Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis menilai kebijakan politik hingga kini belum memihak ke petani, sehingga kesejahteraannya masih terabaikan.
"Ada beberapa kebijakan yang sama sekali tidak menguntungkan petani," kata Cornelis saat dihubungi di Pontianak, Sabtu.
Ia mencontohkan mengenai kepemilikan tanah yang dibatasi hanya dua hektare.
"Apa yang bisa dilakukan petani dengan tanah seluas itu? Bank juga tidak akan tertarik memberi modal," ujarnya.
Menurut dia, hal itu membuat petani termarjinalkan. Kemudian, harga produk pertanian juga dikendalikan sementara ketika ada masalah seperti serangan hama tindakannya sangat lambat.
Petani, ujar dia, hanya mendapat bantuan berupa subsidi pupuk dan obat-obatan yang tidak sebanding dengan potensi pertanian di Indonesia.
Ia membandingkan dengan negara maju seperti China yang sangat agresif membangun sektor pertanian. China bahkan meminjam lahan di negara lain, termasuk Kalbar ikut menjadi target ekspansi.
Pihak China menyadari bahwa produk pertanian terutama beras sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ia berharap, petani mampu berubah sehingga sejajar dengan petani di negara maju seperti Selandia Baru, Australia dan Jepang.
"Petani disana mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah dan tidak melulu sebagai obyek," katanya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar, Hazairin menambahkan, melalui kelompok tani, petani menjadi lebih kuat dalam produksi dan pemasaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Ada beberapa kebijakan yang sama sekali tidak menguntungkan petani," kata Cornelis saat dihubungi di Pontianak, Sabtu.
Ia mencontohkan mengenai kepemilikan tanah yang dibatasi hanya dua hektare.
"Apa yang bisa dilakukan petani dengan tanah seluas itu? Bank juga tidak akan tertarik memberi modal," ujarnya.
Menurut dia, hal itu membuat petani termarjinalkan. Kemudian, harga produk pertanian juga dikendalikan sementara ketika ada masalah seperti serangan hama tindakannya sangat lambat.
Petani, ujar dia, hanya mendapat bantuan berupa subsidi pupuk dan obat-obatan yang tidak sebanding dengan potensi pertanian di Indonesia.
Ia membandingkan dengan negara maju seperti China yang sangat agresif membangun sektor pertanian. China bahkan meminjam lahan di negara lain, termasuk Kalbar ikut menjadi target ekspansi.
Pihak China menyadari bahwa produk pertanian terutama beras sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ia berharap, petani mampu berubah sehingga sejajar dengan petani di negara maju seperti Selandia Baru, Australia dan Jepang.
"Petani disana mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah dan tidak melulu sebagai obyek," katanya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar, Hazairin menambahkan, melalui kelompok tani, petani menjadi lebih kuat dalam produksi dan pemasaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013