Jakarta (Antara Kalbar) - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat menegaskan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak telah menurunkan daya beli masyarakat, termasuk buruh hingga 50 persen.

"(Penurunan daya beli) itu membuat rakyat hampir miskin menjadi miskin," katanya di Jakarta.

Karena itu, kata dia, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) bersama elemen pekerja, buruh, pedagang, petani, nelayan, mahasiswa, ibu rumah tangga, tukang ojek dan masyarakat umum lainnya akan terus  menyuarakan penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam kaitan memperjuangkan diturunkannya harga BBM, Aspek Indonesia bersama elemen bangsa lainnya sepanjang Rabu melakukan unjuk rasa  di gedung DPR RI dan  Kementerian Tenaga Kerja.

Ia mengatakan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang hanya di kisaran10-12 persen tentunya tidak akan bisa dinikmati manfaatnya oleh buruh.

Bahkan, kata dia,  khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur (Pergub) yang telah menetapkan UMP RP2,7 juta ternyata lebih kecil dibanding UMK daerah penyangga seperti Bekasi, Karawang, Purwakarta, Depok dan Tangerang, yang besarnya di kisaran RP2,95 juta.

Ia juga menyatakan bahwa pemerintah telah membohongi rakyat dengan mengatakan bahwa subsidi harga BBM hanya dinikmati oleh orang kaya saja.

"Seluruh rakyat sesungguhnya berhak mendapatkan kesejahteraan dari negara," katanya.

Ditegaskannya bahwa meski penolakan kenaikan BBM banyak disuarakan, namun Presiden-Wapres Jokowi-JK tetap tidak bergeming, dan ngotot menaikkan harga BBM justru di saat harga minyak dunia sedang turun yakni 80 dolar AS/barel.

"Jadi, justru menaikkan harga BBM justru di saat negara-negara lain menurunkan harga BBM di dalam negerinya," katanya.

Padahal, kata dia, APBN 2014/2015 masih menggunakan angka 105 dolar AS/barel untuk subsidi BBM, sehingga  masih ada kelebihan dana subsidi.

Mirah Sumirat merujuk contoh saat ini harga setara premium di Amerika Serikat Rp8.300/liter, tetapi di Indonesia Rp8.500/liter.

"Jadi, kebijakan Jokowi-JK yang baru memerintah sekitar dua bulan ini sangat melukai perasaan rakyat Indonesia. Jokowi-JK seperti tersandera dengan kepentingan pemodal besar sehingga tidak mampu mengambil kebijakan yang pro-kepentingan rakyat," katanya.

Menyikapi kenaikan harga BBM yang telah berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi dan sewa rumah, Aspek Indonesia menuntut pemerintah untuk merevisi keputusannya dengan menurunkan kembali harga BBM sesuai dengan penurunan harga minyak dunia.

Selain itu, pemerintah dituntut untuk tetap menjaga kemampuan daya beli rakyat, yang salah satunya dengan cara menaikkan UMP tahun 2015.

Karena itu, Aspek Indonesia menuntut agar pemerintah menurunkan harga BBM, melakukan revisi Pergub DKI Jakarta tentang UMP 2015 dengan mempertimbangkan UMK daerah penyangga, dan menetapkan UMP DKI Jakarta tahun 2015 sebesar Rp3 juta, serta menghapuskan praktik "outsourcing" dengan mengangkat menjadi pekerja tetap, khususnya di BUMN dan di BPJS Ketenagakerjaan.

Aspek Indonesia menyatakan tuntutan rakyat tersebut tentunya tidak berlebihan karena sudah menjadi kewajiban negara untuk mensejahterakan seluruh rakyat, dari setiap kekayaan alam yang dihasilkan oleh bumi pertiwi.

Untuk itulah, katanya, buruh akan mempersiapkan aksi besar-besaran di 20 provinsi dan 150 kabupaten/kota untuk menolak kenaikan harga BBM tersebut dan meminta seluruh gubernur untuk menetapkan ulang nilai UMP/UMK lebih tinggi lagi dengan memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM dan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok. 

(A035/B. Suyanto)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014