Kisah Sohardi, yang lahir di Ketapang pada 10 Agustus itu, memang penuh lika liku. Berbagai usaha sudah pernah ia geluti. Mulai dari karyawan sebuah jasa angkutan, hingga berjualan bensin secara eceran di pinggir jalan.
Keputusannya dua tahun lalu untuk memulai menjual amplang menjadi titik balik. Usahanya terus berkembang dan permintaan akan amplang buatannya semakin tinggi.
Tentu bukan serta merta ia meraihnya. Semula, ia meminta bantuan Sadran, sepupunya, untuk mengajarinya membuat amplang. Sohardi butuh waktu untuk menemukan "formula" yang tepat serta cara pemasaran yang baik. "Selama itu, usaha ini sempat pasang surut," kata dia. Ia bergeming. Baginya, setiap perkerjaan yang dijalani dianggap hobi, maka satu persatu persoalan bisa diatasi.
Ia terus mempelajari agar kualitas amplang buatannya sesuai kebutuhan konsumen. Selain itu tentunya memperbaiki proses pemasaran. Ia yakin, tanpa pemasaran yang baik, sebagus apapun produk bisa tidak laku atau hanya sia-sia saja.
Mula-mula ia mengolah 10 kilogram ikan tenggiri yang dicampur dengan 10 kilogram tepung tapioka. Seiring membaiknya kualitas dan permintaan, kini ia mengolah 35 kilogram ikan tenggiri dan 20 kilogram tepung tapioka. Ia juga dibantu dari dua karyawan, menjadi enam karyawan. Dua diantaranya khusus untuk pemasaran, sisanya produksi dan pengemasan produk.
Ia menggunakan nama "Amplang Ikan Tenggiri Oky" untuk produksinya. Pemasarannya telah menembus supermarket dan pusat oleh-oleh di Kota Pontianak. Selain Kalbar, juga hingga Bali dan Yogyakarta. Promosi tidak hanya langsung ke konsumen, ia juga memanfaatkan media sosial.
Untuk menjaga kualitas produk, ia terkadang mendapat kiriman ikan dari Ketapang. Atau, ke tempat pangkalan ikan di Pasar Flamboyan Pontianak.
Momen besar keagamaan seperti Lebaran dan Natal, ia harus memproduksi lebih banyak. Ia pernah memproduksi 100 kilogram amplang setiap hari. "Berapapun yang dibuat, pasti habis," ujar dia. Ia membandrol harga Rp100 ribu per kilogram.Untuk kemasan kecil, Rp10 ribu per 10 gram. Ia mengklaim amplang buatannya tahan hingga tiga bulan.
Ia mengakui, keberhasilan yang diperoleh saat ini tidak terlepas dari dukungan keluarga serta karyawan. Selain itu, peran dari instansi lain juga tidak dipungkiri sangat mendukungnya. Salah satunya Inkubator Bisnis yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar.
Ia masuk dalam angkatan kedua. "Saya sangat merasakan dampak positif dari ikut Inkubator Bisnis BI Kalbar. Saya menjadi bersemangat untuk jadi pengusaha. Selain bisa menjadi profesional dibandingkan sebelumnya, sehingga sebagaimana didikan di sana kita jadi tahu bagaimana mindset apa yang dimiliki seorang pengusaha sukses, bagaimana mengatur usaha kita baik keuangan, mengelola karyawan dan lainnya," rincinya.
Ia juga mendapat tambahan jaringan dan pengalaman sejak ikut Inkubator Bisnis Bank Indonesia. Pembinaan yang intens membuat ia tahu bagaimana membuat bisnis harus tumbuh dan berkembang besar. Di Inkubator Bisnis Bank Indonesia, fasilitas permodalan juga ditawarkan namun hingga sekarang katanya belum ia manfaatkan.
"Kita juga diajarkan dan dibantu membuat badan hukum CV. Sekarang saya sudah bentuk CV dengan nama CV Nuansa Alam Khatulistiwa. CV tersebut tahun 2013 dibentuk. Intinya dengan program tersebut kita bisa menjadi pengusaha bukan hanya pengusaha biasa saja, tapi kita bisa menjadi pengusaha yang mampu bersaing dan mudahan- mudahan terus tumbuh serta luar biasa yang mana diharapkan bisa mendongkrak perekonomian, minimal ekonomi keluarga saya dan kota ini," kata Sohardi.
Ia punya mimpi. "Jika nanti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah berlaku saya targetkan produk saya bisa masuk ke negara ASEAN. Paling tidak masuk di Malaysia dan Brunai yang dekat dengan Kalbar," ungkap suami dari Azizah ini optimistis.