Jakarta (ANTARA) - Corporate Secretary PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Wisnu Sunandar menyampaikan bahwa pihaknya mendukung kebijakan penghapusbukuan dan penghapustagihan atau pemutihan piutang petani dan nelayan yang kini tengah dirancang sebagai program pemerintah.
“Iya dong, harus dong mendukung, apalagi kami (perusahaan) milik negara,” kata Wisnu Sunandar saat ditemui usai konferensi pers Pre-Grand Launching BYOND di Jakarta, Senin.
Ia menegaskan bahwa pihaknya mendukung semua program prioritas pemerintah, termasuk pemutihan utang tersebut.
“Pokoknya kami sih prinsipnya program pemerintah kami dukung. Ini termasuk peluncuran BYOND by BSI kan ini program pemerintah prioritas juga kan untuk meningkatkan digitalisasi (perbankan),” ujarnya.
Terkait kesiapan dan langkah adaptasi perseroan dalam menghadapi implementasi kebijakan tersebut nantinya, Wisnu menyatakan bahwa semua masih berproses.
Ia menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengah fokus dalam pengembangan dan pengenalan super apps BYOND terlebih dahulu, mengingat aplikasi tersebut baru dirilis di Google Play dan App Store pada 26 Oktober lalu serta baru akan dilakukan grand launching pada Sabtu (9/11) mendatang.
“Ditunggu saja tanggal mainnya, (kebijakan pemutihan utang) itu pasti diumumkan kan,” imbuhnya.
Presiden Prabowo Subianto berencana melakukan pemutihan atau penghapusan utang para petani yang masuk dalam skema Kredit Usaha Tani (KUT) pada 1998.
Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa utang tersebut sudah terlampau lama, yakni selama 26 tahun, dan dinilai memberatkan masyarakat karena bisa menghalangi mereka untuk mendapatkan kredit dari perbankan.
Ia mengungkapkan bahwa total nominal utang yang akan diputihkan sebesar Rp8,3 triliun untuk 6 juta petani di Indonesia, atau sekitar Rp1,3 juta per orang.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kebijakan tersebut diimplementasikan terbatas kepada bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) karena jumlah piutang yang tercatat dari kedua kelompok tersebut sudah terlampau besar.
“Jadi, (kebijakan) ini murni untuk mendukung Himbara karena jumlahnya (terkait utang kredit petani dan nelayan tersebut) sudah cukup besar. Mereka bisa hapus buku tapi tidak bisa hapus tagih,” katanya.