Pontianak (Antara Kalbar) - Satu demi satu pejabat dan mantan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak diperiksa dan beberapa di antara mereka telah dijadikan tersangka oleh Tim Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
Kasus bantuan sosial (Bansos) fiktif Pemkot Pontianak tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008 sudah lama terpendam dan menjadi perhatian publik, karena menyeret mantan orang nomor satu di Kota Pontianak, yakni mantan Wali Kota Pontianak dua periode yakni 1997-2002 dan 2003-2008, Buchary Abdurrachman.
Dugaan korupsi Bansos yang diduga merugikan negara hingga puluhan miliar itu, sebenarnya sudah lama terendus oleh pihak penegak hukum, tetapi baru kali ini diproses hingga sampai penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Tim Khusus Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar pada Rabu (19/2) pagi menyita sebanyak 30 dus dokumen terkait pencairan, proposal Bansos yang diduga fiktif milik Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pontianak, tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008.
Karena tidak mau saksi dan tersangka meninggalkan Kota Pontianak, keesokan harinya, Kamis (20/2) Tim Khusus Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar, juga langsung memanggil lima orang saksi, yakni mantan Wali Kota Pontianak Buchary Abdurrachman, mantan Sekda Pontianak Hasan Rusbini, mantan Ketua DPRD Kota Pontianak Gusti Hersan Aslirosa, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Eka Kurniawan, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pontianak, Rudi Enggano Kenang.
"Pemeriksaan terhadap kelima saksi tersebut cukup lama, yakni mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 18.30 WIB," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar Didik Istiyanta.
Kerja keras Kejati Kalbar, akhirnya membuahkan hasil, yakni telah menetapkan dua dari lima saksi tersebut sebagai tersangka, yakni berinisial B dan HR meskipun tidak sampai dilakukan penahanan.
"Dua orang tersangka tersebut tidak ditahan karena masih butuh pendalaman lagi," ungkapnya.
Kejati Kalbar dalam hal ini masih harus dan terus melakukan pendalaman sehingga belum menahan kedua tersangka tersebut.
"Dari total puluhan miliar rupiah itu, tidak seluruhnya Bansos fiktif. Untuk itulah kami terus melakukan pendalaman dan melakukan penyitaan berkas untuk mengetahui besaran nilai yang diduga dikorupsi dan memproses kasus ini hingga ke meja hukum," katanya.
Kejati Kalbar, sebelum memeriksa kelima saksi yang merupakan pejabat di lingkungan Pemkot Pontianak, sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan, terhadap bendahara pemegang kas tahun 2007 berinisial D, dan satunya lagi E, yang keduanya masih berstatus PNS.
Sementara itu, Wali Kota Pontianak Sutarmidji mempersilakan, pihak Kejati Kalbar memproses hukum dugaan Bansos fiktif tersebut, termasuk mengizinkan penggeledahan yang dilakukan oleh Tim Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar, untuk melengkapi dokumen dugaan korupsi Bansos tahun 2006, 2007, dan 2008 di BPKAD Kota Pontianak.
"Karena pihak Kejati Kalbar memerlukan dokumen-dokumen itu, saya persilakan untuk dilakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen yang diduga pemberian Bansos fiktif," ungkapnya.
Menurut Sutarmidji, Pemkot Pontianak siap membantu dalam proses penyidikan dugaan pemberian Bansos fiktif tersebut, apapun yang pihak Kejati perlukan, kami siap membantu," katanya.
"Saya pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Wali Kota Pontianak, dengan Sekretaris Daerah Hasan Rusbini, dan Wali Kota Pontianak sewaktu itu Buchary Abdurrachman. Selaku wakil saya tidak punya wewenang untuk mencairkan Bansos," ungkapnya.
Dia menyatakan, proses pencairan Bansos sewaktu dia menjabat sebagai wakil wali Kota Pontianak, untuk tahun 2006 pencairannya berada di Sekretariat Daerah, kemudian tahun 2007 dan 2008 sudah di BPKAD Kota Pontianak.
"Selama saya menjabat, pencairan Bansos sudah transparan dan semuanya melalui transfer ke rekening penerima, dan diumumkan ke media. Kalau sebelumnya saya tidak mengetahui secara persis, karena memang tidak terlibat dalam hal itu," katanya.
Indikasi kerugian negara
Badan Pemeriksa Keuangan RI Desember 2009 menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp21,46 miliar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Bansos tahun anggaran 2006, 2007, dan 2008 di Pemerintah Kota Pontianak.
Indikasi ditemukan pada pengelolaan dana Bansos Kota Pontianak sebesar Rp16 miliar tidak sesuai peruntukan, di antaranya menimbulkan indikasi kerugian daerah Rp12,5 miliar.
Realisasi dana Bansos tahun 2007 sebesar Rp1,7 miliar dan dana APBD lainnya sebesar Rp3,2 miliar digunakan untuk menutup pengeluaran kas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Indikasi kerugian daerah juga ditemukan pada pemberian dana Bansos tahun 2006 sampai dengan 2008 sebesar Rp2,2 miliar tidak sampai kepada penerima bantuan.
Realisasi belanja Bansos sebesar Rp935 juta didasarkan pada proposal permohonan dana bantuan fiktif dan Pajak Penghasilan (PPh) atas kontrak pemain Persipon minimal sebesar Rp939,75 juta tidak dipungut dan disetor ke kas negara.
BPK RI juga menemukan permasalahan pertanggungjawaban penggunaan dana Bansos Rp3 miliar untuk pembangunan sirkuit balap motor pada Pengurus Cabang Ikatan Motor Indonesia Kota Pontianak tidak jelas, penatausahaan dana bantuan sosial KONI Kota Pontianak kurang memadai, dan dana sebesar Rp8,4 miliar belum dilengkapi dengan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan.
Mantan Wali Kota Pontianak Buchary Abdurrachman menyatakan, dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Bansos itu.
Mantan Ketua DPRD Kota Pontianak Gusti Hersan Aslirosa juga menyatakan, dirinya juga diperiksa sebagai saksi dugaan penyimpangan Bansos Pemkot Pontianak.
"Saya mengapresiasi Kejati Kalbar dalam hal ini, karena kasus ini sudah lama menggantung, sehingga tidak jelas status hukumnya," kata Hersan.
Ia menyatakan mendapat 24 pertanyaan sewaktu menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Sementara itu, saksi lainnya, yakni Hasan Rusbini dan Rudi Enggano Kenang enggan memberikan komentar kepada awak media setelah keduanya selesai menjalani pemeriksaan.
Sebagai bagian gerakan pemberantasan korupsi, Ketua DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI)) Kalimantan Barat Burhanudin
Abdullah, mengapresiasi kinerja Kejati Kalbar dalam memproses hukum dugaan tindak pidana korupsi di provinsi itu.
"Kinerja Kepala Kejati Kalbar Resi Anna Napitupulu dan Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar Didik Istiyanta, sangat baik, yang mana sebelumnya kami nilai lamban," kata Burhanudin Abdullah saat memantau langsung proses pemeriksaan lima saksi terkait dugaan korupsi Bansos di lingkungan Pemkot Pontianak.
Ia berharap, kasus-kasus korupsi yang telah ditangani Kejati Kalbar, semuanya maju di tingkat meja hijau.
"Mudah-mudahan dengan kerja keras pejabat sekarang, bisa membawa perubahan yang besar dalam menangani kasus-kasus korupsi di Kalbar," katanya.
Bahkan, kata Ketua LAKI DPD Kalbar, beberapa kasus sudah ada tersangkanya sehingga seharusnya bisa memotivasi penegak hukum lain seperti kepolisian untuk bertindak.
Dia berharap, dengan diprosesnya kasus-kasus Tipikor, bisa memberikan efek jera agar orang takut untuk korupsi, dan ke depan tidak ada tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi di Kalbar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Kasus bantuan sosial (Bansos) fiktif Pemkot Pontianak tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008 sudah lama terpendam dan menjadi perhatian publik, karena menyeret mantan orang nomor satu di Kota Pontianak, yakni mantan Wali Kota Pontianak dua periode yakni 1997-2002 dan 2003-2008, Buchary Abdurrachman.
Dugaan korupsi Bansos yang diduga merugikan negara hingga puluhan miliar itu, sebenarnya sudah lama terendus oleh pihak penegak hukum, tetapi baru kali ini diproses hingga sampai penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Tim Khusus Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar pada Rabu (19/2) pagi menyita sebanyak 30 dus dokumen terkait pencairan, proposal Bansos yang diduga fiktif milik Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pontianak, tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008.
Karena tidak mau saksi dan tersangka meninggalkan Kota Pontianak, keesokan harinya, Kamis (20/2) Tim Khusus Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar, juga langsung memanggil lima orang saksi, yakni mantan Wali Kota Pontianak Buchary Abdurrachman, mantan Sekda Pontianak Hasan Rusbini, mantan Ketua DPRD Kota Pontianak Gusti Hersan Aslirosa, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Eka Kurniawan, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pontianak, Rudi Enggano Kenang.
"Pemeriksaan terhadap kelima saksi tersebut cukup lama, yakni mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 18.30 WIB," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar Didik Istiyanta.
Kerja keras Kejati Kalbar, akhirnya membuahkan hasil, yakni telah menetapkan dua dari lima saksi tersebut sebagai tersangka, yakni berinisial B dan HR meskipun tidak sampai dilakukan penahanan.
"Dua orang tersangka tersebut tidak ditahan karena masih butuh pendalaman lagi," ungkapnya.
Kejati Kalbar dalam hal ini masih harus dan terus melakukan pendalaman sehingga belum menahan kedua tersangka tersebut.
"Dari total puluhan miliar rupiah itu, tidak seluruhnya Bansos fiktif. Untuk itulah kami terus melakukan pendalaman dan melakukan penyitaan berkas untuk mengetahui besaran nilai yang diduga dikorupsi dan memproses kasus ini hingga ke meja hukum," katanya.
Kejati Kalbar, sebelum memeriksa kelima saksi yang merupakan pejabat di lingkungan Pemkot Pontianak, sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan, terhadap bendahara pemegang kas tahun 2007 berinisial D, dan satunya lagi E, yang keduanya masih berstatus PNS.
Sementara itu, Wali Kota Pontianak Sutarmidji mempersilakan, pihak Kejati Kalbar memproses hukum dugaan Bansos fiktif tersebut, termasuk mengizinkan penggeledahan yang dilakukan oleh Tim Pemberantasan Korupsi Kejati Kalbar, untuk melengkapi dokumen dugaan korupsi Bansos tahun 2006, 2007, dan 2008 di BPKAD Kota Pontianak.
"Karena pihak Kejati Kalbar memerlukan dokumen-dokumen itu, saya persilakan untuk dilakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen yang diduga pemberian Bansos fiktif," ungkapnya.
Menurut Sutarmidji, Pemkot Pontianak siap membantu dalam proses penyidikan dugaan pemberian Bansos fiktif tersebut, apapun yang pihak Kejati perlukan, kami siap membantu," katanya.
"Saya pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Wali Kota Pontianak, dengan Sekretaris Daerah Hasan Rusbini, dan Wali Kota Pontianak sewaktu itu Buchary Abdurrachman. Selaku wakil saya tidak punya wewenang untuk mencairkan Bansos," ungkapnya.
Dia menyatakan, proses pencairan Bansos sewaktu dia menjabat sebagai wakil wali Kota Pontianak, untuk tahun 2006 pencairannya berada di Sekretariat Daerah, kemudian tahun 2007 dan 2008 sudah di BPKAD Kota Pontianak.
"Selama saya menjabat, pencairan Bansos sudah transparan dan semuanya melalui transfer ke rekening penerima, dan diumumkan ke media. Kalau sebelumnya saya tidak mengetahui secara persis, karena memang tidak terlibat dalam hal itu," katanya.
Indikasi kerugian negara
Badan Pemeriksa Keuangan RI Desember 2009 menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp21,46 miliar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Bansos tahun anggaran 2006, 2007, dan 2008 di Pemerintah Kota Pontianak.
Indikasi ditemukan pada pengelolaan dana Bansos Kota Pontianak sebesar Rp16 miliar tidak sesuai peruntukan, di antaranya menimbulkan indikasi kerugian daerah Rp12,5 miliar.
Realisasi dana Bansos tahun 2007 sebesar Rp1,7 miliar dan dana APBD lainnya sebesar Rp3,2 miliar digunakan untuk menutup pengeluaran kas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Indikasi kerugian daerah juga ditemukan pada pemberian dana Bansos tahun 2006 sampai dengan 2008 sebesar Rp2,2 miliar tidak sampai kepada penerima bantuan.
Realisasi belanja Bansos sebesar Rp935 juta didasarkan pada proposal permohonan dana bantuan fiktif dan Pajak Penghasilan (PPh) atas kontrak pemain Persipon minimal sebesar Rp939,75 juta tidak dipungut dan disetor ke kas negara.
BPK RI juga menemukan permasalahan pertanggungjawaban penggunaan dana Bansos Rp3 miliar untuk pembangunan sirkuit balap motor pada Pengurus Cabang Ikatan Motor Indonesia Kota Pontianak tidak jelas, penatausahaan dana bantuan sosial KONI Kota Pontianak kurang memadai, dan dana sebesar Rp8,4 miliar belum dilengkapi dengan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan.
Mantan Wali Kota Pontianak Buchary Abdurrachman menyatakan, dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Bansos itu.
Mantan Ketua DPRD Kota Pontianak Gusti Hersan Aslirosa juga menyatakan, dirinya juga diperiksa sebagai saksi dugaan penyimpangan Bansos Pemkot Pontianak.
"Saya mengapresiasi Kejati Kalbar dalam hal ini, karena kasus ini sudah lama menggantung, sehingga tidak jelas status hukumnya," kata Hersan.
Ia menyatakan mendapat 24 pertanyaan sewaktu menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Sementara itu, saksi lainnya, yakni Hasan Rusbini dan Rudi Enggano Kenang enggan memberikan komentar kepada awak media setelah keduanya selesai menjalani pemeriksaan.
Sebagai bagian gerakan pemberantasan korupsi, Ketua DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI)) Kalimantan Barat Burhanudin
Abdullah, mengapresiasi kinerja Kejati Kalbar dalam memproses hukum dugaan tindak pidana korupsi di provinsi itu.
"Kinerja Kepala Kejati Kalbar Resi Anna Napitupulu dan Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar Didik Istiyanta, sangat baik, yang mana sebelumnya kami nilai lamban," kata Burhanudin Abdullah saat memantau langsung proses pemeriksaan lima saksi terkait dugaan korupsi Bansos di lingkungan Pemkot Pontianak.
Ia berharap, kasus-kasus korupsi yang telah ditangani Kejati Kalbar, semuanya maju di tingkat meja hijau.
"Mudah-mudahan dengan kerja keras pejabat sekarang, bisa membawa perubahan yang besar dalam menangani kasus-kasus korupsi di Kalbar," katanya.
Bahkan, kata Ketua LAKI DPD Kalbar, beberapa kasus sudah ada tersangkanya sehingga seharusnya bisa memotivasi penegak hukum lain seperti kepolisian untuk bertindak.
Dia berharap, dengan diprosesnya kasus-kasus Tipikor, bisa memberikan efek jera agar orang takut untuk korupsi, dan ke depan tidak ada tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi di Kalbar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014