Pontianak (ANTARA Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak, Senin, menyurati Konsulat Malaysia di Pontianak terkait vonis hukuman gantung hingga mati oleh majelis hakim Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Malaysia, terhadap dua warga Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21) dengan tuduhan pembunuhan.

"Isi surat tersebut, intinya kami minta agar pengadilan tinggi Malaysia menjatuhkan vonis seadil-adilnya kepada kedua warga Kota Pontianak," kata Sutarmidji seusai melakukan pertemuan dengan Konsul Malaysia di Pontianak.

Sutarmidji menjelaskan, proses hukum yang akan dilalui masih panjang, karena masih ada tahapan banding (Mahkamah Rayuan) yang kemudian dilanjutkan ke tingkat Mahkamah Persekutuan atau tingkat banding di Indonesia.

"Karena kasusnya di negeri Selangor, maka kalau minta pengampunan setelah putusan Mahkamah Persekutuan itu kepada Raja Selangor," ujar Sutarmidji.

Wali Kota Pontianak menyatakan, setelah melakukan pertemuan secara tertutup dengan Konsul Malaysia. "Beliau menyatakan, kasus itu paling cepat selesai 19 bulan. Bahkan ada kasus yang baru diputuskan oleh Mahkamah Persekutuan hingga tujuh tahun," katanya.

Sutarmidji optimistis, kedua warga Pontianak itu bisa lolos dari hukuman gantung. "Semuanya tergantung bagaimana upaya pemerintah pusat dan Kementerian Luar Negeri RI menyiapkan pengacara yang handal untuk mengungkap dan membuktikan kejadian yang sebenarnya, karena hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia, saya yakin ada titik cerah untuk yang bersangkutan terbebas dari hukuman gantung," katanya.

Pemkot Pontianak juga menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pihak keluarga, apabila ingin menjenguk kedua anaknya di Malaysia, tentunya harus di dampingi oleh pihak KBRI, kata Sutarmidji.

Sebelumnya, Tokoh warga Tionghoa Pontianak Andreas Acui Simanjaya mendesak, pemerintah dan aparat hukum Malaysia, menerapkan hukum yang seadil-adilnya pada kasus dua warga negara Indonesia (warga Pontianak) yang divonis hukuman gantung sampai mati oleh pengadilan Malaysia.

"Hasil investigasi kami, pemerintah dan hukum Malaysia jelas-jelas membela warganya tanpa melihat fakta hukum yang sebenarnya, dalam memutuskan vonis pada Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21), yang dituduh telah membunuh Kharti Raja, seorang pencuri (warga Malaysia, etnis India)," katanya.

Ia menjelaskan, sudah jelas-jelas pencuri tersebut (warga negara Malaysia) mati karena overdosis, tetapi kenapa pengadilan Malaysia malah memvonis hukuman mati Frans Hiu dan Dharry Frully.

"Hasil investigasi kami, pencuri itu bukan mati karena dipukul, tetapi mati karena overdosis," ungkapnya.

Tokoh masyarakat Tionghoa Pontianak tersebut, meminta keadilan dalam kasus itu. "Apalagi negara kita banyak mengampuni warga negara Malaysia, yang terlibat narkoba dan sebagainya," ujarnya.

Dua warga Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully (21) divonis hukuman gantung Hakim Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor, Malaysia, karena terbukti bersalah menghilangkan nyawa orang lain.

Kejadiannya pada 3 Desember 2010. Frans dan Dharry yang merupakan penjaga rental video games di Sepang, terjaga saat mendengar ada suara gaduh dari lantai atas.

Seorang pencuri, Kharta Raja, masuk setelah membongkar atap. Kemudian terjadi perkelahian. Sang pencuri kemudian tewas dalam kejadian itu.

(A057)

Pewarta:

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012