Jakarta (Antara Kalbar) - Anggota LPSK Lili Pintauli menyesalkan tindakan Polri, khususnya Polda Metro Jaya yang memproses laporan Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro atau Ibas terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dengan terlapor mantan Wakil Direktur Permai Grup Yulianis.
"Sesuai ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor B/345/III/2005/Bareskrim Tertanggal 7 Maret 2005, dinyatakan agar Polri memprioritaskan penanganan perkara korupsi dibanding laporan pencemaran nama baik," kata Lili, di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tindakan Polri yang menindaklanjuti laporan Ibas dalam dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Yulianis, akan menimbulkan 'preseden' buruk bagi upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
"Orang akan takut menyampaikan informasi di persidangan yang terbuka untuk umum, jika bakal dilaporkan balik oleh pihak yang merasa dirugikan atas informasi tersebut," ujarnya.
Lili menyatakan, informasi Yulianis di muka persidangan dan di depan penyidik dilindungi oleh Undang-Undang, dimana dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban secara tegas menjamin perlindungan terhadap saksi atau pelapor atas informasi yang disampaikannya.
Ia menduga, petugas Polri yang menindaklanjuti laporan Ibas belum pernah membaca Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Banyak aparat penegak hukum yang belum tahu adanya ketentuan dalam UU tersebut, mereka (aparat penegak hukum) cenderung berpatokan hanya pada KUHP dan KUHAP," paparnya.
Kendati demikian, Lili memastikan bahwa informasi Yulianis masuk dalam program perlindungan LPSK telah diketahui Pimpinan Polri. "Kami sudah sampaikan surat secara resmi mengenai keberadaan Yulianis dalam program perlindungan LPSK dan oleh karenanya Yulianis dilindungi Undang-Undang," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dengan terlapor mantan Wakil Direktur Permai Grup Yulianis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Sesuai ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor B/345/III/2005/Bareskrim Tertanggal 7 Maret 2005, dinyatakan agar Polri memprioritaskan penanganan perkara korupsi dibanding laporan pencemaran nama baik," kata Lili, di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tindakan Polri yang menindaklanjuti laporan Ibas dalam dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Yulianis, akan menimbulkan 'preseden' buruk bagi upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
"Orang akan takut menyampaikan informasi di persidangan yang terbuka untuk umum, jika bakal dilaporkan balik oleh pihak yang merasa dirugikan atas informasi tersebut," ujarnya.
Lili menyatakan, informasi Yulianis di muka persidangan dan di depan penyidik dilindungi oleh Undang-Undang, dimana dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban secara tegas menjamin perlindungan terhadap saksi atau pelapor atas informasi yang disampaikannya.
Ia menduga, petugas Polri yang menindaklanjuti laporan Ibas belum pernah membaca Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Banyak aparat penegak hukum yang belum tahu adanya ketentuan dalam UU tersebut, mereka (aparat penegak hukum) cenderung berpatokan hanya pada KUHP dan KUHAP," paparnya.
Kendati demikian, Lili memastikan bahwa informasi Yulianis masuk dalam program perlindungan LPSK telah diketahui Pimpinan Polri. "Kami sudah sampaikan surat secara resmi mengenai keberadaan Yulianis dalam program perlindungan LPSK dan oleh karenanya Yulianis dilindungi Undang-Undang," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dengan terlapor mantan Wakil Direktur Permai Grup Yulianis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013