Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya mengharapkan setiap pemerintah daerah setempat dapat menekan kasus kekerasan dan kejahatan terhadap anak, mengingat semakin meningkatnya angka kasus tersebut setiap tahunnya.

"Salah satu upaya yang dilakukan adalah setiap pemda diharapkan membuat perda tentang perlindungan anak dan mewujudkan Kota Layak Anak di daerah masing-masing. Ini diharapkan bisa menjadi atensi serius bagi kita semua, karena setiap tahunnya angka kekerasan terhadap anak terus meningkat," kata Christiandy, di Pontianak, Kamis.

Dia menjelaskan, untuk jumlah kasus kejahatan anak yang ditangani di P2TP2A Bunga Lita untuk tahun 2008 ada 11 anak perempuan, tahun 2009 ada 10 anak perempuan, tahun 2010 ada 18 kasus (16 anak perempuan, 2 anak laki-laki), tahun 2011 ada 7 anak perempuan, tahun 2012 ada 12 kasus (9 anak perempuan, 3 anak laki-laki), tahun 2013 ada 18 anak perempuan dan 5 anak laki-laki, tahun 2014 meningkat menjadi 20 kasus (17 anak perempuan, 3 anak laki-laki), tahun 2015 meningkat menjadi 21 kasus (19 anak perempuan, 2 anak laki-laki).

Total kasus kejahatan terhadap anak dari tahun 2008 sampai 2015 yang ditangani lembaga tersebut ada 122 anak.

"Tidak dapat dipungkiri anak merupakan masa depan bangsa, anak adalah generasi penerus cita-cita kemerdekaan, kelangsungan hajat hidup Bangsa dan Negara, serta merupakan modal pembangunan kunci kemajuan bangsa di masa depan," tuturnya.

Sepertiga dari total penduduk Indonesia, lanjut Christiandy, adalah anak-anak. Anak-anak terbukti mampu membuat perubahan dan menyelesaikan masalah secara lebih kreatif, sederhana, dan ringkas.

"Untuk itu, pemerintah harus menjadikan anak sebagai mitra bagi Pemerintah melalui wadah Forum Anak. Sebagai wujud upaya pemenuhan hak anak, pemerintah harus segera mewujudkan Kota Layak Anak (KLA)," katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Badan P3AKB Provinsi Kalimantan Barat, Anna Verdiana Iman Kalis mengatakan, untuk mencegah tindakan kekerasan dan kejahatan terhadap anak, pihaknya telah dilakukan dalam menghadapi kasus anak antara lain melalui Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan pemberantasan Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak.

"Hal itu juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan dan Anak, kemudian ada juga keputusan Gubernur Nomor 560/ BP3AKB/2014 Tanggal 4 Desember 2014 tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)," tuturnya.

Dari pihaknya sendiri juga telah mengeluarkan surat Keputusan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Nomor : 010 /BP3AKB/2015 Tanggal 5 Januari 2015 tentang pembentukan Tim Penanganan Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan Dan Anak (TPRC-PPA) Provinsi Kalimantan Barat.

"Selain beberapa peraturan yang sudah dibuat oleh pemda, kita juga melakukan upaya jemput bola ke daerah-daerah untuk melengkapi data terpilah, mensosialisasikan regulasi, melakukan pembinaan ke Kabupaten/Kota dan menguatkan regulasi yang berhubungan dengan perlindungan anak dengan mengeluarkan Perda Nomor 4 tahun 2015, tentang Perlindungan Anak," katanya. 

(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016