Sintang (Antara Kalbar) - Sengketa wilayah antar Kabupaten Sintang dengan Kabupaten Kapuas Hulu hingga saat ini belum terselesaikan, Kementerian Dalam Negeri diharapkan dapat turun ke lapangan melihat kondisi itu.

"Sengketa wilayah antara Desa Mungguk Lawang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang dengan Desa Kenempai, Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu perlu segera diselesaikan oleh Kemendagri," kata anggota DPRD Kabupaten Sintang, Heri Jambri.

Ia mendesak Kemendagri untuk turun ke lapangan sebelum mereka menetapkan patok batas wilayahnya.

"Sampai hari ini Sintang belum mengakui apa yang ditetapkan Pemprov Kalbar. Kenapa ketika di lapangan, mereka menentukan patok batas wilayah tanpa melibatkan masyarakat?"  katanya setengah bertanya.

Dia menyampaikan kalau masyarakat tidak dilibatkan dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah ini akan sangat berbahaya karena menyangkut tanah ulayat.

Ditegaskannya pengakuan wilayah adat lebih dahulu ada sebelum Indonesia merdeka apalagi ini menyangkut batas suku. "Bukankah MK juga sudah putuskan bahwa tanah adat bukan tanah negara. Sudah jelas keputusan MK soal pertanahan," ujarnya.

Heri menyampaikan sangat diperlukan untuk klarifikasi ke lapangan oleh Kemendagri sebelum diterbitkannya keputusan.

Dia mengatakan surat keputusan Mendagri mengenai batas wilayah ini memang belum ada. Namun dia menyayangkan Pemprov Kalbar yang terkesan hanya mengacu pada hasil survei kementerian mengenai batas wilayah Sintang dengan Kapuas Hulu tersebut.

"Saya pikir Pemprov tidak kooperatif untuk melihat ke bawah tapi lebih mengacu ke pusat. Tidakkah terpikirkan ketika masyarakat di bawah, semuanya tidak menerima keputusan yang dibuat maka bagaimana jadinya nanti," kata dia lagi.

Dia mengatakan ada sekitar 2 ribu hektare yang disengketakan. Dijelaskannya ini sengketa batas antar kabupaten yang juga sengketa tanah adat antara Suku Sebaruk, Desa Mungguk Lawang, Kecamatan Ketungau Tengah dengan Suku Kantuk, Desa Kenepai, Kecamatan Semitau.

Ironisnya lagi, di daerah sengketa ini, sudah ditanami kebun sawit seluas 2.000 hektare oleh PT DNP yang beroperasi di Kapuas Hulu. Kabarnya, PT DNP membeli lahan tersebut dari masyarakat Desa Kenepai, Kapuas Hulu dengan harga Rp350.000 per hektare.

"Luar biasa sekali perusahaan membeli dengan harga murah lahan tersebut. Bayangkan harga per meter per seginya menjadi hanya Rp35. Padahal ini lahan sengketa yang harusnya tidak boleh digarap. Saya menyesalkan perusahaan membeli lahan tersebut dengan harga begitu murah. Tindakan ini merupakan suatu penghinaan terhadap masyarakat adat," tuturnya.

Saat ini, katanya, masyarakat sudah menghentikan aktivitas perkebunan tersebut. Perusahaan pun sudah sepakat tidak akan melakukan aktivitas sampai sengketa batas tersebut dapat diselesaikan.

Dia juga meminta perusahaan perkebunan sawit di sana jangan terlalu terlibat dalam permasalahan sengketa batas ini karena bisa dianggap provokator yang bisa membuat konflik antar masyarakat dua kabupaten.

(Faiz/N005)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014