Nusa Dua (ANTARA Kalbar) - Revisi Pajak Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) yang diberlakukan Malaysia mulai 2013 dinilai potensial mengancam daya saing minyak kelapa sawit mentah Indonesia.
"Terkait Malaysia yang merevisi PE CPO mulai Januari 2013, kalau Indonesia tidak melakukan sesuatu maka daya saing kelapa sawit Indonesia terancam," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joefly J. Bahroeny, di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Dalam acara "8th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2013 Price Outlook", Joefly mengatakan, kebijakan yang diterapkan pemerintah Malaysia itu potensial menggerus pasar CPO Indonesia yang sensitif terhadap perubahan harga terutama pasar India.
Pihaknya sekaligus mengimbau agar pemerintah Indonesia merespon hal itu dan merevisi PE CPO di tanah air. "Kami imbau pemerintah untuk bisa merevisi PE CPO ini," katanya.
Malaysia merevisi PE CPO salah satunya karena industri hilir sawit di dalam negerinya sedang berkembang pesat. Dengan perkembangan industri domestik itu, maka Malaysia dinilai tidak bisa lagi memanfaatkan nilai tambahnya untuk keperluan mereka.
Malaysia akan menerapkan PE progresif sebesar 4,5 persen saat harga CPO mencapai MYR2.250 hingga MYR2.400 permetrik ton (MT), sampai maksimal 8,8 persen untuk harga CPO di kisaran MYR3.450 sampai MYR3.600 per-MT.
Per-September 2012, ekspor CPO Malaysia mencapai 1,5 juta MT naik 4,9 persen dari Agustus 2012 sebanyak 1,43 juta ton.
Selama ini Malaysia memberlakukan Bea Keluar (BK) dan pajak pengiriman ekspor sebesar 23 persen flat alias tetap untuk harga berapapun.
Menteri Pertanian, Suswono, menanggapi hal itu dan menyatakan akan membicarakan persoalan pajak ekspor CPO dalam rapat interdep di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Kami akan bicarakan hal itu, karena ini lintas sektoral. Saya menyadari ini harus diperhatikan agar persoalan perkebunan ini tidak menghambat industri CPO kita," katanya.
Ia juga berharap pelaku usaha kelapa sawit di Indonesia melakukan ekspansi untuk merespon jatuhnya harga pasaran CPO sekaligus masalah pangan yang menjadi masalah pokok dunia.
"Sejahterakan masyarakat di sekitar perkebunan paling tidak dengan menyediakan areal untuk menanam padi bagi masyarakat," katanya.
(H016)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Terkait Malaysia yang merevisi PE CPO mulai Januari 2013, kalau Indonesia tidak melakukan sesuatu maka daya saing kelapa sawit Indonesia terancam," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joefly J. Bahroeny, di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Dalam acara "8th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2013 Price Outlook", Joefly mengatakan, kebijakan yang diterapkan pemerintah Malaysia itu potensial menggerus pasar CPO Indonesia yang sensitif terhadap perubahan harga terutama pasar India.
Pihaknya sekaligus mengimbau agar pemerintah Indonesia merespon hal itu dan merevisi PE CPO di tanah air. "Kami imbau pemerintah untuk bisa merevisi PE CPO ini," katanya.
Malaysia merevisi PE CPO salah satunya karena industri hilir sawit di dalam negerinya sedang berkembang pesat. Dengan perkembangan industri domestik itu, maka Malaysia dinilai tidak bisa lagi memanfaatkan nilai tambahnya untuk keperluan mereka.
Malaysia akan menerapkan PE progresif sebesar 4,5 persen saat harga CPO mencapai MYR2.250 hingga MYR2.400 permetrik ton (MT), sampai maksimal 8,8 persen untuk harga CPO di kisaran MYR3.450 sampai MYR3.600 per-MT.
Per-September 2012, ekspor CPO Malaysia mencapai 1,5 juta MT naik 4,9 persen dari Agustus 2012 sebanyak 1,43 juta ton.
Selama ini Malaysia memberlakukan Bea Keluar (BK) dan pajak pengiriman ekspor sebesar 23 persen flat alias tetap untuk harga berapapun.
Menteri Pertanian, Suswono, menanggapi hal itu dan menyatakan akan membicarakan persoalan pajak ekspor CPO dalam rapat interdep di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Kami akan bicarakan hal itu, karena ini lintas sektoral. Saya menyadari ini harus diperhatikan agar persoalan perkebunan ini tidak menghambat industri CPO kita," katanya.
Ia juga berharap pelaku usaha kelapa sawit di Indonesia melakukan ekspansi untuk merespon jatuhnya harga pasaran CPO sekaligus masalah pangan yang menjadi masalah pokok dunia.
"Sejahterakan masyarakat di sekitar perkebunan paling tidak dengan menyediakan areal untuk menanam padi bagi masyarakat," katanya.
(H016)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012