Bantul (Antara Kalbar) - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Dwi Daryanto mengatakan
rencana penataan bangunan di kawasan pantai selatan setempat harus
disosialisasikan kepada masyarakat.
"Pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan, kalau ada penataan ulang bangunan dan warung di pantai selatan harus ada sosialisasi ke masyarakat karena di situ (kawasan pantai) sebagai tempat cari makan mereka," katanya di Bantul, Minggu.
Menurut dia, penataan bangunan di sepanjang pantai selatan pernah direncanakan pemerintah daerah menyusul adanya bangunan dan warung masyarakat yang melanggar garis sempadan pantai atau jaraknya kurang dari 200 meter dari bibir pantai.
Ia mengatakan ketika kondisi gelombang pantai normal, bangunan di sepanjang pantai aman karena tidak diterjang gelombang, namun saat gelombang tinggi seperti yang terjadi pada musim pancaroba ini limpasan air sampai masuk bangunan.
"Makanya itu ketika ada penataan masyarakat harus faham, bahwa pemerintah daerah tidak menggusur mereka, tetapi menyelamatkan semua supaya ketika ada kejadian seperti ini tidak ada kerugian materiil dan korban jiwa," katanya.
Dengan demikian, kata dia, penataan bangunan maupun aktivitas masyarakat di kawasan pantai yang terlalu dengan dengan pantai untuk menjamin mereka merasa nyaman dan aman dalam melaksanakan kegiatan sosial dan budaya mereka.
"Kalau untuk sementara ini, masyarakat harus menyingkir dulu dari pantai, dan setelah kondisinya benar-benar aman bisa kembali. Ini (gelombang tinggi) bukan bencana, tapi alam sedang mengeksplorasikan, sehingga perlu diberi ruang," katanya.
Sementara itu, berkaitan dengan abrasi atau pengikisan pantai akibat gelombang tinggi di perairan pantai selatan Bantul ini ke depan perlu dilakukan kajian mendalam, mengingat banyaknya bangunan yang sudah makin dekat dengan pantai.
"Awalnya masyarakat itu sudah jauh dari bibir pantai, namun karena abrasi terus terjadi tiap tahun, maka menjadi makin dekat. Makanya perlu ada kajian yang komprehensif, apakah potensi abrasi terus naik atau berkurang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan, kalau ada penataan ulang bangunan dan warung di pantai selatan harus ada sosialisasi ke masyarakat karena di situ (kawasan pantai) sebagai tempat cari makan mereka," katanya di Bantul, Minggu.
Menurut dia, penataan bangunan di sepanjang pantai selatan pernah direncanakan pemerintah daerah menyusul adanya bangunan dan warung masyarakat yang melanggar garis sempadan pantai atau jaraknya kurang dari 200 meter dari bibir pantai.
Ia mengatakan ketika kondisi gelombang pantai normal, bangunan di sepanjang pantai aman karena tidak diterjang gelombang, namun saat gelombang tinggi seperti yang terjadi pada musim pancaroba ini limpasan air sampai masuk bangunan.
"Makanya itu ketika ada penataan masyarakat harus faham, bahwa pemerintah daerah tidak menggusur mereka, tetapi menyelamatkan semua supaya ketika ada kejadian seperti ini tidak ada kerugian materiil dan korban jiwa," katanya.
Dengan demikian, kata dia, penataan bangunan maupun aktivitas masyarakat di kawasan pantai yang terlalu dengan dengan pantai untuk menjamin mereka merasa nyaman dan aman dalam melaksanakan kegiatan sosial dan budaya mereka.
"Kalau untuk sementara ini, masyarakat harus menyingkir dulu dari pantai, dan setelah kondisinya benar-benar aman bisa kembali. Ini (gelombang tinggi) bukan bencana, tapi alam sedang mengeksplorasikan, sehingga perlu diberi ruang," katanya.
Sementara itu, berkaitan dengan abrasi atau pengikisan pantai akibat gelombang tinggi di perairan pantai selatan Bantul ini ke depan perlu dilakukan kajian mendalam, mengingat banyaknya bangunan yang sudah makin dekat dengan pantai.
"Awalnya masyarakat itu sudah jauh dari bibir pantai, namun karena abrasi terus terjadi tiap tahun, maka menjadi makin dekat. Makanya perlu ada kajian yang komprehensif, apakah potensi abrasi terus naik atau berkurang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016