Ketapang (Antara Kalbar)- Nelayan tradisional di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, mengeluhkan kelangkaan serta tingginya harga solar yang terjadi sejak beberapa waktu terakhir sehingga mereka tidak dapat menjangkau daerah yang jauh.
Salah seorang nelayan asal Desa Sungai Tengar, Kecamatan Kendawangan, Alang (26) mengatakan, untuk sekali melaut dengan jangka waktu satu sampai dua hari, kebutuhan solar sebagai bahan bakar mesin diesel sekitar 75 liter. Sedangkan pembelian solar di SPBU paling banyak 50 liter.
"Kondisi ini tidak memungkinkan untuk melaut," katanya.
Dia juga mengeluhkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kendawangan kadang ada kadang tidak. Padahal, keberadaan SPBN sangat diperlukan untuk menyuplai kebutuhan solar. "Kita terpaksa beli di SPBU, yang selalu dibatasi pembeliannya. Kemudian harus kucing-kucingan dengan aparat kepolisian karena dicurigai untuk menimbun bahan bakar. Padahal, kami beli benar-benar untuk melaut, masa kita harus bawa perahunya ke SPBU biar polisi dan petugas SPBU percaya," keluhnya.
Pihaknya ingin pemerintah melakukan peninjauan ke lapangan dan mengecek secara langsung kebutuhan solar para nelayan, sehingga ada pengecualian kebijakan pembatasan solar. "Kami ingin kuota BBM bisa dipenuhi, sehingga nelayan bisa berlayar dan kegiatan perekonomian nelayan tidak terganggu," ucapnya.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Ketapang Maria Magdalena Lily mengatakan, Pemerintah sebenarnya sudah melakukan upaya dengan menjual BBM jenis solar nonsubsidi di beberapa SPBU yang ditunjuk. Namun, masyarakat menengah ke atas tidak serta merta berpindah konsumsi ke solar nonsubsidi.
"Kami imbau kepada kalangan masyarakat menengah ke atas, dimohon untuk tidak mengkonsumsi BBM solar bersubsidi, karena itu adalah hak para nelayan," tuturnya.
Lily mengakui, pembatasan ini sangat merugikan nelayan, karena banyak menemukan kendala ketika ingin mendapatkan BBM solar bersubsidi.
Apalagi SPBN yang ada belum optimal beroperasi, sehingga nelayan harus membeli di SPBU umum. "Sangat disayangkan SPBN ini tidak beroperasi dengan optimal, diharapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat untuk mencari penyebab tidak beroperasinya SPBN ini, karena jika ini beroperasi akan sangat membantu nelayan untuk mendapatkan suplay bahan bakar," tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Salah seorang nelayan asal Desa Sungai Tengar, Kecamatan Kendawangan, Alang (26) mengatakan, untuk sekali melaut dengan jangka waktu satu sampai dua hari, kebutuhan solar sebagai bahan bakar mesin diesel sekitar 75 liter. Sedangkan pembelian solar di SPBU paling banyak 50 liter.
"Kondisi ini tidak memungkinkan untuk melaut," katanya.
Dia juga mengeluhkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kendawangan kadang ada kadang tidak. Padahal, keberadaan SPBN sangat diperlukan untuk menyuplai kebutuhan solar. "Kita terpaksa beli di SPBU, yang selalu dibatasi pembeliannya. Kemudian harus kucing-kucingan dengan aparat kepolisian karena dicurigai untuk menimbun bahan bakar. Padahal, kami beli benar-benar untuk melaut, masa kita harus bawa perahunya ke SPBU biar polisi dan petugas SPBU percaya," keluhnya.
Pihaknya ingin pemerintah melakukan peninjauan ke lapangan dan mengecek secara langsung kebutuhan solar para nelayan, sehingga ada pengecualian kebijakan pembatasan solar. "Kami ingin kuota BBM bisa dipenuhi, sehingga nelayan bisa berlayar dan kegiatan perekonomian nelayan tidak terganggu," ucapnya.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Ketapang Maria Magdalena Lily mengatakan, Pemerintah sebenarnya sudah melakukan upaya dengan menjual BBM jenis solar nonsubsidi di beberapa SPBU yang ditunjuk. Namun, masyarakat menengah ke atas tidak serta merta berpindah konsumsi ke solar nonsubsidi.
"Kami imbau kepada kalangan masyarakat menengah ke atas, dimohon untuk tidak mengkonsumsi BBM solar bersubsidi, karena itu adalah hak para nelayan," tuturnya.
Lily mengakui, pembatasan ini sangat merugikan nelayan, karena banyak menemukan kendala ketika ingin mendapatkan BBM solar bersubsidi.
Apalagi SPBN yang ada belum optimal beroperasi, sehingga nelayan harus membeli di SPBU umum. "Sangat disayangkan SPBN ini tidak beroperasi dengan optimal, diharapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat untuk mencari penyebab tidak beroperasinya SPBN ini, karena jika ini beroperasi akan sangat membantu nelayan untuk mendapatkan suplay bahan bakar," tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015