Pontianak (Antara Kalbar) - Pimpinan KPK Busyro Muqoddas memperingatkan, pengembangan perkebunan sawit di Kalimantan Barat ataupun Indonesia umumnya, hendaknya tidak berdampak pada kesuburan tanah sehingga perlu penelitian lebih lanjut.

"Kalau semua tanah yang ada lalu ditanami sawit, apakah tidak berpengaruh pada kesuburan tanah, sehingga perlu dilakukan penelitian misalnya dari Fakultas Perkebunan," kata Busyro Muqoddas saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional `The Champion Leaders` Membangun tata pemerintahan yang bersih dan melayani rakyat, pemikiran dan pengalaman praktisi di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, pemerintah daerah harus lebih selektif dalam mengeluarkan atau memberikan izin pengembangan perkebunan sawit agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

"Kalau masih ada izin baru, maka kepala daerah harus terbuka dalam pemberian izin pengembangan perkebunan itu, seperti program untuk pengembangan sawit berapa hektare, kalau ada penambahan perlu terbuka, dan tanah lebih baik dikelola untuk masyarakat bukan pada orang luar," ujar Busyro menanggapi sejumlah pertanyaan maupun keluhan terkait perkebunan sawit di Kalbar.

Sebelumnya, Senin (20/5) sekitar sembilan orang warga Desa/Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas, mendatangi Komnas HAM perwakilan Kalbar karena menjadi korban kriminalisasi akibat berusaha mempertahankan tanah mereka agar tidak dijadikan lahan perkebunan sawit oleh PT Sentosa Asih Makmur (SAM).

Mulyadi yang juga menjadi korban kekerasan berupa penganiayaan karena berusaha mempertahankan Bukit Seberuan, saat melapor ke Komnas HAM Perwakilan Kalbar, menyatakan, sudah dua orang warga desanya yang menjadi korban kriminalisasi PT SAM karena mempertahankan bukit Seberuan seluas 147 hektare yang merupakan peninggalan nenek moyang dan sumber air bagi desa mereka.

Mulyadi menjelaskan, akibat keluarga besarnya menolak untuk melepas lahan bukit Seberuan seluas 147 hektare yang banyak terdapat peninggalan sejarah dan sumber air di desanya, pihak PT SAM dengan segala cara termasuk menghasut masyarakat agar pihaknya merelakan kawasan bukit itu untuk dikembangkan menjadi perkebunan sawit.

"Apalagi niat PT SAM diduga mendapat dukungan oleh pihak Polsek Galing sehingga kriminalisasi yang dilakukan pada kami semakin jadi, malah ketika membuat laporan kami selalu disarankan agar diselesaikan secara kekeluargaan," ungkap Mulyadi.

Ada dua korban pengeroyokan yang dilakukan warga yang mendukung pihak perkebunan sawit, yang di belakangnya adalah PT SAM, yakni Malibu kejadiannya tahun 2009 yang hingga kini masih trauma atas pengeroyokan tersebut. "Dan saya sendiri tahun 2013, mengalami luka memar pada beberapa bagian tubuh akibat dikeroyok massa," ujarnya.

Menurut dia, pihaknya sudah melaporkan kasus itu pada Polsek Galing tetapi cenderung tidak transparan dalam menyelesaikan kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT SAM pada warga yang berusaha mempertahankan tanahnya.

Sementara itu, Kepala Komnas HAM Perwakilan Kalbar Kasful Anwar menyatakan, pihaknya akan mempelajari dahulu laporan dari warga Desa Galing yang menjadi korban pengeroyokan dan tanah mereka yang mau dijadikan lahan perkebunan sawit oleh PT SAM.

"Kami juga akan melakukan konfirmasi atau klarifikasi pada Pemkab Sambas, Polsek Galing, dan Polres Sambas terkait kasus itu," ujarnya.

Pewarta: Andilala

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013