Pontianak  (Antara Kalbar) - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan mendukung PT Pertamina melakukan inovasi berupa meluncurkan jenis BBM alternatif non subsidi yang bisa digemari masyarakat, seperti BBM jenis pertalite.
    
"Saya mendukung BUMN Pertamina yang saat ini pro aktif dalam melahirkan dan memasarkan produk BBM alternatif yang sangat digemari masyarakat," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
    
Ia menjelaskan, dengan digemarinya produk BBM alternatif tersebut maka pemerintah dipastikan dapat mengurangi beban subsidi yang masih terbeban dalam APBN yang semakin berat ini.
    
"Ketika Pertamina sudah mampu membuat masyarakat tertarik, misalnya beralih dengan membeli pertalite yang kualitasnya telah diakui publik lebih baik ketimbang premium. Maka sangat tidak cerdas ketika Kementerian ESDM malah membuat keputusan menurunkan harga jualnya yang pada dasarnya sudah tidak dipermasalahkan oleh masyarakat banyak kecuali oleh segelintir pihak saja," ungkapnya.
    
Sehingga, menurut Sofyano, Kementerian ESDM saat ini perlu mendukunng BUMN energi Pertamina, misalnya untuk lebih meningkatkan lagi dalam memasarkan produk BBM solar yang kualitasnya di atas kualitas solar yang ada dengan perbedaan harga yang tidak "lebar" dari harga solar subsidi pemerintah, sehingga akan memberikan arti positif bagi pemerintah.
    
"Sehingga masyarakat secara sukarela beralih dari menggunakan solar bersubsidi ke solar non subsidi dan pemerintah mendapat keuntungan ganda, yakni berkurangnya subsidi BBM atau bahkan "nihil" dan dividen dari BUMN energi Pertamina akan meningkat," kata Sofayno.
    
Sementara, kalau mengambil langkah menaikan harga jual BBM jenis solar, yang mayoritas digunakan oleh kendaraan transportasi, maka akan berpengaruh terhadap kenaikan berbagai kebutuhan pokok dan tarif angkutan atau yang berkaitan dengan hidup orang banyak.
    
Tetapi, ketika pemerintah membuat kebijakan menurunkan harga jual BBM apapun jenisnya, apalagi ketika besarannya tidak signifikan maka kebijakan tersebut tidak serta merta menyebabkan masyarakat menurunkan tarif angkutan termasuk harga jual bahan pokok,
    
"Artinya kebijakan itu nyaris tidak bermakna dan nyaris tidak memberi efek terhadap terkoreksi menurunnya deflasi. Sementara kebijakan menaikan harga jual BBM berapapun besarnya, pasti akan mengkoreksi naik besaran inflasi," ungkapnya   
    
Sehingga menurut dia, jika ditelaah lebih dalam menaikan harga solar dan menurunkan harga jual premium adalah bagai sekeping mata uang yang walau berlainan pada tiap sisinya tetapi nilainya tetap sama.
    
"Pada dasarnya premium digunakan oleh kendaraan bermotor, alat transportasi kecil dan sedang. Sejak Pertamina mengeluarkan produk BBM alternatif berupa pertalite, masyarakat sudah terbukti cenderung beralih ke pertalite," ujarnya.
    
Sofyano menambahkan, pertalite adalah produk murni korporasi dari Pertamina, sehingga ketika sukses menjual produknya, maka yang diuntungkan adalah negara dan pemerintah itu sendiri. Maka bagi publik, kebijakan pemerintah menurunkan harga premium adalah kebijakan yang kontra produktif dengan kepentingan pemerintah.
    
Disisi lain, kebijakan menurunkan harga jual BBM yang merupakan inisiatif kementerian ESDM sudah pasti dinilai publik tidak sejalan dengan program dan kebijakan Kementerian BUMN yang selalu berusaha keras agar BUMN mampu selalu meningkatkan kontribusinya bagi pemerintah dengan memberikan dividen yang maksimal.
    
"Maka ketika masyarakat kembali beralih ke premium karena disparitas harganya dengan pertalite cukup 'terasa' otomatis laba dan dividen BUMN kepada pemerintahpun niscaya akan berkurang pula, padahal disisi lain rakyat dinegeri ini sangat mahfum bahwa pemerintah sedang pusing berat dengan keuangan pemerintah," katanya.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016