Pontianak (Antara Kalbar) - Elisa, 28, punya mimpi yang mulai perlahan diwujudkan setelah datang dari Kanada. Pada tahun 2008, ia pernah mengikuti pertukaran mahasiswa ke negeri tersebut.
    Disana, ia mendapat kesempatan melihat dunia pendidikan secara langsung mengingat salah seorang orang tua angkatnya adalah guru. "Ternyata, disana 'fun' banget," kata Elisa. Ia pun bermimpi untuk mengimplementasikan hal serupa di Tanah Air. Tentunya dengan membangun lembaga pendidikan sendiri.
    Sepulangnya ke Indonesia, Elisa kembali disibukkan oleh kegiatannya selaku mahasiswi di FKIP Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Tanjungpura Pontianak. Ia tercatat sebagai mahasiswi angkatan 2005. Selepas lulus, ia berkecimpung di dunia pendidikan. Ia bahkan pernah menjadi seorang manajer di sebuah lembaga pendidikan swasta.
    Namun mimpinya di Kanada terus membayang. Hingga akhirnya ia membulatkan tekad untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri. Ia tidak sendiri. Bersama dua rekannya, Fika yang rekannya kuliah, dan Izhan, mahasiswa Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Bertiga membentuk lembaga pendidikan yang diberi nama "Excellence English Studio". Tepatnya pada Juli 2010.
    Tantangan awal, dengan modal terbatas, mereka harus mendapatkan tempat yang strategis. "Sejak awal kami memang sepakat tidak mau buka di rumah, karena dapat membuat pengelolaan menjadi tidak profesional," katanya.
    Akhirnya, mereka membuat proposal dan mengajukan ke beberapa pihak yang dinilai mempunyai ruangan serta lokasi yang cukup strategis. Bak gayung bersambut. Ada sekolah swasta di Kota Pontianak yang siap bekerja sama.
    Mereka disediakan beberapa kelas yang dapat digunakan selepas sekolah. Dalam waktu singkat, jumlah peserta mencapai dua hingga tiga kelas. Namun, baru seumur jagung lembaga tersebut berdiri, Fika mengundurkan diri.
    Pada usia lima bulan, gantian Izhan yang resign. Ia mendapat beasiswa ke Amerika Serikat.
    Elisa sendirian. Namun ia bertekad untuk terus bertahan. Hingga pada Maret 2011, ia mendapat rekan baru. Dwi Lestiana, kakak kelasnya di FKIP Bahasa Inggris Universitas Tanjungpura.
    Elisa tidak lagi membuka kelas dengan menumpang di sekolah swasta. Ia menyewa sebuah rumah di Bali Mas 2, Jalan Parit H Husin II Pontianak.
    Tidak mudah memang kerja Elisa. Ia memang memahami cara mengajar, membuat modul, dan sebagainya. Tapi, tidak untuk manajemen, pengelolaan keuangan, mengatur dan menyiapkan SDM.
    "Kami tidak ada pengalaman, jadinya 'trial and error' dan sampai sekarang kami terus belajar," ujar gadis yang sebentar lagi bakal mengakhiri masa lajangnya itu.
    Ia pun ikut Inkubator Bisnis Bank Indonesia Perwakilan Kalbar pada tahun 2011. Ia dan Dwi masuk sebagai angkatan pertama. Selain mendapat ilmu pengelolaan perusahaan, mereka juga mendapat jaringan.
    "Ada yang anaknya ikut lembaga kami, atau mereka merekomendasikan lembaga kami ke orang lain," katanya.
    Usahanya terus berkembang. Kini, dari satu lokasi, bertambah menjadi tiga. Dua di Kota Pontianak, satu di Putussibau. Semula ada satu di Kabupaten Kubu Raya, namun kurang berkembang karena penduduk setempat banyak yang mengikuti kursus di Kota Pontianak. Mengingat kedua daerah ini bersebelahan.
    Excellence English Studio kini mempunyai 20 karyawan. Sebanyak 18 orang diantaranya adalah pengajar. "Termasuk saya dan mbak Dwi," kata Elisa yang ayahnya wiraswasta, dan ibunya staf administrasi di sebuah supermarket di Kota Pontianak itu. Tim pengajar sebagian pernah mendapat beasiswa di luar negeri.
    Ia berbagi tugas dengan Dwi. Elisa mengurus program pendidikan dan keuangan sedangkan Dwi lebih ke masalah SDM serta administrasi. Setiap bulan, jumlah peserta kursus berkisar antara 70 orang sampai 100 orang. Sebagian besar adalah mahasiswa dan umum dengan cakupan sekitar 60 persen.
    Ia yakin, kebutuhan akan lembaga pendidikan di bidang bahasa asing, terutama Inggris tetap tinggi. Pertimbangannya, semakin banyak instansi yang butuh kualitas berbahasa asing karyawan atau calon karyawannya.
    Excellence English Studio pun menawarkan program yang "fun". “Fokusnya di 'speaking', karena banyak yang membutuhkan kemahiran dalam berbicara, sambil dibenahi struktur dan tata bahasanya," ujar dia. Selain meningkatkan kemampuan TOEFL, juga di bidang IELTS.     Keduanya menjadi prasyarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau beasiswa ke luar negeri.
    Elisa pun punya mimpi lain. Ia ingin melanjutkan pendidikan di bidang bisnis di luar negeri serta menjadi konsultan pendidikan. Dimana negara impiannya untuk mengambil gelar MBA? "Inggris," jawabnya mantap.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015