Jakarta (Antara Kalbar) - Hampir tidak ada calon pemimpin yang saat berkampanye tidak menjanjikan sesuatu yang "manis" untuk sektor koperasi dan UKM, tidak terkecuali Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

Lebih dari setahun silam, Jokowi-JK memang telah menebar janji untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing pelaku usaha lokal menuju pasar internasional.

Janji itu kemudian dituangkan menjadi prioritas pembangunan nasional yang akan digenjot dan diwujudkan melalui jalur koperasi dan UMKM.

Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi menyusun platform perubahan menuju visi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.

Untuk mencapai itu, pemerintah mengemban tujuh misi, satu di antaranya yakni mewujudkan bangsa yang berdaya saing dan mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

Wajar jika para pelaku koperasi dan UKM sebagai mayoritas sektor di Indonesia menyimpan harapan yang sangat tinggi kepada pemerintah Jokowi-JK.

Mereka menitipkan segudang asa mereka pada pemerintahan baru yang benar-benar diharapkan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (A.A.G.N.) Puspayoga berupaya mentransformasi janji Jokowi dan harapan rakyat ke dalam program-program pemberdayaan koperasi dan UKM dalam lebih setahun terakhir.

"Sebagai langkah awal dalam setahun ini, program aksi Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2015, yaitu reformasi koperasi," katanya.

Menurut dia, koperasi dan UKM di Indonesia telah sejak lama terjebak dalam paradigma pembangunan yang justru menghambat perkembangannya.

Reformasi Koperasi Langkah reformasi dinilai menjadi kunci bagi melaju cepatnya koperasi dan UKM di Tanah Air.

Program reformasi koperasi yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM meliputi gerakan rehabilitasi melalui pembaharuan organisasi koperasi melalui pemutakhiran data dan pembekuan/pembubaran koperasi.

Upaya konkret yang dilakukan di antaranya pemutakhiran data koperasi melalui Online Database System (ODS), pembekuan/pembubaran koperasi, dan penertiban koperasi dengan membentuk Deputi Bidang Pengawasan.

Selanjutnya, reorientasi melalui perubahan paradigma dari pendekatan kuantitas menjadi kualitas, antara lain membangun koperasi berbasis IT, fokus pada penguatan kelembagaan koperasi, dan mendorong koperasi meningkatkan jumlah anggota koperasi.

"Kemudian, pengembangan yaitu secara bertahap dan terukur menuju koperasi yang berdaulat, mandiri, dan gotong royong, antara lain mengkaji regulasi yang menghambat berkembangnya koperasi, fokus pada akses pembiayaan, dan fokus pada koperasi sektor riil yang berorientasi ekspor, padat karya, dan digital ekonomi," kata Menteri Puspayoga.

Untuk mendukung program aksi tersebut, program dan kegiatan Kementerian Koperasi dan UKM 2016 lebih diarahkan pada kegiatan, antara lain pendampingan; pelatihan; promosi; pusat layanan usaha terpadu (PLUT); revitalisasi pasar rakyat melalui koperasi; dan dukungan terhadap pengembangan kewirausahaan.

Pihaknya kemudian melakukan penataan data koperasi dan UMKM dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan terkait melalui ODS dengan pemberian nomor induk koperasi (NIK) bagi koperasi aktif yang melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT).

Selain itu, mengembangkan program pembebasan biaya pembuatan akta koperasi bagi usaha mikro dalam rangka memberikan legalitas, kepastian hukum, bekerja sama dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI); dan penguatan peran koperasi unit desa (KUD) sebagai penyalur (distributor pupuk bersubsidi) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan PT Pupuk Indonesia.

Pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perdagangan dalam penerbitan izin usaha mikro kecil (IUMK) 1 lembar oleh camat yang tidak dikenai biaya; kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM dalam memberikan hak cipta secara gratis dalam rangka mendorong produktivitas usaha dan melindungi kreativitas UKM; dan program dukungan penumbuhan dan pengembangan kewirausahaan yang dilakukan melalui program yang bersinergi dengan pemerintah daerah, pelaku usaha, dan gerakan koperasi.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo menambahkan beberapa program yang juga terus dilakukan, di antaranya perluasan akses pembiayaan, yakni melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).

"Pada saat ini skema mikro dengan besar pinjaman semula maksimal sebesar Rp20 juta menjadi maksimal sebesar Rp25 juta dan bunga maksimal semula 22 persen per tahun turun menjadi maksimal 12 persen per tahun, dan tahun depan diupayakan menjadi 9 persen per tahun," katanya.

Di samping itu, juga dalam rangka mendukung Program Nawacita dilakukan kebijakan penurunan suku bunga pinjaman dana bergulir LPDB-KUMKM.

Untuk koperasi sektor riil dari 6 persen per tahun turun menjadi 5 persen per tahun dan KSP dari 9 persen per tahun turun menjadi 8 persen per tahun.

Masih Lamban Namun, langkah Puspayoga tak lekang dari kritik. Pengamat perkoperasian Suroto menyebut pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM masih lamban dalam merespons dinamika yang terjadi di lingkup koperasi dan UKM.

Ia mencontohkan upaya pemerintah yang terkesan lamban dalam menata koperasi, termasuk membekukan atau membubarkan koperasi "papan nama".

Menurut Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) itu, jika tidak ada jalan keluar bagi persoalan itu pembubaran koperasi "papan nama", lalu koperasi yang tersisa dikonsolidasikan, koperasi Indonesia tetap akan sulit diharapkan kontribusinya terhadap perekonomian.

"Selama ini koperasi-koperasi papan nama itu hanya dijadikan sebagai alat untuk memutar-mutar dana bantuan sosial dan juga dana-dana karitatif lainya. Ini sudah tidak sehat. Kalau ditertibkan, idealnya memang satu desa satu," katanya.

Selain itu, dia menyoroti pentingnya fungsi pengawasan terhadap koperasi agar makin efektif dan untuk langkah awal penertiban dan konsolidasi ini sebaiknya diberikan anggaran yang memadai agar segera dapat diselesaikan.

Ia menegaskan bahwa akumulasi puluhan tahun koperasi papan nama ini harus segera diakhiri agar program pemerintah menjadi jelas targetnya.

"Koperasi kita kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 2 persen. Ini sungguh merupakan tamparan keras karena kita selalu menyebut sistem ekonomi kita adalah sistem demokrasi ekonomi dan sebut koperasi adalah sebagai soko guru dan bangun perusahaan yang paling sesuai dengan demokrasi. Akan tetapi, praktik lapangannya ekonomi kita sangat kapitalistik," katanya.

Sebaiknya, kata dia, Kementerian Koperasi dan UKM itu juga segera diberikan wewenang lebih untuk mengonsolidasikan fungsi lintas kementerian strategis terkait agar koperasi dapat segera meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

Ia berpendapat bahwa koperasi seharusnya segera diperankan di sektor strategis pangan dan energi dan ini artinya harus bisa segera mengonsolidasikan kepentingan koperasi lintas kementerian/lembaga yang selama ini sebetulnya berkecenderungan mengabaikan arti penting koperasi ini sebagai kekuatan infrastruktur sosial.

"Sebaiknya ini segera jadi kesadaran masyarakat dan penerintah bahwa koperasi itu secara sistem memiliki nilai strategis karena melalui koperasi pertumbuhan ekonomi itu dapat didistribusikan sekaligus secara adil dan merata," katanya.

Jadi, apa yang menjadi janji Pemerintah, kata Suroto, untuk menurunkan rasio gini atau kesenjangan ekonomi hingga 0,30 menurut target Nawacita dan 0,36 menurut target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2019 dapat tercapai.

"Sebaiknya koperasi jangan terus diabaikan dan disepelekan arti pentingnya bagi pembangunan karena secara sistem memang lahir untuk mencapai suatu keadilan distributif. Bahkan, lebih dari itu berfungsi untuk mempertinggi modal sosial karena fungsinya mempertinggi kerja sama," katanya.

Banyak yang berpihak potret wujud janji Jokowi kepada koperasi dan UKM terus membaik dari waktu ke waktu.

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015