Denpasar (Antara Kalbar) - Umat Hindu Dharma di Bali merayakan Hari Suci Galungan, hari raya terbesar dalam memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) dengan penuh khidmat, Rabu.
Umat Hindu, baik pria, wanita, maupun anak-anak, dengan mengenakan busana adat nominasi warna putih dan wanita menjunjung sesajen (sesaji) pergi ke Pura atau tempat suci keluarga (merajan) untuk mengadakan persembahyangan.
Suasana Kota Denpasar dan perdesaan di Bali tampak cukup semarak karena sepanjang jalan dihiasi dengan penjor sebagai lambang kemakmuran.
Jalan-jalan raya sepanjang Kota Denpasar tampak lengang karena seluruh perkantoran instansi pemerintah dan swasta di Bali libur (fakultatif) selama tiga hari berturut-turut, 20--22 Mei 2014.
"Umat Hindu pada Hari Suci Galungan itu wajib melakukan introspeksi diri agar sadar dan mengetahui kebenaran yang sejati karena kebenaran itu haru tetap ditegakkan," kata Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Neger (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi.
Dengan demikian, umat Hindu diharapkan mampu meningkatkan sikap toleransi dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, yang selama ini hidup harmonis berdampingan satu sama lainnya.
Umat Hindu dalam merayakan Hari Suci Galungan dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapat bimbingan, tuntunan, dan perlindungan dengan harapan tetap pada jalan yang benar sesuai dengan ajaran Dharma.
Hari suci Galungan selain bermakna memperingati kemenangan Dharma atas Adharma juga memberikan keheningan atas kemakmuran dan kesejahteraan yang dilimpahkan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Hari Kemenangan Dharma sekaligus kebangkitan, tangga menuju pemusatan pikiran, dan kesucian diri agar umat manusia dalam menjalani kehidupan benar-benar suci dan bersih.
"Pikiran suci akan mampu menghilangkan semua pengaruh yang bisa membawa dampak negatif," harap Dr. Ketut Sumadi.
Ia juga mengingatkan umat Hindu tidak menghamburkan uang saat merayakan Galungan, tetapi didasari atas kemampuan ekonomi karena yang mendesak diperhatikan adalah kebutuhan pokok, kelangsungan pendidikan putra-putrinya, dan aspek kehidupan lain yang lebih penting.
Menurut Ketut Sumadi, tidak ada batasan seseorang dalam merayakan ritual Galungan harus menyuguhkan buah impor atau kue yang berstandar, tetapi atas dasar keikhlasan sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Umat Hindu, baik pria, wanita, maupun anak-anak, dengan mengenakan busana adat nominasi warna putih dan wanita menjunjung sesajen (sesaji) pergi ke Pura atau tempat suci keluarga (merajan) untuk mengadakan persembahyangan.
Suasana Kota Denpasar dan perdesaan di Bali tampak cukup semarak karena sepanjang jalan dihiasi dengan penjor sebagai lambang kemakmuran.
Jalan-jalan raya sepanjang Kota Denpasar tampak lengang karena seluruh perkantoran instansi pemerintah dan swasta di Bali libur (fakultatif) selama tiga hari berturut-turut, 20--22 Mei 2014.
"Umat Hindu pada Hari Suci Galungan itu wajib melakukan introspeksi diri agar sadar dan mengetahui kebenaran yang sejati karena kebenaran itu haru tetap ditegakkan," kata Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Neger (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi.
Dengan demikian, umat Hindu diharapkan mampu meningkatkan sikap toleransi dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, yang selama ini hidup harmonis berdampingan satu sama lainnya.
Umat Hindu dalam merayakan Hari Suci Galungan dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapat bimbingan, tuntunan, dan perlindungan dengan harapan tetap pada jalan yang benar sesuai dengan ajaran Dharma.
Hari suci Galungan selain bermakna memperingati kemenangan Dharma atas Adharma juga memberikan keheningan atas kemakmuran dan kesejahteraan yang dilimpahkan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Hari Kemenangan Dharma sekaligus kebangkitan, tangga menuju pemusatan pikiran, dan kesucian diri agar umat manusia dalam menjalani kehidupan benar-benar suci dan bersih.
"Pikiran suci akan mampu menghilangkan semua pengaruh yang bisa membawa dampak negatif," harap Dr. Ketut Sumadi.
Ia juga mengingatkan umat Hindu tidak menghamburkan uang saat merayakan Galungan, tetapi didasari atas kemampuan ekonomi karena yang mendesak diperhatikan adalah kebutuhan pokok, kelangsungan pendidikan putra-putrinya, dan aspek kehidupan lain yang lebih penting.
Menurut Ketut Sumadi, tidak ada batasan seseorang dalam merayakan ritual Galungan harus menyuguhkan buah impor atau kue yang berstandar, tetapi atas dasar keikhlasan sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014