Jakarta (Antara Kalbar) - Rawa-rawa yang memiliki luas sebanyak 33,4 juta hektare atau sekitar 17 persen dari seluruh luas daratan di Indonesia seharusnya dapat diberdayakan untuk meningkatkan produksi beras sekaligus menunjang kemandirian pangan di Tanah Air.

"Dari potensi luasan tersebut, 1,8 juta hektare sudah dikembangkan oleh pemerintah untuk kepentingan penyediaan pangan, namun produktivitasnya masih relatif rendah," kata Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Moh Hasan dalam rilis Pusat Komunikasi Publik Kementerian PU yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, rendahnya produktivitas beras di rawa dapat terlihat dari kontribusi produksi beras yang dihasilkan oleh irigasi rawa baru mencapai 5 persen dari produksi beras di Indonesia.

Kondisi itu, lanjutnya, menciptakan tantangan tersendiri untuk mencari upaya pengembangan lahan irigasi rawa dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Ia mengingatkan kelalaian dalam pengelolaan rawa dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kehilangan sumber daya hayati serta mengganggu produksi pangan.

"Saya berharap nantinya dapat dirumuskan strategi pengelolaan irigasi rawa yang berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dalam perspektif perubahan iklim global dan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat Indonesia," kata Hasan.

Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat Aliansi Desa Sejahtera (ADS) mengatakan, redistribusi sumber-sumber agraria secara adil adalah langkah yang penting guna menciptakan kedaulatan pangan bagi rakyat Indonesia.

"Banyak hal yang harus dilakukan untuk menciptakan kedaulatan pangan Indonesia, salah satunya adalah terdistribusinya sumber-sumber agraria dengan adil," kata Koordinator Pokja Beras ADS Said Abdullah, Selasa (29/4).

Said mencontohkan, meski Indonesia telah memiliki UU No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, namun dalam implementasinya masih sangat lemah karena hal itu diserahkan pada provinsi dan kabupaten, tanpa adanya koordinasi dan perencanaan yang berkesinambungan.

"Sejauh ini, laju konversi lahan pangan terus berlangsung dengan masif," katanya.

Sementara itu, Yayasan Kehati menegaskan pemerintahan mendatang mesti mengurangi impor pangan sebagai cara untuk menegakkan kedaulatan pangan di Tanah Air.

Menurut Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) Arnold Sitompul, ketergantungan Indonesia pada produk pangan impor sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan.

Ia mengingatkan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia masih aktif melakukan impor berbagai komoditas pangan. "Pada kurun waktu Januari hingga Oktober 2013 saja, impor bahan pangan masih tinggi, yaitu sebanyak 15,4 juta ton," ungkapnya.

Di antara komoditas pangan yang diimpor itu, ujar dia, adalah beras dengan jumlah mencapai 400 ribu ton, lalu komoditas kedelai mencapai 1,4 juta ton, bahkan singkong pun ikut diimpor dengan jumlah mencapai 100,7 ton.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014