Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya meminta Kemendagri melalui Ditjen Otonomi Daerah agar dapat mempertimbangkan secara matang mengenai penentuan nilai bobot variabel luas wilayah dalam penentuan susunan organisasi perangkat daerah.

"Saat ini, Kemendagri melalui Ditjen Otonomi Daerah, masih memetakan urusan pemerintahan bersama Lembaga pemerintah non-kementerian, dimana hasilnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan tipologi dan susunan organisasi perangkat daerah," kata Christiandy di Pontianak, Kamis.

Dia menyebutkan, luasnya wilayah pulau Kalimantan mencerminkan betapa luas juga jangkauan pelayanan yang akan diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Oleh sebab itu, dalam menentukan bobot untuk nilai luas wilayah hendaknya terdapat perbedaan antara Pulau Kalimantan dengan Pulau Jawa.

Menurutnya, perbedaan luas wilayah dapat dijadikan sebagai penyeimbang dengan variabel jumlah penduduk wilayah Kalimantan tidak sebesar jumlah penduduk pulau Jawa. Karena apabila bobot untuk nilai luas wilayah tidak disikapi bijaksana, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak perangkat daerah yang dibentuk di Wilayah Kalimantan akan bertipe minimalis yaitu C.

"Kita mengharapkan, agar pihak Kemendagri dapat menyikapi hal ini secara bijaksana, apabila perangkat daerah yang akan dibentuk sebagian besar bertipe C, maka akan terjadi pengurangan jumlah jabatan struktural yang cukup signifikan, yang pada akhirnya tentu akan berdampak terhadap fungsi-fungsi pelayanan dan pembangunan kepada masyarakat," tuturnya.

Christiandy juga berharap kepada peserta rakor Regional Bidang Organisasi dan Kepegawaian se-Kalimantan yang saat ini sedang berlangsung agar dapat memperhatikan dan membahas masalah tersebut. Hal itu dirasa penting, agar indikator variabel yang akan dijadikan pedoman dalam menentukan tipologi dan susunan organisasi perangkat daerah tidak menimbulkan permasalahan.

"Rakor yang dilaksanakan kali ini mempunyai nilai yang sangat strategis, karena tidak berapa lama lagi akan ditetapkan juga Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Peraturan pelaksanaan tersebut akan dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah Daerah dalam menata Organisasi dan Kepegawaian," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, sebagaimana diketahui bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, akan membawa perubahan yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Perubahan yang akan terjadi tersebut antara lain, berpindahnya beberapa urusan yang semula menjadi urusan Pemerintah Kabupaten/Kota, menjadi urusan Pemerintah Provinsi. Begitu juga sebaliknya, beberapa urusan Pemerintah Provinsi, beralih menjadi urusan Pemerintah Pusat.

Perubahan yang terjadi ini hendaknya dapat disikapi secara arif dan bijaksana, dengan tetap menjaga hubungan harmonis yang telah terjalin selama ini, baik antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun dengan Pemerintah Pusat.

"Hendaknya harus disadari juga bahwa Pemerintah Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karenanya apapun kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sudah sewajarnya dapat dipedomani dan dilaksanakan Pemerintah Daerah," kata Christiandy.

Selain itu, dia juga menambahkan, bahwa perubahan lain yang akan terjadi dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yaitu Perubahan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota secara menyeluruh. Dan perubahan tersebut akan disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti PP Nomor 41 Tahun 2007.

"Demikian juga terhadap Penataan Kepegawaian tentu akan menyesuaikan dengan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014," tuturnya.

(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015