Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota DPR RI Komisi IX Karolin Margret Natasa mengatakan dirinya bersama anggota DPR lain akan mendorong pemerintah untuk memproduksi vaksin rabies sendiri guna memenuhi kebutuhan di lapangan.
"Sejauh ini memang ada yang memproduksi vaksin rabies ini, namun dalam skala kecil. Untuk itu, kami dari DPR akan mendorong pemerintah untuk memproduksi vaksin sendiri, karena kalau kita mengandalkan dari luar, jumlahnya sangat terbatas," kata Karolin saat menghadiri kegiatan diskusi penganan rabies di Pontianak, Jumat.
Sebagai anggota DPR RI Karolin terus mendorong agar ada dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Meskipun ia mengakui akan menemukan kesulitan dalam kasus ini, ada yaitu untuk membuat orang percaya jika kasus ini serius.
"Setidaknya kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak akan bahaya rabies dan harus segera dieliminasi," tuturnya.
Karolin menambahkan ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk mengantisipasi kasus itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu kesadaran bersama dalam menanggapi kasus rabies ini menjadi hal yang serius.
"Karena kalau tidak pernah terjadi, maka gigitan anjing itu dianggap enteng," katanya.Selain itu, masyarakat juga harus diberikan pengetahuan dalam penanganan luka akibat gigitan anjing rabies, dimana hal ini masih sangat terbatas diketahui masyarakat.
Selain itu, pihaknya juga mendorong agar pemerintah kabupaten yang terpapar rabies untuk bisa merevisi status KLB rabies menjadi status tanggap bencana rabies, agar bisa mendapatkan dana tanggap bencana.
"Ini berkaitan dengan anggaran yang digunakan untuk penanganan rabies. Begitu sudah resmi diubah, maka anggaran darurat bisa digunakan, jika belum maka tidak bisa digunakan," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Abdul Manaf Mustafa menambahkan, sampai saat ini baru pada satu dari delapan kabupaten yang terpapar rabies yang sudah merevisi status kasus gigitan anjing tersebut.
Menurutnya, perubahan status itu sangat diperlukan, berkaitan dengan kebutuhan anggaran yang akan digunakan untuk penanganan penyakit tersebut.
"Saat ini baru Kabupaten Sanggau yang merevisi status tersebut. Dari status Kejadian Luar Biasa (KLB) menjadi KLB Tanggap Darurat Rabies," katanya.
Manaf menyebutkan yang menjadi masalah dalam penanganan rabies itu adalah anggaran. Menurutnya anggaran itu tersedia hanya tidak bisa diambil begitu saja sebelum perubahan status wilayah.
Paling tidak, lanjutnya, harus ada dua wilayah yang merevisi status kejadian rabies, barulah dari provinsi akan merevisi SK yang sudah dikeluarkan Gubernur Kalbar dan anggaran yang dibutuhkan bisa dikucurkan.
"Ini dilakukan karena anggaran rutin terbatas, misalnya di provinsi cadangan anggaran tanggap darurat itu Rp5 miliar. Kemudian digabung dengan kabupaten dan anggaran bencana nasional anggaran itu sudah cukup," kata Manaf.
Terkait dengan jumlah kasus, Distanak Kalimantan Barat mengklaim terjadi penurunan setelah gencar melakukan vaksinasi di tiga kabupaten yang terpapar rabies. Mulai dari Landak, Sanggau dan Sekadau.
Meskipun jumlah gigitan bertambah namun hanya tiga orang saja. Sedangkan untuk kasus korban meninggal dunia bertambah satu.
"Hingga sekarang tercatat korban meninggal dunia sudah 10 orang, sengan rincian, empat korban meninggal dunia di Kabupaten Sintang, satu di Kapuas Hulu, empat di Sanggau dan satu di Landak. Untuk korban yang sudah divaksin mencapai 704 dari 924 korban gigitan hewan pengidap rabies," tuturnya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Sejauh ini memang ada yang memproduksi vaksin rabies ini, namun dalam skala kecil. Untuk itu, kami dari DPR akan mendorong pemerintah untuk memproduksi vaksin sendiri, karena kalau kita mengandalkan dari luar, jumlahnya sangat terbatas," kata Karolin saat menghadiri kegiatan diskusi penganan rabies di Pontianak, Jumat.
Sebagai anggota DPR RI Karolin terus mendorong agar ada dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Meskipun ia mengakui akan menemukan kesulitan dalam kasus ini, ada yaitu untuk membuat orang percaya jika kasus ini serius.
"Setidaknya kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak akan bahaya rabies dan harus segera dieliminasi," tuturnya.
Karolin menambahkan ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk mengantisipasi kasus itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu kesadaran bersama dalam menanggapi kasus rabies ini menjadi hal yang serius.
"Karena kalau tidak pernah terjadi, maka gigitan anjing itu dianggap enteng," katanya.Selain itu, masyarakat juga harus diberikan pengetahuan dalam penanganan luka akibat gigitan anjing rabies, dimana hal ini masih sangat terbatas diketahui masyarakat.
Selain itu, pihaknya juga mendorong agar pemerintah kabupaten yang terpapar rabies untuk bisa merevisi status KLB rabies menjadi status tanggap bencana rabies, agar bisa mendapatkan dana tanggap bencana.
"Ini berkaitan dengan anggaran yang digunakan untuk penanganan rabies. Begitu sudah resmi diubah, maka anggaran darurat bisa digunakan, jika belum maka tidak bisa digunakan," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Abdul Manaf Mustafa menambahkan, sampai saat ini baru pada satu dari delapan kabupaten yang terpapar rabies yang sudah merevisi status kasus gigitan anjing tersebut.
Menurutnya, perubahan status itu sangat diperlukan, berkaitan dengan kebutuhan anggaran yang akan digunakan untuk penanganan penyakit tersebut.
"Saat ini baru Kabupaten Sanggau yang merevisi status tersebut. Dari status Kejadian Luar Biasa (KLB) menjadi KLB Tanggap Darurat Rabies," katanya.
Manaf menyebutkan yang menjadi masalah dalam penanganan rabies itu adalah anggaran. Menurutnya anggaran itu tersedia hanya tidak bisa diambil begitu saja sebelum perubahan status wilayah.
Paling tidak, lanjutnya, harus ada dua wilayah yang merevisi status kejadian rabies, barulah dari provinsi akan merevisi SK yang sudah dikeluarkan Gubernur Kalbar dan anggaran yang dibutuhkan bisa dikucurkan.
"Ini dilakukan karena anggaran rutin terbatas, misalnya di provinsi cadangan anggaran tanggap darurat itu Rp5 miliar. Kemudian digabung dengan kabupaten dan anggaran bencana nasional anggaran itu sudah cukup," kata Manaf.
Terkait dengan jumlah kasus, Distanak Kalimantan Barat mengklaim terjadi penurunan setelah gencar melakukan vaksinasi di tiga kabupaten yang terpapar rabies. Mulai dari Landak, Sanggau dan Sekadau.
Meskipun jumlah gigitan bertambah namun hanya tiga orang saja. Sedangkan untuk kasus korban meninggal dunia bertambah satu.
"Hingga sekarang tercatat korban meninggal dunia sudah 10 orang, sengan rincian, empat korban meninggal dunia di Kabupaten Sintang, satu di Kapuas Hulu, empat di Sanggau dan satu di Landak. Untuk korban yang sudah divaksin mencapai 704 dari 924 korban gigitan hewan pengidap rabies," tuturnya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016