Singkawang (Antara Kalbar) - Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Singkawang, Huntal Hutauruk mengungkapkan ada sebanyak sembilan jalur tikus di perbatasan yang rawan terjadi penyelundupan barang-barang ilegal maupun perdagangan orang.

"Menurut pemantauan saya bahwa ada 9 jalur tikus yang sangat rawan," kata Huntal, di Singkawang, Kamis.

Untuk mengantisipasi kerawanan itu, kini sudah ada sebanyak tujuh petugas di perbatasan. "Disitu ada Satgas Pamtas, Bea Cukai, polisi, TNI, dan dari Pemda," tuturnya.

Karena, kerawanan-kerawanan itu bisa saja terjadi khususnya pada malam hari. Mengingat masih adanya kegiatan masyarakat dalam radius dua kilometer, meskipun MoU antara Pemerintah Indonesia-Malaysia tentang perjanjian lintas batas Jagoi Babang, Bengkayang dengan Serikin Malaysia sudah berakhir sejak tahun 2011.

"Tapi, nyatanya hingga sekarang masih terjadi kegiatan perdagangan dan bongkar muat barang yang sudah barang tentu hal ini di luar jangkauan pihak Imigrasi," katanya.

Dalam mengantisipasi kerawanan-kerawanan itu juga, pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap orang asing. "Pengawasan ini kita lakukan terhadap keberadaan dan kegiatannya," tuturnya.

Apakah keberadaannya di Indonesia khususnya di Singkawang sudah secara legal. Sedangkan kegiatannya, bisa dilihat melalui izin tinggal yang dimiliki.

"Dua poin pengawasan ini, bisa kita lakukan melalui pengawasan lapangan baik secara terbuka maupun tertutup," katanya.

Dalam melakukan pengawasan, pihaknya juga melibatkan tim Pemantau orang asing yang sudah terbentuk di Kota Singkawang dan Bengkayang.

Menurutnya, pengawasan orang asing juga bisa dilakukan secara administrasi atau pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) melalui kegiatan intelijen dan melalui aplikasi pendaftaran orang asing secara elektronik yang diberlakukan pada setiap hotel atau tempat penginapan.

"Hanya saja, pelaporan melalui aplikasi pendaftaran orang asing secara elektronik ini dirasakan belum optimal. Karena baru dilakukan tiga hotel saja, yaitu Swiss Belinn, Dangau dan Restu," katanya.

Bagi hotel yang belum melaporkan keberadaan orang asing di tempat penginapannya, disarankan untuk melaporkannya secara manual.

"Jika belum bisa dilakukan secara elektronik, bisa dilakukan secara manual," ujarnya.

Karena, setiap hotel/penginapan wajib untuk melaporkan orang asing yang menginap di tempat penginapannya. Jika tidak, maka akan ada sanksi pidana yang akan diberlakukan bagi pengelola hotel/penginapan yang tidak mau melaporkan keberadaan orang asing tersebut.

"Sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 72 ayat 2 bagi pengelola hotel/penginapan yang tidak mau melaporkan keberadaan orang asing di tempat penginapannya, maka bisa di pidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp25 juta," katanya.
(U.KR-RDO/N005)

Pewarta: Rudi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017