Pontianak (Antara Kalbar) - Riko, warga Sintang Kalbar, wajahnya tampak kepanasan setelah berkeliling kota dengan sepeda motornya untuk mencari bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

"Aduh kosong semua minyak premium Mas," kata Riko dengan nada agak panik.

Hari itu pada hari Jumat (21/2) penjual eceran BBM di Kota Sintang memang nyaris menutup semua kios bensinnya. Riko dan banyak orang Sintang dengan terpaksa memang harus berkeliling untuk mendapatkan premium di penjual eceran karena di SPBU-SPBU yang ada di kota itu selalu antre panjang, dan hampir tidak pernah berkurang antreannya sepanjang hari.

Kota Sintang, 395 km dari Kota Pontianak, sejak pertengahan Februari 2014 ini sudah terasa kelangkaan BBM sehingga setiap SPBU selalu penuh antrean sepanjang hari. Kalaupun SPBU yang tidak ada antrean, berarti stok BBM sudah habis.

Tidak hanya Riko warga Jalan Sungai Durian, juga Riska warga Baning Sintang mengaku enggan kalau harus antre panjang di SPBU. "Kalau saya ikut antre di SPBU, saya kehabisan waktu dan tidak bisa mengajar," ujar guru SD tersebut.

Kejadian kelangkaan BBM tidak hanya di wilayah Kabupaten Sintang, tetapi hampir merata di wilayah timur Kalbar, seperti di Kabupaten Sekadau dan Melawi.

Pemilik SPBU Beji Sintang Gunawan mengakui selama musim kemarau pasokan BBM jenis premium ke SPBU miliknya berkurang. Stok BBM yang berkurang ini disebabkan faktor distribusi yang terhambat.

"Gelombang laut sedang besar. Oleh karena itu, pengangkutan BBM dari luar Kalimantan ke Pontianak terhambat, sementara jalur sungai dari Pontianak ke hulu juga surut sehingga tongkang Pertamina susah masuk," katanya.

Pada hari biasa, SPBU miliknya menerima 32 kiloliter (kl). Namun, pada kondisi seperti ini SPBU miliknya hanya mendapat pasokan 16 kl. "Kami buka mulai dari pukul 07.30 sampai pukul 10.00 BBM sudah habis," ujarnya.

Pertamina Kalbar yang dikonfirmasi melalui Sales Representative Region 7 Fakhri Rizal mengungkapkan bahwa pada musim kering saat-saat ini tanker BBM terhambat masuk ke Depot Pertamina Sintang.

"Saya sudah cek kedalaman air sungai di Depot Pertamina Sintang baru mencapai 1,4 meter sehingga tanker BBM belum bisa masuk," kata Fakhri Rizal.

Untuk bisa masuk ke Depot Pertamina Sintang, kata dia, kedalaman air sungai di Depot Pertamina Sintang minimal 1,8 meter. Pertamina tidak bisa memastikan kapan tanker BBM bisa masuk ke Depot Pertamina Sintang karena sangat tergantung pada cuaca dan curah hujan.

"Kalau curah hujan tinggi dan air sungai naik, tanker BBM bisa masuk," kata dia.

Dengan kondisi curah hujan rendah saat ini, tanker BBM tidak bisa sampai ke Sintang sehingga harus berhenti di Sanggau dan mendistribusikan BBM ke Sintang melalui jalur darat.

"Akibatnya butuh waktu lebih panjang BBM bisa sampai ke Sintang mengingat jalan dari Sanggau ke Sintang mengalami kerusakan yang cukup parah," ujarnya.

Selain kendala tongkang tidak bisa sampai Sintang, ada armada Pertamina yang mengangkut BBM sebanyak 16 ton tidak bisa masuk ke Sanggau sehingga sebagian kuota BBM untuk Sintang harus diambil di Pontianak.

"Jadi, sebagian kuota BBM untuk Sintang diambil dari Sanggau dan sebagian lagi dari Pontianak. Semua distribusinya dilakukan melalui jalur darat sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama," ungkapnya.



Memanfaatkan Kelangkaan

Meski ada jaminan dari Pertamina stok tercukupi, rasa panik akibat rasa kelangkaan BBM ini sudah berdampak selama tiga pekan terakhir ini. Harga eceren premium di Sintang saat ini berkisar Rp10.000 per liter, padahal pada hari-hari normal biasanya berkisar Rp7.500 per liter.

"Ya, kita terpaksa beli karena premium ini sudah kebutuhan dasar kita. Kalau tidak ada premium, kita tidak bisa ke mana-mana, baik yang pedagang, PNS, maupun pekerja," kata Riska.

Pertamina Kalbar sendiri mengungkapkan bahwa untuk harga BBM di tingkat pengecer yang melambung tinggi, pihaknya sudah sudah berkoordinasi dengan Pemkab Sintang.

Pertamina pernah meminta Pemkab Sintang agar menertibkan harga BBM yang dijual para pengecer. "Walau tidak ada aturan yang membolehkan pemerintah daerah menetapkan harga eceran tertinggi BBM di tingkat pengecer, paling tidak Pemkab Sintang bisa menertibkan harga BBM di tingkat pengecer agar ada stabilitas harga," kata Fakhri.

Dia menyarankan Pemkab Sintang mencontoh Pemkab Ketapang yang satu bulan lalu juga mengalami permasalahan distribusi BBM akibat cuaca. Di Ketapang harga premium di pengecer sempat mencapai Rp20.000 per liter. Pemkab Ketapang pun langsung mengerahkan Satpol PP untuk menertibkan harga BBM di tingkat pengecer sehingga harganya menjadi stabil sekitar Rp7.000 per liter.

Sementara itu, adanya oknum SPBU yang menetapkan harga jual premium pada Rp6.750 per liter atau Rp7.000 per liter, Sales Representative Region 7 Pertamina Kalbar Fakhri Rizal menegaskan bahwa SPBU tidak boleh menjual harga BBM di atas harga yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.

"Kalau harga premium tetap Rp6.500 per liternya, SPBU tidak dibenarkan menjual di atas ini," tegasnya.

Sudah menjadi perbincangan di tengah masyarakat, melambungnya harga premium di tingkat pengecer sudah dimulai dari permainan harga di SPBU.

Harga premium dijual pengecer saat ini sudah mencapai Rp9.000 hingga Rp10.000, menurut pengecer, karena dia membeli dari pengantre Rp8.000 dan si pengantre mengatakan bahwa dia membeli premium dari SPBU sudah Rp7.000.

Begitu juga solar dijual pengecer bisa Rp10 ribu karena pengecer ini membeli dari pengantre Rp8.000 dan pengantre membeli dari SPBU sudah Rp6.000.

Sales Representative Region 7 Pertamina Kalbar Fakhri Rizal menegaskan bahwa tindakan SPBU menjual harga yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah ilegal. "Kalau harga premium tetap Rp6.500 per liternya. SPBU tidak dibenarkan menjual di atas ini," ujarnya.

Dia berjanji akan mengecek ke lapangan apakah benar SPBU di Sintang menjual BBM di atas harga yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Jika iya, Fakhri berjanji akan menindak SPBU tersebut sesuai aturan yang berlaku.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sintang Ginidie juga gerah melihat permainan harga BBM ini.

"Saya lihat kelangkaan BBM di Sintang sudah dimanfaatkan oleh oknum tertentu apakah itu oknum pegawai SPBU, oknum Pertamina, atau SPBU-nya yang memancing di air keruh," katanya.

Ginidie pun berharap aparat kepolisian tidak diam saja terhadap kondisi ini. "Kami berikan semangat dukungan sepenuhnya kepada aparat. Jangan berdiam diri, kalau berdiam diri, ada apa?" ujarnya.

Ia juga meminta Satpol PP Kabupaten Sintang untuk turut mengawasi distribusi BBM di Sintang.

"Jangan diam saja karena itu bagian dari tugas Satpol PP. Penjualan BBM di SPBU dan eceran ini perlu diawasi," tegasnya.

Ginidie mengingatkan meski masyarakat Sintang sampai saat ini tidak menghiraukan tingginya harga BBM karena bagi masyarakat yang penting ada BBM.

"Akan tetapi, janganlah kondisi ini dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Janganlah mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain," pintanya.


(T.Z004/D007/) 

Pewarta: Zaenal Abidin

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014