Pontianak (Antara Kalbar) - Kerja jurnalistik ternyata tidak jauh-jauh berbeda dengan penyelenggara pemilihan umum (Pemilu), karena keduanya menerapkan prinsip keseimbangan dan "cross check", setidaknya itulah yang dialami anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Barat, Misrawie.

Misalnya saja ketika akan mencari kebenaran mengenai warga bernama Pocong, yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Kota Singkawang. Pemilih itu sempat dicoret dari DPT oleh KPU Pusat karena namanya yang tidak diyakini ada, dianggap aneh dan tidak jelas.

Anggota KPU Kota Singkawang memprotes pencoretan itu dan mencari keberadaan Pocong di daerah tempat tinggalnya di Pangkalan Batu, Sagatani, Singkawang. Anggota KPU bertemu langsung dengan warga itu, dicek secara faktual, hasil wawancara dan nomor induk kependudukan (NIK) dikirim ke KPU Pusat.

"Jadi kerja sebagai jurnalis harus ada pengecekan dan balance (seimbang), begitu pula kerja sebagai anggota KPU," kata anggota KPU dari divisi Sosialisasi tersebut.

Yang agak berbeda, menurut dia, jika menjadi jurnalis selalu dikejar oleh waktu. Maka ketika jadi penyelenggara pemilu, sudah terjadwal dan ada tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan. "Kalau di KPU ada perencanaan waktu, kalau sebagai jurnalis tak ditentukan waktunya, biasanya sekejap," kata dia lagi.

Namun Misrawie tidak memungkiri, banyak manfaat yang didapatnya saat bekerja sebagai jurnalis dan kemudian berguna saat menjadi anggota KPU.

Ia bahkan kini dipercaya memegang divisi sosialisasi yang tugasnya menjalin komunikasi dengan media dan memberikan informasi kepada teman-temannya yang bekerja di media. "Kalau teman-teman tidak bisa hadir saat acara KPU, dan ada yang harus disampaikan, saya biasa membuatkan rilis," kata mantan redaktur pada Harian Equator (Rakyat Kalbar) itu.

Setelah bekerja sebagai jurnalis sejak tahun 2005, suami dari Nelli Agustina (22) itu akhirnya mencoba pengalaman baru, menjadi anggota KPU Kalbar periode 2013-2018. Ia tercatat sebagai salah satu dari lima anggota KPU Kalbar saat ini.

Pengalamannya menangani persoalan pemilu, sebenarnya sudah dimiliki sejak sebagai jurnalis. Yakni ketika ia ditugaskan ke Kapuas Hulu pada beberapa tahun lalu. Misrawie pernah menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pilkada Kalbar 2007, perwakilan jurnalis.

Ketika itu, ia mewakili jurnalis dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan Pilkada Kalbar. Pengalaman sebagai pengawas itulah yang membuat ia percaya diri untuk mendaftar sebagai anggota KPU Kalbar pada 2012.

Saat mendaftar ke KPU, ia tidak lagi berbekal rekomendasi organisasi. Namun dia melampirkan berita-berita bertema pemilu yang pernah ditulisnya dalam berkas pendaftaran calon komisioner itu. Ada banyak berita pemilu yang pernah ia tulis semasa menjadi jurnalis.

Karena sejak awal mendaftar sebagai anggota KPU, salah satu yang diminta adalah pengalaman kepemiluan. Paling tidak pernah menulis tentang pemilu dan dilampirkan. "Dan mungkin itu menjadi salah satu bahan pertimbangan tim seleksi sehingga saya bisa lolos seleksi," kata alumni Jurusan Dakwah, Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), STAIN (IAIN) Pontianak itu.

Dan kini, Misrawie pun menjalani pekerjaan baru tersebut. Ayah dari Fadil Rawi Alfiqri (5,6 tahun) dan M Nabil Dimitri (10 bulan) itu tampak menikmati dunia barunya yang juga tak kalah seru dengan bidang jurnalistik yang pernah digelutinya selama 8 tahun.

Daftar pemilih tetap

Berkaitan dengan posisinya sebagai divisi sosialisasi KPU Kalbar, pria kelahiran desa Pasak, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya pada 9 April 1977 itu mengingatkan masyarakat Kalbar untuk berpartisipasi dalam Pemilu legislatif dan Presiden 2014.

Ia menambahkan, KPU sudah menetapkan DPT Kalbar melalui rapat pleno KPU Kalbar pada 2 November, dan jumlah pemilih di Kalbar sebanyak 3.507.808 jiwa

Penetapan DPT itu melalui berbagai tahapan, mulai dari penyerahan daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari pemerintah daerah pada Februari lalu. Kemudian, DP4 dimutakhirkan menjadi daftar pemilih sementara (DPS). Setelah menjadi DPS, KPU menunggu tanggapan dari masyarakat maupun peserta pemilu.

Setelah masa tanggapan usai, muncul daftar pemilih sementara hasil perubahan (DPSHP). Data tersebut untuk menyesuaikan misalnya terjadi perubahan jumlah karena usia memenuhi syarat sebagai pemilih, pemilih meninggal dunia, tidak lagi bertugas di kepolisian dan tentara atau sebaliknya, pindah kerja dan tempat tinggal, atau penduduk yang sebelumnya tidak terdaftar di DPS.

Penduduk yang belum terdata ketika DPT ditetapkan, akan masuk dalam DPT khusus. Sedangkan kalau menjelang hari pemungutan juga belum masuk, akan ada DPT tambahan.

Daftar pemilih khusus adalah daftar pemilih yang memuat pemilih yang tidak memiliki kartu identitas atau pemilih yang memiliki kartu identitas tapi tidak terdaftar dalam DPS, DPSHP, DPT dan DPTb. Daftar pemilih khusus disusun dan ditetapkan oleh KPU Provinsi.

Jika pada 9 April 2014 terdapat pemilih yang memiliki identitas kependudukan dan tidak terdaftar dalam DPT maupun Daftar Pemilih Khusus, pemilih tersebut dapat dimasukkan dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) di TPS yang sesuai dengan alamat pada identitas kependudukan.

"Jadi pemilih masih berhak memilih pada hari `H` Pemilu 2014, dan akan dilayani panitia di TPS satu jam sebelum berakhirnya pencoblosan, dilengkapi surat dari RT-nya," kata Sekretaris Umum Ikatan Alumni (IKA) PMII Kabupaten Kubu Raya.

(T.N005/Z003)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013