Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Walau sudah ada belasan perusahaan perkebunan yang berinvestasi di Kabupaten Melawi sejak beberapa tahun lalu, namun hanya ada empat perusahaan yang sudah mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal ini menjawab mengapa juga banyak perusahaan yang belum membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) ke DPPKAD beberapa waktu lalu.

Kepala BPN Melawi, Sigit Wahyudi yang ditemui di ruang kerjanya,  mengungkapkan, sertifikat HGU sejatinya wajib dimiliki oleh seluruh perusahaan perkebunan. Karena menjadi bukti legalitas penguasaan lahan. Hanya memang untuk bisa menerbitkan HGU, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi oleh perusahaan.

"Berbagai berkas harus dilampirkan dalam permohonan pengajuan HGU. Mulai dari izin lokasi, izin usaha perkebunan, legalitas perusahaan, seluruhnya, sampai bukti penyerahan lahan dari masyarakat kepada perusahaan dan juga bukti pembayaran BPHTPB. Makanya biasanya berkas pengajuan HGU satu perusahaan saja bisa mencapai tiga kardus," katanya.

Sigit mengungkapkan, sejauh ini memang baru ada empat perusahaan yang sudah mengantongi sertifikat HGU. Empat perusahaan tersebut adalah PT Sinar Dinamika Kapuas (SDK), PT Rafi Kamajaya Abadi, PT Citra Mahkota dan PT BPK.

"Sisanya belum memiliki HGU," katanya.

Sigit menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa perusahaan tersebut belum memiliki HGU. Ada yang memang belum mengajukan ke BPN, dan ada pula yang sudah mengajukan permohonan, tapi belum bisa ditindaklanjuti penerbitan sertifikatnya karena masih ada persyaratan yang belum terpenuhi.

"Bisa saja perusahaan tersebut sudah mengajukan permohonan ke BPN, tapi setelah turun ke lapangan, ada yang masih kurang, seperti lahan masyarakat yang tidak menyerahkan kepada perusahaan tidak di inclave (dikeluarkan dari peta kawasan kebun perusahaan), dan ada juga masyarakat yang sudah memiliki sertifikat lahan dan perusahaan mengatakan sudah menggantiruginya, tapi yang menerima adalah orang lain sehingga pemilik sertifikat tak mau menyerahkan," katanya.

Sebagian besar, menurut Sigit, memang disebabkan masih banyaknya lahan yang bermasalah dalam penyerahan kepada masyarakat sehingga hal ini menyebabkan HGU perusahaan tersebut tak juga keluar. Sigit mengungkapkan untuk menindaklanjuti permohonan HGU, BPN akan menurunkan tim yang disebut panitia B.

"Panitia B saat rapat di lapangan menghadirkan pejabat pemkab, camat, kades, tokoh masyarakat, tokoh adat sampai para pemuka masyarakat. Jadi disana panitia B akan mencari masukan terkait dengan keberadaan lahan perusahaan. Apakah masih bermasalah atau tidak," katanya.

Menurut Sigit, bila lahan perusahaan sudah clear dan clean, BPN baru akan menindaklanjutinya dengan pembuatan sertifikat HGU.

"Berdasarkan PP nomor 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah, HGU tersebut akan berlaku hingga 35 tahun kedepan," jelasnya.

Sebelumnya, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Melawi sempat mengeluhkan minimnya perolehan BPHTB dari perusahaan perkebunan di Melawi. Padahal mestinya BPHTB tersebut dibayarkan oleh perusahaan saat pertama kali mengurus HGU.

"Dari sejak penyerahan kewenangan BPHTB dari pusat ke Pemda Melawi sejak 2012 lalu, masih minim pendapatan BPHTB dari perusahaan perkebunan. Padahal setiap perusahaan wajib membayar BPHTB setiap akan mengurus HGU," kata Timardes, Kabid Penagihan DPPKAD.

Pewarta: Eko S

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015