Sintang (Antara Kalbar) - Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan, kyai, ulama dan para santri berperan dalam menjaga Pancasila serta NKRI.
   
Untuk itu, peringatan Hari Santri adalah momentum untuk mengenang dan mengingat perjuangan mereka dalam mewujudkan Indonesia.
   
"Hari Santri diperingati untuk mengenang sejarah bahwa kiai, ulama dan santri berperan bagi bangsa ini dan mengenang resolusi jihad yang diserukan oleh KH. Hasyim Asy’ari saat itu. Pemkab Sintang juga sudah bertekad mewujudkan masyarakat Sintang yang sejahtera dan religius dengan 6 faktor penggerak," kata Jarot Winarno pada peringatan Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Al Iman Sungai Tebelian.
   
Ia menuturkan, pada masa perjuangan kemerdekaan, dilaksanakan pertemuan para kyai dan ulama di Banjarmasin, Kalsel, dengan menyepakati konsep sebuah negara  Indonesia yang bisa mengakomodir berbagai kelompok suku dan agama yang ada.
   
Kemudian, pada tahun 1984 di Situbondo dilaksanakan Muktamar Nahdlatul Ulama kembali dipertegas oleh para ulama dan kiai bahwa Pancasila adalah dasar negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan harga mati. "Artinya para ulama, kiai dan santri terbukti selalu terdepan dalam menjaga Pancasila dan NKRI," kata dia.
   
Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Sintang Edi Sunaryo menjelaskan bahwa dalam memperingati Hari Santri Nasional pihaknya melaksanakan Sintang Bersholawat untuk mendoakan Sintang agar makmur, aman, maju dan damai. "Kita harus selalu mengingat peranan para ulama dan santri saat memperjuangkan kemerdekaan dulu, sekarang tugas kita para ulama dan santri untuk mengisi kemerdekaan dan memajukan daerah. Saya mengajak seluruh santri dan ulama untuk ikut serta membangun Sintang ini," ajak Edi Sunaryo.
   
Pengasuh Pondok Pesantren Al Iman Terpadu Ustad Syaiful Anam menyampaikan bahwa penetapan Hari Santri Nasional merupakan hari bersejarah bagi para santri. "Pada 22 Oktober 1945, para ulama NU berkumpul dan memutuskan untuk menyerukan seluruh ulama, santri dan umat Islam untuk bersama melawan penjajah Inggris yang disebut resolusi jihad," ujar dia.
   
Pada 27-30 Oktober 1945, terjadi perang antara pasukan Inggris dengan umat Islam dipimpin para ulama di Surabaya. Sempat terjadi gencatan senjata, namun 10 November 1945 terjadi lagi perang besar di Surabaya yang menyebabkan banyak para ulama, santri, kiai, umat Islam bersama pejuang lainnya yang tewas. Kemudian 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan.
   
"Itulah sejarah, yang mencatat perjuangan ulama, santri dan umat Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kita harus mencintai negara ini dengan membangun bangsa dan daerah," terang Ustad Syaiful Anam.
   
Ketua Muhammadyah Kabupaten Sintang Slamet Turmuzi menyampaikan di kalangan Muhammadyah juga ada para santri. "Kami juga sepakat NKRI adalah harga mati yang harus selalu dijaga sebagai tempat menanamkan amal baik. Kami mendukung Pemkab Sintang dalam mewujudkan masyarakat Sintang yang religius, supaya Sintang terus maju, beradab, bersatu. Kita harus selalu bersama, antara ulama dan umaroh harus bekerjasama membangun daerah," tegas Slamet Turmudzi.
   
Ketua MUI Sintang Ustad Ulwan menyampaikan dukungannya kepada pondok pesantren yang ada di Sintang karena para santri merupakan calon ulama masa depan Sintang. "Umat Islam harus bekerja keras membangun Sintang supaya maju pesat. Jaga persatuan dan kesatuan, sayangi yang muda hormati yang lebih tua," ajak Ustad Ulwan.

Pewarta: Faiz/Humas Sintang

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016