Pekanbaru (Antara Kalbar) - Provinsi Riau terus mendesak pemerintah mau bersikap arif untuk menetapkan skema bagi hasil dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam bentuk pemberian cukai ke daerah-daerah penghasil kelapa sawit.

"Penerapan cukai bagi CPO layaknya pada tembakau, tidak besar hanya tiga persen," kata Kepala Seksi Pengembangan Usaha Perkebunan pada Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Sri Ambar K. ketika dihubungi  di Pekanbaru, Minggu.

Ia menjelaskan, selama ini hasil dari ekspor CPO dan lainnya semuanya terpusat, padahal daerah-daerah penghasil sawit membutuhkan dana untuk meningkatkan infrastruktur dan pengembangan sektor perkebunan.

Riau sebenarnya tidak sendirian dalam perjuangan memperoleh bagian yang lebih adil karena ada 22 provinsi lainnya yang juga menginginkan skema bagi hasil sawit. Namun, ia mengatakan keinginan tersebut kerap terbentur di Kementerian Keuangan.

Alasannya, Sri Ambar mengatakan disebabkan dalam Undang-Undang Perobangan Keuangan belum mengakomodir komoditas sawit dan turunannya dalam skema dana bagi hasil. Sawit dinilai sebagai sumber daya yang bisa diperbarui, sedangkan skema bagi hasil hanya untuk minyak dan gas yang merupakan sumber daya tak bisa diperbarui.

"Karena itu, jawaban untuk menggantikannya adalah dengan penetapan cukai sawit seperti halnya cukai pada tembakau," katanya.

Riau memiliki luas kebun kepala sawit lebih dari dua juta hektare. Namun, kondisi infrastruktur jalan di daerah perkebunan masih sangat memprihatinkan sehingga menekan harga jual buah sawit di tangan petani.

Dana bagi hasil sawit, maupun cukai CPO rencananya bisa digunakan untuk membantu pembenahan infrastruktur jalan di daerah perkebunan. Hal itu bisa menjadi solusi kendala pendanaan untuk jalan kebun yang tidak mencukupi bila hanya mengandalkan APBD Riau.

"Pendanaan dari APBD Riau tiap tahun hanya bisa mendanai sekitar 30 kilometer jalan perkebunan, di mana itu dibagi untuk sembilan kabupaten penghasil sawit, artinya hanya ada tiga kilometer per daerah. Padahal, kita sedikitnya ada 1.000 kilometer jalan perkebunan yang harus dibenahi," ujarnya.

Sedangkan dana APBN hingga kini belum mengucur untuk pembenahan infrastruktur tanaman perkebunan karena masih menitikberatkan pada tanaman pangan.

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013