Sintang (Antara Kalbar) - Sudah dua tahun ini Raperda Perubahan RTRW Sintang belum juga kelar. Sampai sekarang, Raperda Perubahan RTRW Sintang masih digantung oleh Kementerian Kehutanan RI. Akibatnya, sejumlah rencana pembangunan di Kabupaten Sintang seperti pembangunan sekolah, Puskesdes dan jalan menjadi gagal.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Teri Ibrahim usai kegiatan konsultasi publik penyempurnaan RTRW Kabupaten Sintang, pada Jumat (30/1), sangat berharap pembahasan RTRW kali ini ada hasilnya. “Masyarakat selama ini tahu, jangankan lahan mereka untuk berkebun, di halaman rumah bahkan di bawah kolong sendiri juga menjadi kawasan hutan lindung,” ujarnya.

Kondisi ini, kata dia, akhirnya membuat masyarakat menjadi kecewa terhadap pemerintah. Dia berharap Raperda RTRW Kabupaten Sintang kali ini  bisa mengakomodir kepentingan masyarakat. “Saya tidak ingin persoalan RTRW ini menjadi polemik ke depannya,” tegasnya.

Sementara Bupati Sintang, Milton Crosby mengakui sudah bertahun-tahun Raperda RTRW Kabupaten Sintang belum juga tuntas. Penyebabnya, kata dia, karena banyaknya aturan yang berubah. Apalagi dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan RI yang baru. “Kami harus merevisi kembali pola ruang dan tata ruang yang belum nyambung,” ungkapnya.

Dikatakan Milton, tata ruang dianggap belum nyambung karena ada pemanfaatannya yang tidak berpihak pada masyarakat. Salah satunya, dari 81 desa masih ada 46 desa yang belum dikeluarkan dari kawasan hutan. Padahal—tegas Milton—itu memang hak masyarakat di daerah. Dia mengungkapkan sejumlah desa yang belum dikeluarkan dari kawasan hutan berada di Ketungau Hulu, Ketungau Tengah, Serawai dan Ambalau.

Milton mengharapkan Raperda RTRW Kabupaten Sintang ini setelah diperdakan bisa mengakomodir hak-hak masyarakat seperti hak ulayat dan yang berkaitan kepentingan kebudayaan. “Supaya nanti pembangunan ke depan itu ada kepastian hukumnya untuk masyarakat dan dunia usaha,” tuturnya.

Dia mengaku belum kelarnya Raperda RTRW Sintang ini cukup membuat pembangunan di Kabupaten Sintang terkendala. Seperti yang terjadi di perbatasan, Pemkab Sintang tidak bisa membangun sekolah karena tanah yang dihibahkan oleh masyarakat ternyata masuk dalam kawasan hutan. Begitu juga pembangunan Pukesdes dan Border sampai hari ini terkendala karena belum adanya kepastian RTRW. “Saya juga kasihan masyarakat di daerah pedalaman dan perbatasan yang begitu mau membangun ternyata lahannya berada di kawasan hutan,” pungkasnya.

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015