Jakarta (Antara Kalbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan akan memeriksa Dirjen Pajak pasca Operasi Tangkap Tangan terhadap pegawai instansi tersebut.
"Ya mungkin saja (dirjen Pajak), kemungkinan selalu ada. Kemungkinan kita bergerak ke arah, data itu kemana. Kan selalu kalau penindakan 'follow the suspect'. Suspectnya itu berhubungan dengan siapa, kalau kemudian kita penindakan juga yang tidak kalah penting 'follow the money'. Uangnya mengalir kemana saja kemungkinanannya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejagung di Bogor, Selasa.
Rajesh, pihak swasta dan Handang pegawai pajak ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
Karena itu, kata dia, pihaknya akan melakukan penggeledahan di kantor yang berkaitan untuk mengumpulkan bukti-bukti.
Ia mengakui ada indikasi aliran dana tersebut mengalir ke pihak lain. "Tapi kalau melihat komunikasinya, ada indikasi," tegasnya.
��KPK menetapkan Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap terkait pengurusan surat tagihan pajak PT EKP.
�����Dalam laman perusahaan PT EKP, perusahaan itu adalah perusahaan manufaktur, pengekspor, pengimpor dan distributor untuk produk garmen, tekstil, komoditas, mineral, logam dan barang-barang lainnya.
�����Lokasi kantor berada di Jakarta untuk urusan manufaktur dan ekspor garmen, tekstil dan barang-barang lainnya; kantor Surabaya untuk mengekspor bahan mentah seperti cokelat, kopra, kopi, kacang dan lainnya serta kantor di Batulicin, Kalimantan Selatan untuk produk tambang dan minyak sawit.
�����Rajesh dan Handang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
� ���Uang itu adalah bagian komitmen Rp6 miliar kepada Handang agar mengurus surat tagihan pajak�sebesar Rp78 miliar PT EKP.
�����KPK menyangkakan Rajesh melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .
�����Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.������ Sementara itu Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999�sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
�����Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Ya mungkin saja (dirjen Pajak), kemungkinan selalu ada. Kemungkinan kita bergerak ke arah, data itu kemana. Kan selalu kalau penindakan 'follow the suspect'. Suspectnya itu berhubungan dengan siapa, kalau kemudian kita penindakan juga yang tidak kalah penting 'follow the money'. Uangnya mengalir kemana saja kemungkinanannya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejagung di Bogor, Selasa.
Rajesh, pihak swasta dan Handang pegawai pajak ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
Karena itu, kata dia, pihaknya akan melakukan penggeledahan di kantor yang berkaitan untuk mengumpulkan bukti-bukti.
Ia mengakui ada indikasi aliran dana tersebut mengalir ke pihak lain. "Tapi kalau melihat komunikasinya, ada indikasi," tegasnya.
��KPK menetapkan Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap terkait pengurusan surat tagihan pajak PT EKP.
�����Dalam laman perusahaan PT EKP, perusahaan itu adalah perusahaan manufaktur, pengekspor, pengimpor dan distributor untuk produk garmen, tekstil, komoditas, mineral, logam dan barang-barang lainnya.
�����Lokasi kantor berada di Jakarta untuk urusan manufaktur dan ekspor garmen, tekstil dan barang-barang lainnya; kantor Surabaya untuk mengekspor bahan mentah seperti cokelat, kopra, kopi, kacang dan lainnya serta kantor di Batulicin, Kalimantan Selatan untuk produk tambang dan minyak sawit.
�����Rajesh dan Handang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
� ���Uang itu adalah bagian komitmen Rp6 miliar kepada Handang agar mengurus surat tagihan pajak�sebesar Rp78 miliar PT EKP.
�����KPK menyangkakan Rajesh melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .
�����Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.������ Sementara itu Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999�sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
�����Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016