Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Panitia Hak Angket DPRD Melawi memanggil Sekda Melawi, Ivo Titus Mulyono sebagai saksi terkait kebijakan-kebijakan mantan penjabat Bupati Melawi, Hatta yang dianggap melanggar aturan dan kewenangan.
Ketua Panitia Angket, Mulyadi mengungkapkan, pemanggilan sekda dalam penyelidikan oleh panitia angket dilakukan karena sekda dianggap mengetahui proses mutasi pegawai dalam posisinya sebagai Ketua Baperjakat.
"Sebelum memanggil sekda, panitia angket juga sudah memanggil tiga orang mantan baperjakat serta mantan sekretaris BKD," katanya dalam sidang hak angket, di kantor DPRD Melawi, Rabu.
Pertanyaan pertama meluncur dari sekretaris panitia angket, Widya Rima. Ia mempertanyakan rapat Baperjakat dalam mutasi tahap pertama oleh mantan Pj Bupati yang tidak melibatkan kepala BKD saat itu serta dua orang anggota Baperjakat. Ia mempertanyakan apakah proses rapat tersebut sah karena dianggap tidak dihadiri oleh anggota Baperjakat.
"Saya juga mempertanyakan apakah proses mutasi oleh penjabat bupati ini sah, karena dalam PP nomor 48 tahun 2009 semestinya penjabat bupati tidak bisa melakukan mutasi tanpa adanya izin tertulis dari Mendagri," ujarnya.
Ivo mengakui bahwa dalam rapat Baperjakat untuk proses mutasi awal memang tak dihadiri oleh Kepala BKD karena saat itu sedang tugas luar ke Batam. Namun, proses mutasi ini bukannya tidak diketahui oleh BKD karena dirinya sudah menelpon kepala BKD saat itu, Andri Suparto untuk mempersiapkan data dan proses mutasi pegawai.
"Karena kepala BKD berhalangan, maka saya minta kepada Sekretaris untuk menyiapkan data dan hadir dalam rapat Baperjakat. Rapat ini tetap sah, karena Sekda dalam Baperjakat berfungsi sebagai ketua merangkap anggota. Ada berita acaranya kok," jelasnya.
Sekda juga mengatakan bahwa mutasi oleh pj bupati saat itu adalah sah. Alasannya pj bupati saat itu sudah mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur Kalbar untuk melakukan mutasi pegawai di Melawi.
"Sudah ada izin gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri. Izin ini berdasarkan surat dari pj bupati kepada gubernur," katanya.
Opini sekda inilah yang memicu perdebatan dalam sidang panitia angket. Widya Rima mengatakan, keabsahan proses mutasi pegawai oleh mantan pj bupati ini justru kontradiktif dengan pernyataan pejabat di Kemendagri.
"Bahkan Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hingga Kemendagri menyatakan proses mutasi oleh Hatta jelas melanggar aturan dan sudah ada surat dari KASN bahkan Mendagri yang meminta mengembalikan posisi pejabat yang dimutasi dan mencabut SK pj bupati," katanya.
Sementara, Ivo menilai, proses mutasi tetap sah, karena berlandaskan surat dari gubernur. Ivo bahkan mengajak panitia angket untuk datang langsung ke gubernur Kalbar untuk mempertanyakan apakah surat yang dikeluarkan gubernur sah atau tidak.
"Sebagai bawahan, Baperjakat tidak bertugas melakukan mutasi, hanya memberikan pertimbangan terhadap pejabat pembina kepegawaian yakni bupati. Jadi tugas kami sebenarnya hanya memberikan pertimbangan, bupati ini yang menentukan siapa yang akan dimutasi karena dia menghendaki siapa pejabat yang bisa bekerja sama dengan beliau," katanya.
Anggota panitia angket, Bujang sapri mengungkapkan dari konsultasi yang dilakukan oleh DPRD ke Mendagri sudah ditegaskan bahwa dalam hal mutasi pegawai, gubernur tidak bisa mewakili menteri dalam negeri.
"Jadi pelantikan selama Pj bertugas bertentangan dengan tugasnya. Bahkan ada rekomendasi bila tidak dikembalikan posisi pejabat yang dimutasi akan diberikan sanksi pemecatan dan penurunan pangkat," ucapnya. (Ekos/N005)