Perum LKBN Antara Akhmad Kusaeni di Jakarta, Selasa.

 Selain Rian, lima wartawan yang dianiaya sejumlah prajurit TNI Angkatan Udara dari Pangkalan Udara Roesmin Norjadin tersebut adalah  Didik Herwanto (fotografer Riaupos, Jawapos Grup), Fakhri Rubianto (reporter Riau Televisi), Ari (TV One), Irwansyah (reporter RTV) dan Andika (fotografer Vokal).

Penganiayaan terhadap keenam wartawan itu berupa pemukulan, perampasan alat-alat kerja bahkan ada wartawan yang diinjak-injak dan dicekik.

"Saya sudah telepon Rian dan ia mengatakan sudah di visum di rumah sakit dan mendapat pukulan di badan dan cakaran di leher. Kameranya dirampas dan dikembalikan dalam keadaan rusak," kata Akhmad Kusaeni.

Menurut Kusaeni yang juga Sekretaris Forum Pemred Indonesia, kegiatan jurnalistik Rian dan teman-teman wartawan Riau harus mendapat perlindungan aparat TNI dan bukan dipukuli.

Apalagi mereka tidak melanggar parameter karena belum ada "police line", di tempat kejadian.

Kusaeni menegaskan wartawan yang melakukan tugas jurnalistik dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Karena itu, tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak saja menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugasnya, tapi juga menghalangi publik memperoleh informasi dan berita yang benar.

"Pelaku harus dihukum, jangan ada impunitas terhadap pelaku kekerasan," ujarnya seraya menambahkan bahwa oknum TNI yang melakukan kekerasan jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia dan termasuk menghalang-halangi tugas wartawan.

Ia sangat menyesalkan penganiayaan tersebut karena semestinya prajurit TNI tidak perlu menghalang-halangi tugas wartawan.

"Prajurit TNI seharusnya kooperatif bahkan semestinya ada keterangan resmi yang disampaikan kepada wartawan seputar musibah pesawat jatuh itu," katanya.

Kusaeni mengakui sulit untuk mempercayai masih adanya tindak premanisme yang dilakukan sejumlah prajurit terhadap wartawan.  

"Kenapa bisa aparat sampai melukai fisik dan juga merampas kamera wartawan, ini harus jadi atensi bagi Kepala Staf TNI-AU dan Panglima TNI," demikian Akhmad Kusaeni.

    
(A017/Z003)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012