Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - DPRD Melawi, Selasa, melakukan sidak di RSUD Melawi, untuk melihat pelayanan serta mendengar keluhan para pasien dan keluarga pasien yang sedang dirawat.

Sidak tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD, Kluisen diikuti sejumlah anggota DPRD lintas komisi didampingi Direktur RSUD Melawi, Tanjung Harapan.

Kunjungan anggota DPRD Melawi ini dimulai dengan melihat sejumlah ruang pelayanan poli untuk mengetahui kehadiran dokter di rumah sakit. Kemudian ditindaklanjuti di ruang perawatan, serta ruang rawat inap kelas II dan III. Kluisen juga sempat berbincang-bincang dengan para keluarga pasien yang sedang dirawat di RSUD Melawi.

Usai melaksanakan sidak, Kluisen pun meminta pihak rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan karena dari pantauannya masih banyak pelayanan yang masih kurang maksimal.

“Seperti soal obat, masih ada masyarakat yang terdaftar dalam BPJS yang masih membeli obat di luar. Kita minta RSUD jangan lagi ada seperti itu lagi. Artinya persediaan obat-obatan itu harus ada di rumah sakit. Jangan sampai masyarakat yang sudah bayar BPJS setiap bulannya ternyata tidak mendapatkan obat tersebut di rumah sakit,” katanya.

Kluisen juga menyoroti beberapa ruangan yang belum dilengkapi pendingin. Seandainya memang tidak boleh menggunakan kipas angin, sebaiknya minta pada pemerintah untuk menganggarkan pengadaan AC.

“Bagi kita di DPRD tidak ada persoalan untuk itu, demi pelayanan pada masyarakat. Apalagi menyangkut orang sakit disana. Bagaimana orang mau sehat, sementara ruangan tidak baik. Ini harapan kita, harus ada perubahan lebih baik,” katanya.

Merespon masukan dari DPRD, Direktur RSUD Melawi, Tanjung Harapan mengatakan sebenarnya pelayanan rumah sakit pemerintah ini sudah mengalami perbaikan. Pihaknya juga sudah membangun komitmen dengan dokter-dokter untuk lebih baik melayani.

“Seperti kutipan-kutipan liar di kamar operasi sekarang sudah tidak ada,” ujarnya.

Hanya, untuk persoalan obat, kata Tanjung ini kerap menjadi masalah bagi pihak rumah sakit. Persediaan obat, kata dia memang terkadang pas kosong atau tidak ada stok. Yang akan dipesan atau dibeli juga ternyata kosong.

“Karena obat-obatan BPJS ini kan sudah tercantum dalam Fornas (Formularium Nasional). Jadi sistem pembeliannnya e-catalog. Nah obat-obatan Fornas ini tidak semuanya lengkap,” katanya.

Selain itu, di awal-awal tahun, Tanjung mengungkapkan biasanya stok obat di RSUD menipis. Bila stok habis, terpaksa menunggu anggaran dari APBD yang justru baru bisa dipakai pada bulan keempat atau kelima.

“Menunggu dari bulan satu sampai bulan lima itu terkadang obatnya kosong, sehingga dokter memberikan resep obat ke luar (ke apotek). Tapi kita sudah bangun komitmen dengan dokter jangan terlalu banyak memberikan resep obat di luar rumah sakit. Kecuali memang sudah tak ada sama sekali,” ujarnya.

Menurut Tanjung, dengan status RSUD Melawi sebagai Badan Layanan Umum (BLU), pemberian resep obat keluar juga akan membebani pihak rumah sakit. Karena bila ada resep keluar, yang membayar dan mengganti adalah pihak rumah sakit.

“Tentu rumah sakit yang rugi karena uangnya habis untuk membayarin obat. Padahal kan ada kebutuhan lain seperti membeli bahan habis pakai seperti tabung oksigen dan lain-lain,” katanya.

Saat ini, ujar Tanjung penerapan BLU RSUD Melawi masih sambil berjalan. Ditetapkan BLU sejak 2014 lalu, hanya karena belum terlalu siap, maka masih dipending hingga 2015. Proses tersebut hingga kini masih terus berjalan walau masih terjadi kekurangan sedikit sedikit.

“Karena amanah undang-undang harus kita laksanakan, jadi BLU ini sambil berjalan walau ada masalah,” katanya.

Tanjung mengatakan RSUD kini masih membenahi administrasi secara perlahan sehingga tak lagi tergantung pada APBD. Dengan adanya BLU, rumah sakit bisa kapan pun membeli obat tanpa perlu menunggu pencairan APBD.

“Jadi kita dapat uang hari ini, kita bisa langsung beli obat hari ini juga kalau stoknya kosong. Ini keuntungan BLU. Kalau dulu kan tidak. Kita dapat uang masuk hari ini, setor dulu ke keuangan, tahun depan baru bisa dipakai lagi. Setor dulu sampai satu tahun, sampai proses APBD selesai, biasa bulan berapa baru bisa berjalan. Kita nunggu sampai lima bulan baru bisa beli obat. Belum lagi nunggu lelang, bisa sampai bulan tujuh. Kan pontang panting kitanya juga,” katanya.

Sekarang, untuk pembelian dengan model BLU, sudah diterapkan di RSUD. Hanya proses administrasi masih dilakukan dengan instansi yang menangani keuangan daerah.

“Karena kalau langsung kita buat, tanpa adanya pengesahan, tak bisa juga. Karena bisa kena masalah atau temuan. Ya kita minta masyarakat bersabar karena ini kita terus perbaiki kedepannya,” kata Tanjung.

Pewarta: Eko

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015