Jakarta (Antara Kalbar) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional harus mampu melindungi hak atas lahan bagi para petani dan masyarakat adat di berbagai daerah yang tanahnya semakin lama semakin tergerus.

"Kehadiran Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus mampu melindungi jutaan rumah tangga petani, masyarakat adat dan desa, yang selama ini dianggap berada di dalam kawasan hutan tanpa perlindungan hukum," kata Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin di Jakarta, Kamis.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, ia menjelaskan masih minimnya perlindungan untuk para petani dan masyarakat adat karena masih belum adanya sistem administrasi hak atas tanah yang berlaku bagi lahan yang mereka tempati saat ini.

Langkah seperti itu, lanjutnya, membutuhkan penyesuaian hukum tanah dan sumber daya agraria yang selama ini dinilai masih tumpang tindih.

Karena itu, ia mengingatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus menjadi motor dalam menyelesaikan aturan tentang sektor agraria.

"Terdapat 632 peraturan yang selama ini tumpang tindih, dimulai dari Undang-Undang hingga peraturan setingkat menteri," ungkapnya.

Untuk itu, Iwan mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus segera mengidentifikasi dan menetapkan tanah-tanah yang menjadi objek reforma agraria, dan memastikan bahwa subjek reforma agraria adalah petani gurem, buruh tani, masyarakat adat dan kaum miskin.

Sebagaimana diberitakan, aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus yang bertujuan menangani beragam konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah di Tanah Air.

"Kami usulkan harus ada satgas khusus untuk penyelesaian konflik agraria," kata Eva Bande dalam jumpa pers Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (23/12).

Menurut dia, langkah pembentukan satgas tersebut bermanfaat karena selama ini proses hukum yang berjalan sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan kepada petani kecil.

Ia mencontohkan bila ada situasi konflik agraria seharusnya dihentikan dulu klaim dari perusahaan yang mencaplok lahan. "Tapi tidak terjadi walau ada berlembar-lembar surat dari Komnas HAM untuk menghentikan klaim tersebut," ucapnya.

Menurut dia, konflik agraria sudah masuk dalam tahap akut sehingga pemerintah harus menyelesaikan ini dengan melibatkan pihak-pihak yang kredibel agar petani tidak lagi semakin banyak kehilangan lahan.


Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014