Jakarta (Antara Kalbar) -: Sejumlah cendekiawan Muslim dari berbagai negara yang difasilitasi KAHMI Nasional dan Universal Justice Network di Jakarta, Minggu (4/5), menetapkan 10 poin Deklarasi Jakarta, yangi berisi kesepakatan untuk menjaga persatuan umat Islam di seluruh dunia.
Deklarasi Jakarta dibacakan oleh Ketua Dewan Pakar KAHMI Laode Kamaludin dan cendekiawan muslim dari Washington Imam Muh Al Asi. Deklarasi itu lalu ditandatangani hampir semua yang hadir.
Hadir dalam Pertemuan tersebut antara lain Presidium KAHMI Anies Baswedan, Citizen Internasional Dr Muhideen Abdul Kadir, AM Fatwa, Saleh Khalid, Ketua DPP Partai NasDem Kurtubi, Sekjen KAHMI Subandrio, Haidar Bagir, Hermansyah, Husain Heriyanto.
Para cendekiawan dalam pertemuan itu dengan tegas mengutuk berkembangnya virus kebencian sektarian dan konflik internal di dalam umat Islam yang telah menelan banyak korban tak berdosa di banyak belahan dunia, khususnya di negara berpenduduk mayoritas muslim seperti di Asia Selatan dan Barat.
"Kami memahami virus kebencian sedang menyebar ke negeri-negeri Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Karena itu, kami, para cendekiawan muslim, sepakat kepada poin-poin dalam deklarasi ini untuk menghadapi dan menghapuskan virus kebencian sektarian dan meluasnya konflik internal di dalam umat Islam," tutur Laode Kamaluddin.
Sepuluh poin Deklarasi Jakarta berisi pernyataan bahwa pembunuhan terhadap sesama manusia berdasarkan warna kulit, keyakinan, etnis, dan agama adalah haram dan bertentangan dengan syariah, mendukung definisi muslim sesuai dengan deklarasi “Risalah Ammanâ€, perbedaan di internal umat tidak boleh berujung pada pernyataan 'kafir' dan 'sesat' terhadap sesama muslim, dan jika itu yang terjadi, perbuatan itu dianggap haram dan bertentangan dengan syariah.
Poin lainnya berisi pernyataan semua perbedaan di antara muslim harus diselesaikan dengan dialog dan konsensus seraya tetap menjaga kehormatan satu sama lain, aktif bersama-sama membangun dan menjaga hubungan di antara mazhab serta organisasi Islam yang berbeda dan menghadiri kegiatan satu sama lain sebagai cara membangun, menjaga, dan mengembangkan persaudaraan, mempromosikan dan menjaga harmoni di antara semua kelompok muslim melalui media cetak, elektronik, dan media sosial.
Deklarasi Jakarta juga merekomendasikan agar sekolah-sekolah mengembangkan silabus dan kurikulum yang mendorong perdamaian, persaudaraan, serta persatuan di antara semua anggota masyarakat muslim, mendesak pemerintah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan undang-undang yang memerangi ujaran kebencian dan mendorong pemidanaan yang lebih efektif terhadap pelanggaran atas undang-undang tersebut, menyadari konflik sektarian adalah jebakan yang bertujuan untuk melemahkan umat Islam, dan kami harus mencerahkan umat tentang jebakan itu. Serta akan aktif memediasi semua kelompok muslim yang berselisih agar bisa melakukan rekonsiliasi.
Dari banyak yang hadir, ada beberapa yang tidak bersedia ikut menandatangani deklarasi. Di antaranya ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Misbahul Alam dari LKTO HTI mengakui tidak ikut menandatangani deklarasi tersebut.
Pasalnya, dia harus mengikuti prosedur organisasi, di mana hal semacam itu harus lebih dahulu dibicarakan dalam internal organisasi dan menunggu instruksi pimpinannya. Sedangkan ia hadir di acara itu hanya sebagai undangan.
"Namun bukan berarti kami menolak deklarasi itu. Hanya saja memang dalam organisasi kami ada prosedur yang harus diikuti," ujar Misbahul Alam.
(Mentronews/Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Deklarasi Jakarta dibacakan oleh Ketua Dewan Pakar KAHMI Laode Kamaludin dan cendekiawan muslim dari Washington Imam Muh Al Asi. Deklarasi itu lalu ditandatangani hampir semua yang hadir.
Hadir dalam Pertemuan tersebut antara lain Presidium KAHMI Anies Baswedan, Citizen Internasional Dr Muhideen Abdul Kadir, AM Fatwa, Saleh Khalid, Ketua DPP Partai NasDem Kurtubi, Sekjen KAHMI Subandrio, Haidar Bagir, Hermansyah, Husain Heriyanto.
Para cendekiawan dalam pertemuan itu dengan tegas mengutuk berkembangnya virus kebencian sektarian dan konflik internal di dalam umat Islam yang telah menelan banyak korban tak berdosa di banyak belahan dunia, khususnya di negara berpenduduk mayoritas muslim seperti di Asia Selatan dan Barat.
"Kami memahami virus kebencian sedang menyebar ke negeri-negeri Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Karena itu, kami, para cendekiawan muslim, sepakat kepada poin-poin dalam deklarasi ini untuk menghadapi dan menghapuskan virus kebencian sektarian dan meluasnya konflik internal di dalam umat Islam," tutur Laode Kamaluddin.
Sepuluh poin Deklarasi Jakarta berisi pernyataan bahwa pembunuhan terhadap sesama manusia berdasarkan warna kulit, keyakinan, etnis, dan agama adalah haram dan bertentangan dengan syariah, mendukung definisi muslim sesuai dengan deklarasi “Risalah Ammanâ€, perbedaan di internal umat tidak boleh berujung pada pernyataan 'kafir' dan 'sesat' terhadap sesama muslim, dan jika itu yang terjadi, perbuatan itu dianggap haram dan bertentangan dengan syariah.
Poin lainnya berisi pernyataan semua perbedaan di antara muslim harus diselesaikan dengan dialog dan konsensus seraya tetap menjaga kehormatan satu sama lain, aktif bersama-sama membangun dan menjaga hubungan di antara mazhab serta organisasi Islam yang berbeda dan menghadiri kegiatan satu sama lain sebagai cara membangun, menjaga, dan mengembangkan persaudaraan, mempromosikan dan menjaga harmoni di antara semua kelompok muslim melalui media cetak, elektronik, dan media sosial.
Deklarasi Jakarta juga merekomendasikan agar sekolah-sekolah mengembangkan silabus dan kurikulum yang mendorong perdamaian, persaudaraan, serta persatuan di antara semua anggota masyarakat muslim, mendesak pemerintah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan undang-undang yang memerangi ujaran kebencian dan mendorong pemidanaan yang lebih efektif terhadap pelanggaran atas undang-undang tersebut, menyadari konflik sektarian adalah jebakan yang bertujuan untuk melemahkan umat Islam, dan kami harus mencerahkan umat tentang jebakan itu. Serta akan aktif memediasi semua kelompok muslim yang berselisih agar bisa melakukan rekonsiliasi.
Dari banyak yang hadir, ada beberapa yang tidak bersedia ikut menandatangani deklarasi. Di antaranya ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Misbahul Alam dari LKTO HTI mengakui tidak ikut menandatangani deklarasi tersebut.
Pasalnya, dia harus mengikuti prosedur organisasi, di mana hal semacam itu harus lebih dahulu dibicarakan dalam internal organisasi dan menunggu instruksi pimpinannya. Sedangkan ia hadir di acara itu hanya sebagai undangan.
"Namun bukan berarti kami menolak deklarasi itu. Hanya saja memang dalam organisasi kami ada prosedur yang harus diikuti," ujar Misbahul Alam.
(Mentronews/Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014