Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis menilai kebijakan pembangunan belum melindungi kelompok yang lemah sehingga terkesan mengabaikan kelompok yang minoritas secara nasional.

Menurut Gubernur Cornelis saat Musrenbang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalbar Tahun 2015 di Pontianak, Senin, ada berbagai persoalan yang mendesak untuk dibenahi di daerah.

"Kalau masalah pertumbuhan penduduk, kami tidak terlibat seperti di Jawa yang jumlahnya sudah seratus juta lebih jiwanya," kata Cornelis.

Ia menambahkan, persoalan di Kalbar lebih banyak ke masalah infrastruktur seperti jalan Tayan - Sanggau yang menjadi kewenangan pusat. Kemudian pembangunan jalan di kawasan perbatasan yang menjadi bagian pelayanan umum namun menjadi kewenangan pemerintah pusat.

"Tetapi yang dimarahi masyarakat, bupati, gubernur, bukan pemerintah pusat," katanya menegaskan.

Ia juga mengkritik tentang transfer dana ke daerah yang lebih banyak digunakan untuk membayar gaji. Sementara itu, sekitar 80 persen pegawai negeri sipil yang baru diterima, berasal dari luar Kalbar.

"Jadi, proteksi terhadap kami yang lemah, tidak ada," katanya menegaskan.

Ia mencontohkan kalangan etnis Dayak yang masih dalam kategori tertinggal sehingga sulit untuk bersaing dengan mereka yang sudah lebih unggul dan maju. Cornelis membandingkan dengan Malaysia yang memberi perlindungan dan prioritas kepada kalangan bumi putera agar mampu bersaing dengan kelompok lain.

Ia menyadari akan ada anggapan kalau ia terkesan sukuisme atau kedaerahan. "Tetapi ini fakta yang terjadi," kata Cornelis yang juga Ketua Dewan Adat Dayak Kalbar itu.

Cornelis melanjutkan, ia sejak bertugas di kantor camat sudah mengikuti dan membahas tentang musyawarah perencanaan pembangunan. "Tapi habis musrenbang, selesai juga. Tolong pemerintah pusat jangan hanya berteori saja," kata Cornelis.

Kebijakan pemerintah pusat yang melarang ekspor bahan mentah juga cenderung menguntungkan pemilik modal karena hanya mereka yang mampu membangun smelter atau pabrik pengolahan.

"Masyarakat yang hanya punya lahan seratus atau dua ratus hektare, akhirnya tidak bisa ekspor," kata Cornelis yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Kalbar itu.

Ia memperkirakan 25 ribu hingga 30 orang yang menganggur karena kebijakan itu di Kalbar.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014