Sekadau (Antara Kalbar) - Puluhan masyarakat dari empat kecamatan (Sekadau Hulu, Nanga Taman, Nanga Mahap dan Belitang Hilir), mendatangi DPRD Sekadau mengadukan adanya edaran pelarangan menebang pohon durian dan tengkawang.

Kedatangan para pekerja kayu durian guna memprotes kebijakan Bupati Sekadau yang mengeluarkan surat edaran larangan untuk menebang Pohon Durian dan Tengkawang ke para camat dan kepala desa se-Kabupaten Sekadau sejak 28 Januari 2015.

Bahkan, kedatangan puluhan para perambah kayu ini tanpa didahului dengan pemberitahuan kepada pihak DPRD Sekadau.

"Meski tanpa pemberitahuan, kami siap menerima dan menampung aspirasi masyarakat yang akan ditindaklanjuti dengan rapat kerja bersama dinas instansi terkait nantinya," ujar ketua DPRD, Albertus Pinus.

Sementara, dari pihak koordinator pekerja kayu durian, Jafar Sidik mengatakan, kedatangan para pekerja kayu durian dari empat kecamatan ke DPRD Sekadau dalam rangka menolak surat keputusan Bupati Sekadau No. 522.21/ 99 / Hutbun - 1 tentang Larangan penebangan kayu Durian dan Tengkawang, di wilayah Kabupaten Sekadau.

"Kami datang untuk mencari solusi dan mengharapkan adanya perhatian DPRD Sekadau untuk menyuarakan kepentingan masyarakat dimana saat ini para pekerja kayu durian merasa dibunuh oleh Bupati dengan keluarnya surat larangan untuk menebang dan menjual kayu durian dan tengkawang
dikarenakan perekonomian para pekerja kayu durian digantungkan dengan pekerjaan yang dilarang oleh bupati," ujarnya.

Jafar melanjutkan, pohon durian adalah hak pribadi masyarakat, dimana pohon durian itu ditanam masyarakat, dan saat ini sudah banyak balok durian yang diolah, namun tidak bisa dijual.

"Masyarakat menebang pohon durian dan dijual untuk membiayai anak bersekolah dan kebutuhan rumah tangga," ujar pria paruh baya itu.

Hal senada di ungkapkan, Rudi Hartono, perwakilan pekerja kayu durian Nanga Mahap mengatakan, para pekerja kayu durian meminta agar DPRD Sekadau menindaklanjuti permasalahan ini dan masyarakat pekerja kayu Durian menganggap surat keputusan Bupati Sekadau tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan tidak ada Perda dan Peraturan Menteri Kehutanan.

"Sementara dengan matinya pekerjaan masyarakat ini, masyarakat tidak makan dikarenakan hasil pertanian tidak ada, harga barang mahal, anak kami butuh biaya untuk sekolah. Jika pemerintah melarang masyarakat untuk bekerja, seharusnya pemerintah memberi solusi berupa pekerjaan kepada masyarakat," paparnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sekadau, Handi mengatakan, berkaitan dengan surat larangan bupati atas penebangan kayu durian dan tengkawang. Permasalahan ini sebenarnya bukanlah hal baru, pemerintah memandang banyak terjadi penyimpangan dalam pengugnaan SKAU dimana banyak kasus ditemukan SKAU yang dikeluarkan Kepala Desa yang bertanda tangan berbeda dengan asal muasal kayu tersebut di tebang.

"Kami tidak memihak pada pemerintah atau pekerja kayu durian, aspirasi masyarakat ini tetap kami tampung dan ditindaklanjuti dengan mengadakan rapat kerja dengan dinas instansi terkait, dikarenakan secara teknis ada di eksekutif pemerintah daerah," papar.

Hal senada juga diungkapkan oleh Angggota Komisi A, DPRD Sekadau, Subandrio mengakui baru ini menerima mengetahui adanya surat larangan oleh Bupati dikarenakan penyuratan ini tidak ditembuskan ke DPRD Sekadau oleh bupati dan dinas instansi terkait.

"Dilematisnya permasalahan ini dikarenakan perekonomian masyarakat bergantung pada usaha kayu tanpa di imbangi usaha lainnya dalam memenuhi perekonomian keluarga," ungkap Suban.

Di akhir pertemuan, pihak DPRD berjanji kepada masyarakat pekerja Kayu Durian untuk segera menindaklanjuti aspirasi mereka dengan mengadakan rapat internal dan rapat kerja bersama Dinas Kehutanan-Perkebunan dengan terlebih dahulu meminta data, jumlah Penampung Kayu durian / tengkawang di empat kecamatan serta para pekerja mendata jumlah balok kayu yang sudah di tebang dan tidak bisa dijual karena adanya larang Pemkab, sehingga dapat di hitung nilai kerugian di tingkat pekerja.

(Gansi/N005)

Pewarta: Gansi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015