Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria menyatakan apresiasinya atas sikap pemerintah yang akan tetap "komit" untuk membayar hutang ke Pertamina terkait ruginya Pertamina dalam mendistribusikan BBM karena harga jual BBM yang tidak boleh dinaikan ketika harga minyak dunia sedang naik.

"Memang sudah selayaknya pemerintah membayar kerugian Pertamina akibat mendistribusikan BBM dengan harga jual yang tidak boleh dinaikan ketika harga minyak dunia sedang naik," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Sebagaimana diberitakan, sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said (pemerintah) minta agar Pertamina tidak menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia tinggi. Akibatnya Pertamina defisit Rp12 triliun karena penjualan itu.

Sofyano menambahkan, pemerintah dalam hal ini harus menganggarkan anggaran stabilisasi BBM dalam APBN dan hanya bisa digunakan ketika harga minyak dunia naik tetapi harga jual BBM tidak dikoreksi naik. Dengan anggaran stabilisasi BBM itu, maka pemerintah punya anggaran untuk membayar Pertamina ketika dilarang menaikan harga jual BBM.

"Anggaran stabilisasi BBM ini besarnya akan jauh lebih kecil ketimbang anggaran subsidi BBM.
Saya perkirakan sekitar Rp25 triliun/tahun sudah bisa dimanfaatkan untuk antisipasi fluktuasi harga minyak dunia, dan juga termasuk untuk membayar kerugian Pertamina ketika harga minyak naik tetapi Pertamina dilarang mengkoreksi harga jual BBM tersebut," ungkapnya.

Selain itu, anggaran stabilisasi ini akan sangat menopang kemampuan masyarakat dalam membeli BBM dengan harga yang tidak dikoreksi ketika harga minyak dunia naik, katanya.

Dalam kesempatan itu, Direktur Puskepi juga berharap pemerintah dan Pertamina agar menjelaskan secara terbuka ke publik terkait berapa harga pokok BBM, sehingga masyarakat menjadi tahu dan tidak menaruh kecurigaan tentang harga jual BBM ke masyarakat.

Pemerintah dan pertamina sudah saatnya menyampaikan seterang-terangnya ke masyarakat, dalam harga jual BBM itu terdapat komponen biaya apa saja, sepert berapa besar pajak yang dipungut dan terdapat dalam harga BBM, seperti PPN sebesar 10 persen, ada beban untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) sebesar lima persen, dan juga ada iuran badan usaha terhadap BPH Migas yang juga menjadi beban badan usaha dan bisa jadi dibebankan pula dalam harga jual BBM, katanya.

Selain itu, bahwa ada biaya distribusi BBM berupa ongkos angkut ke dalam negeri, ongkos angkut BBM dari tanker pengangkut BBM ke depo- depo Pertamina, biaya pengilangan untuk mengolah crude oil menjadi produk BBM, biaya angkut BBM dari depo besar ke ke depo-depo kecil, cost penyimpanan BBM pada depo badan usaha, ongkos angkut BBM dari depo BBM Pertamina ke SPBU di seluruh Indonesia, dan berapa besar margin untuk SPBU.

"Selain itu perlu pula disampaikan ke masyarakat pengaruh melemahnya rupiah terhadap dolar terkait pembelian minyak dari luar negeri, berapa besarnya hal ini berpengaruh terhadap harga beli crude oil. Sementara penjualan BBM di dalam negeri adalah dalam bentuk rupiah dan berbagai informasi lainnya," katanya.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015