Di usia yang menginjak 36 tahun, sosok Dedy Kurniawan, terbilang mapan. Ia mempunyai showroom penjualan kendaraan bermotor, Pachira Motor, yang cukup besar di bilangan Jalan Dr Soetomo Pontianak Kota. Ia mengambil nama usahanya dari pohon rezeki, atau nama ilmiahnya, Pachira Aquatica.
Untuk menggapai posisi tersebut, tentu tak mudah baginya. Bermula dari membuka pelayanan angkutan khusus antarjemput penumpang dengan rute Pontianak - Singkawang pada tahun 2001 dengan nama Pachira Taxi. Ia sendiri ikut mengemudikan salah satu unit kendaraan selama satu tahun sebelum lebih fokus mengelola manajemen.
Ia masih ingat masa-masa tersebut cukup berat baginya. "Satu tahun ikut mengantar, menjemput penumpang, mencari penumpang, serta membuka jaringan dan pertemanan," kata Dedy.
Ada beberapa pertimbangan ia membuka usaha tersebut. Diantaranya, waktu itu orang tuanya bertugas di Kota Singkawang. Sementara ia tinggal di Kota Pontianak.
Dedy pun sedikit banyak paham dan punya dasar di bisnis jual beli kendaraan berkualitas namun dengan harga murah. Pada masa itu, di Kalbar, mobil Isuzu Panther, kurang dilirik. Ia pun mengoptimalkan kendaraan roda empat berbahan bakar solar tersebut.
Insting bisnisnya tepat. Dua tahun sesudahnya, Pachira merajai bisnis angkutan khusus di rute tersebut. Tingkat okupansi tinggi, dan ada belasan unit kendaraan yang ia kelola. "2003-2004, bisnis Pachira `booming`," kata dia.
Saat itu, biaya angkutan masih di bawah Rp20 ribu per penumpang. Bandingkan dengan kini yang ada di kisaran Rp90 ribu - Rp110 ribu per penumpang untuk rute Pontianak - Singkawang, atau sebaliknya.
Namun, tak lama berselang, salah satu prinsipal kendaraan, yakni Toyota, meluncurkan produk baru yakni Innova. Kehadiran kendaraan jenis MPV itu ikut menurunkan daya saing Pachira. Perusahaan angkutan sejenis yang melayani rute yang sama, perlahan menggunakan mobil jenis tersebut.
Dedy pun mau tidak mau harus merestrukturisasi kendaraan yang ia miliki agar mampu bersaing, minimal setara dengan perusahaan sejenis. Saat itulah masa-masa berat bagi Pachira.
Secara perlahan, ia menemukan titik kesetimbangan baru. Pada tahun 2007, ia mencoba membuka rute baru ke wilayah Timur Kalbar, yakni Kota Sanggau. "Okupansinya baik, rata-rata dalam satu kali keberangkatan, 3,9 sampai 4 penumpang. Kalau penuh, enam penumpang," kata Dedy.
Pada tahun yang sama, ia membuka showroom jual beli kendaraan, terutama roda empat. "Saya bisnis yang saya tahu, ya mobil," kata Dedy. Ia lebih fokus ke usaha barunya itu. Ia memilih waralaba, atau penggunaan nama usaha namun pengelolaannya dilakukan pihak lain, untuk Pachira Taxi.
Bisnis angkutan khusus Pontianak - Singkawang dirasakannya semakin ketat. Jalan yang semakin baik dan mulus, kepemilikan warga atas kendaraan roda empat yang semakin mudah, peningkatan taraf hidup yang semakin tinggi, diantara beberapa penyebabnya. Perkembangan bisnis di Kota Singkawang terbilang lamban, sementara pemain di bidang transportasi semakin banyak. Jumlah penduduk Kota Singkawang pun masih tak sebanyak Kota Pontianak.
"Yang masih eksis sejak lama, paling hanya dua, Antya dan Pachira. Yang lain ada yang dijual, atau merger membentuk perusahaan baru," kata dia.
Baginya, bisnis tersebut kini tidak menggiurkan lagi, sedangkan tingkat risiko tinggi. Mereka yang bertahan tidak hanya mengandalkan jenis usaha yang sama.
Ada yang mempertahankan kepemilikan dengan alasan prestisius, status, sekaligus mencari peruntungan dari usaha lain. Ia tidak memungkiri kalau adanya showroom lebih mendominasi pendapatannya selama ini dibanding angkutan khusus. "Istilahnya, kalau yang lain sudah berlari, kami sudah menggunakan sepeda motor," kata Dedy, lalu tertawa.
Dedy sendiri enggan untuk menjual Pachira Taxi. "Suatu saat kalau saya ingin kembali, tidak perlu repot mengurus izin lagi," katanya. Terlebih lagi di Kota Singkawang bakal berdiri satu pusat perbelanjaan skala nasional serta bandar udara. Kemudian, akses ke negeri jiran melalui jalur Pantai Utara Kalbar seperti Sambas dan Bengkayang, akan menjadikan Kota Singkawang sebagai simpul utama. Kota Singkawang di masa mendatang mungkin akan menjadi salah satu tujuan utama di Pulau Kalimantan. Peluang itu yang ingin ia tangkap, meski masih butuh waktu cukup lama.
Ia yakin, selama manusia terus bertambah dan berinteraksi, maka tetap membutuhkan angkutan. "Sama seperti manusia butuh sandang, pangan," kata Dedy. Kalau pun pihak yang mengontrak Pachira Taxi tidak memperpanjang lagi, Dedy tetap bertahan. "Mungkin saja, nanti saya akan menampilkan sesuatu yang berbeda, selain tentu saja memperkuat di bisnis jual beli kendaraan," ujarnya.
Sama dengan keyakinannya bahwa berbisnis itu seperti air mengalir. Ketika terhenti di satu sisi, akan mengalir ke sisi yang lain untuk menemukan jalan keluar. "Itu prinsip yang saya yakini selama ini," kata Dedy mengakhiri pembicaraan sambil menatap pohon pachira yang terletak di sudut meja kerjanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Untuk menggapai posisi tersebut, tentu tak mudah baginya. Bermula dari membuka pelayanan angkutan khusus antarjemput penumpang dengan rute Pontianak - Singkawang pada tahun 2001 dengan nama Pachira Taxi. Ia sendiri ikut mengemudikan salah satu unit kendaraan selama satu tahun sebelum lebih fokus mengelola manajemen.
Ia masih ingat masa-masa tersebut cukup berat baginya. "Satu tahun ikut mengantar, menjemput penumpang, mencari penumpang, serta membuka jaringan dan pertemanan," kata Dedy.
Ada beberapa pertimbangan ia membuka usaha tersebut. Diantaranya, waktu itu orang tuanya bertugas di Kota Singkawang. Sementara ia tinggal di Kota Pontianak.
Dedy pun sedikit banyak paham dan punya dasar di bisnis jual beli kendaraan berkualitas namun dengan harga murah. Pada masa itu, di Kalbar, mobil Isuzu Panther, kurang dilirik. Ia pun mengoptimalkan kendaraan roda empat berbahan bakar solar tersebut.
Insting bisnisnya tepat. Dua tahun sesudahnya, Pachira merajai bisnis angkutan khusus di rute tersebut. Tingkat okupansi tinggi, dan ada belasan unit kendaraan yang ia kelola. "2003-2004, bisnis Pachira `booming`," kata dia.
Saat itu, biaya angkutan masih di bawah Rp20 ribu per penumpang. Bandingkan dengan kini yang ada di kisaran Rp90 ribu - Rp110 ribu per penumpang untuk rute Pontianak - Singkawang, atau sebaliknya.
Namun, tak lama berselang, salah satu prinsipal kendaraan, yakni Toyota, meluncurkan produk baru yakni Innova. Kehadiran kendaraan jenis MPV itu ikut menurunkan daya saing Pachira. Perusahaan angkutan sejenis yang melayani rute yang sama, perlahan menggunakan mobil jenis tersebut.
Dedy pun mau tidak mau harus merestrukturisasi kendaraan yang ia miliki agar mampu bersaing, minimal setara dengan perusahaan sejenis. Saat itulah masa-masa berat bagi Pachira.
Secara perlahan, ia menemukan titik kesetimbangan baru. Pada tahun 2007, ia mencoba membuka rute baru ke wilayah Timur Kalbar, yakni Kota Sanggau. "Okupansinya baik, rata-rata dalam satu kali keberangkatan, 3,9 sampai 4 penumpang. Kalau penuh, enam penumpang," kata Dedy.
Pada tahun yang sama, ia membuka showroom jual beli kendaraan, terutama roda empat. "Saya bisnis yang saya tahu, ya mobil," kata Dedy. Ia lebih fokus ke usaha barunya itu. Ia memilih waralaba, atau penggunaan nama usaha namun pengelolaannya dilakukan pihak lain, untuk Pachira Taxi.
Bisnis angkutan khusus Pontianak - Singkawang dirasakannya semakin ketat. Jalan yang semakin baik dan mulus, kepemilikan warga atas kendaraan roda empat yang semakin mudah, peningkatan taraf hidup yang semakin tinggi, diantara beberapa penyebabnya. Perkembangan bisnis di Kota Singkawang terbilang lamban, sementara pemain di bidang transportasi semakin banyak. Jumlah penduduk Kota Singkawang pun masih tak sebanyak Kota Pontianak.
"Yang masih eksis sejak lama, paling hanya dua, Antya dan Pachira. Yang lain ada yang dijual, atau merger membentuk perusahaan baru," kata dia.
Baginya, bisnis tersebut kini tidak menggiurkan lagi, sedangkan tingkat risiko tinggi. Mereka yang bertahan tidak hanya mengandalkan jenis usaha yang sama.
Ada yang mempertahankan kepemilikan dengan alasan prestisius, status, sekaligus mencari peruntungan dari usaha lain. Ia tidak memungkiri kalau adanya showroom lebih mendominasi pendapatannya selama ini dibanding angkutan khusus. "Istilahnya, kalau yang lain sudah berlari, kami sudah menggunakan sepeda motor," kata Dedy, lalu tertawa.
Dedy sendiri enggan untuk menjual Pachira Taxi. "Suatu saat kalau saya ingin kembali, tidak perlu repot mengurus izin lagi," katanya. Terlebih lagi di Kota Singkawang bakal berdiri satu pusat perbelanjaan skala nasional serta bandar udara. Kemudian, akses ke negeri jiran melalui jalur Pantai Utara Kalbar seperti Sambas dan Bengkayang, akan menjadikan Kota Singkawang sebagai simpul utama. Kota Singkawang di masa mendatang mungkin akan menjadi salah satu tujuan utama di Pulau Kalimantan. Peluang itu yang ingin ia tangkap, meski masih butuh waktu cukup lama.
Ia yakin, selama manusia terus bertambah dan berinteraksi, maka tetap membutuhkan angkutan. "Sama seperti manusia butuh sandang, pangan," kata Dedy. Kalau pun pihak yang mengontrak Pachira Taxi tidak memperpanjang lagi, Dedy tetap bertahan. "Mungkin saja, nanti saya akan menampilkan sesuatu yang berbeda, selain tentu saja memperkuat di bisnis jual beli kendaraan," ujarnya.
Sama dengan keyakinannya bahwa berbisnis itu seperti air mengalir. Ketika terhenti di satu sisi, akan mengalir ke sisi yang lain untuk menemukan jalan keluar. "Itu prinsip yang saya yakini selama ini," kata Dedy mengakhiri pembicaraan sambil menatap pohon pachira yang terletak di sudut meja kerjanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014